Menuju konten utama

Kebijakan LTV untuk KPR Tak Berlaku bagi Perumahan Pemerintah

Untuk program perumahan rakyat, pemerintah dinilai sudah memiliki skema pembiayaan tersendiri yang lebih hati-hati (prudensial).

Kebijakan LTV untuk KPR Tak Berlaku bagi Perumahan Pemerintah
Pekerja merampungkan pekerjaan perumahan untuk kalangan menengah di Kelurahan Palupi, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (11/2). ANTARA FOTO/Basri Marzuki

tirto.id - Kebijakan pelonggaran atau Loan to Value (LTV) Bank Indonesia (BI) tidak berlaku untuk program perumahan pemerintah, baik skala pemerintah pusat (pempus) maupun pemerintah daerah (pemda).

Asisten Deputi Gubernur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Fillianingsih Hendarta mengatakan langkah ini diambil karena dalam program perumahan rakyat, pemerintah pasti sudah memiliki skema pembiayaan tersendiri yang lebih hati-hati (prudensial).

"Program pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah dikecualikan karena pemerintah lebih berhati-hati," ujar Fillianingsih di Kantor Bank Indonesia Jakarta pada Senin (2/7/2018).

Menurutnya, program perumahan pemerintah sudah memiliki banyak rambu-rambu ketentuan, sehingga BI menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah, sepanjang programnya jelas dan sudah bekerja sama dengan berbagai pihak.

"Jadi sudah ada kerja sama. Nah, tergantung apakah bank mau tanpa uang muka atau tidak?" ucapnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa pengecualian itu tidak diberlakukan pada saat ini saja. Ia menegaskan bahwa pengecualian ini sudah dilakukan sejak 2012 adanya pelonggaran LTV.

LTV berhubungan dengan rasio pinjaman yang diterima debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari bank, sehingga mempengaruhi uang muka yang harus dipenuhi konsumen. Semakin longgar atau besar rasio LTV, semakin kecil uang DP yang bisa disediakan konsumen, sehingga bisa meningkatkan daya beli.

Aturan baru BI yang dikeluarkan pada Jumat (29/6/2018) dan berlaku efektif per 1 Agustus, disebutkan pertama, BI membebaskan rasio LTV semua tipe rumah pertama. Namun, rasio LTV diserahkan kepada manajemen risiko masing-masing bank.

Untuk rumah kedua dan seterusnya, akan berlaku rasio LTV 80-90 persen. Hal ini terkecuali untuk tipe rumah di bawah 21 meter persegi.

Poin kedua adalah memperlonggar jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden menjadi maksimal 5 fasilitas, tanpa melihat urutan.

Terakhir, menyesuaikan pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit atau pembiayaan properti inden. Begitu akad kredit ditandatangani maka kredit akan dicairkan maksimum 30 persen.

Tahapan selanjutnya adalah ketika fondasi selesai, pencairan kumulatif kredit maksimum 50 persen dari plafon. Tutup atap selesai, pencairan kredit kumulatif mencapai 90 persen plafon. Lalu, maksimum pencairan kumulatif 100 persen dari plafon akan dilakukan saat penandatanganan berita serah terima (BAST) dengan Akta Jual Beli (AJB) dan cover notes.

Fillianingsih mengatakan, BI mengeluarkan kebijakan baru ini untuk mempermudah masyarakat mendapatkan rumah dan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan KPR berkontribusi 0,04 persen terhadap PDB.

"Sektor properti ada efek multiplayer-nya. Kalau properti berjalan semua berjalan, industri semen, baja, cat," sebutnya.

Ia mengatakan, kebijakan tersebut merupakan representasi langkah makroprudensial yang dilakukan BI untuk mengimbangi naiknya suku bunga acuan atau BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR). Bank harus memenuhi sejumlah ketentuan jika akan menerapkan kebijakan LTV.

Ia menekankan langkah ini tidak untuk mengakomodir kepentingan salah satu pejabat pemerintahan.

Baca juga artikel terkait KREDIT PERUMAHAN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra