tirto.id - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan kredit perumahan rakyat (KPR) hingga akhir 2018 dapat terdorong sekitar 14 persen setelah ada kebijakan pelonggaran aturan Loan to Value (LTV) kredit properti.
Asisten Deputi Gubernur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Filianingsih Hendarta mengakui dampak pelonggaran LTV kredit properti tidak akan tertalu tinggi bagi pertumbuhan KPR dalam waktu dekat. Dia mencatat pertumbuhan KPR pada Mei 2018 sekitar 12,75 persen atau terpaut sedikit dari target di akhir tahun.
Meskipun demikian, Filianingsih optimistis dampak pelonggaran LTV kredit properti akan mengerek pertumbuhan KPR secara signifikan tiga triwulan ke depan.
"Tidak serta merta [Pertumbuhan KPR tinggi]. Bank harus mempersiapkan diri, akan butuh waktu. Elastisitas pertumbuhan kredit baru terasa 3 triwulan berikutnya," kata Filianingsih di kantor Bank Indonesia Jakarta pada Senin (2/7/2018).
"Tapi kalau [dampak terhadap] suku bunga kredit dan deposito, [bisa muncul] pada bulan yang sama," dia menambahkan.
BI belum lama ini mengeluarkan kebijakan pelonggaran rasio LTV dan rasio Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti. Salah satu dampak Kebijakan yang mulai berlaku 1 Agustus 2018 ini, ialah bahwa sejumlah bank, yang memenuhi syarat, bebas menentukan besaran uang muka KPR untuk pembelian rumah pertama. Ketentuan ini membuka peluang sejumlah bank membebaskan atau mengenakan uang muka ringan pada KPR.
Dia berharap efek pelonggaran LTV ini dapat lebih cepat dari pada kebijakan serupa yang diberlakukan pada 2016. Saat itu dampaknya baru terasa hampir 1 tahun setelah kebijakan itu keluar.
"Berharap ini bisa lebih cepat karena ada inden, bisa jadi stimulus bagi tipe investasi," ujarnya.
Filianingsih menjelaskan BI mengeluarkan kebijakan pelonggaran LTV kredit properti untuk menstimulus pertumbuhan kredit perbankan, dan kemudian pada akhirnya, mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kami ambil pelonggaran LTV karena latar belakang LTV merupakan bagian dari bauran kebijakan untuk tingkatkan pertumbuhan ekonomi. Masih ada potensi akselerasi," ujarnya.
Pertumbuhan KPR, menurut perhitungan Filianingsih, akan menstimuli kredit perbankan sehingga mampu tumbuh 10 -12 persen hingga akhir 2018.
"Menurut hemat saya, bisa tercapai karena sekarang saja posisi [pertumbuhan] kredit [perbankan] kalau secara yoy (year on year) per Mei [2018], sebesar 10,26 persen," ucap dia.
Filianingsih menyebut 4 alasan yang memungkinkan pertumbuhan KPR mampu menjadi stimulus positif bagi perekonomian. Alasan pertama, saat ini permintaan produk properti terus meningkat. Sementara yang kedua, kemampuan bayar dari para debitur cukup memadai.
"Ketiga, resiko KPR cukup terkelola. Keempat, sektor properti ada efek multiplier-nya. Kalau properti berjalan semua berjalan, industri semen, baja, dan lainnya," kata dia.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom