tirto.id - Amerika Serikat (AS) akhirnya melarang Boeing 737 pada Kamis (14/3/2019) untuk mengudara. Keputusan tersebut Presiden AS Donald Trump, lantaran menginginkan jaminan bagi seluruh masyarakat Amerika, dikutip dariAssociated Press.
Otoritas Keamanan Penerbangan Amerika atau FAA juga mengeluarkan perintah untuk tidak menerbangkan pesawat Boeing 737. Penyebab kecelakaan antara Lion Air dan Ethiopian Airlines diduga sama.
“Bukti yang ditemukan pada kecelakaan Ethiopian sama dengan yang terjadi pada Lion Air,” kata Daniel Elwell, petugas FAA.
Pihak Lion Air menyatakan bahwa sensor pada pesawat menciptakan gangguan informasi yang memicu komando otomatis yang tidak bisa ditangani oleh pilot.
FAA sudah ditekan oleh banyak pihak, terutama setelah Kanada memutuskan menghentikan penerbangan dengan Boeing 737 Max pada Rabu (14/3/2019). Kanada bergabung dengan 40 negara lainnya termasuk Eropa dan Cina.
Otoritas Penerbangan AS tersebut masih bertahan dengan anggapan tidak ada data yang menunjukkan bahwa pesawat tersebut tidak aman. Setelah Presiden Trump memerintahkan untuk menahan penerbangan pesawat tersebut, barulah FAA kemudian menghentikan penerbangan pesawat Boeing 737 max 8.
FAA juga menghentikan penerbangan Boeing 737 Max 9 dengan menyebut ada bukti baru terkait kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines. Data rekaman suara kokpit telah dikirim ke Perancis pada hari Rabu (13/3/2019) untuk di analisis.
Cina, Indonesia, Etiopia, Singapura, Cina, Argentina, Afirka Selatan, Meksiko telah lebih dulu mengumumkan bahwa maskapai-maskapai mereka tidak akan menerbangkan pesawat Boeing 737 Max untuk sementara waktu.
Menyusul negara-negara Asia Pasifik dan Amerika Selatan, Uni Eropa pun akhirnya menghentikan penerbangan dengan pesawat Boeing 737 max, seperti diwartakan CNBC.
Otoritas Keamanan Penerbangan Uni Eropa menyebutkan bahwa mereka “mengambil setiap langkah yang diperlukan untuk menjamin keselamatan penumpang.”
Editor: Yantina Debora