tirto.id - Kebakaran tangki minyak kembali terjadi di Pertamina Balongan, Indramayu pada Rabu, 7 Maret 2022. Kejadian itu terjadi pada katup tekanan (pressure vacuum valve) di area tangki terintegrasi Terminal Balongan yang dikelola oleh PT Pertamina Patra Niaga. Lokasi tersebut berjarak sekitar satu kilometer dari Kilang Balongan yang terbakar dan meledak satu tahun lalu.
Diduga kebakaran malam itu akibat tersambar petir di tangki 107 yang berisi bahan bakar minyak jenis pertalite sekitar pukul 23.40. Saat kejadian, tangki penyimpanan BBM milik PT Pertamina Patra Niaga sempat meledak dan terbakar sehingga sempat membuat warga panik. Api berhasil dipadamkan satu jam kemudian atau tepatnya pukul 01.03 WIB (Kamis).
Budi Laksana, salah satu warga Balongan menuturkan istri dan kedua anak sempat panik ketika mendengar ledakan dan kebakaran lantaran dirinya sedang melaut pada malam kejadian. Ia baru mengetahui terjadi kebakaran di Integrated Terminal Balongan setelah pulang melaut pada pagi hari. Ia bilang, pada saat kejadian sang istri dan anaknya tak mengungsi lantaran kebakaran tersebut tidak sebesar tahun lalu.
Ia mengungkapkan kebakaran tahun lalu sangat besar sehingga membuat dirinya, istri dan kedua anaknya mengungsi ke rumah saudara yang jaraknya 10 kilometer dari rumahnya di Balongan. Sedangkan rumahnya dan pemukiman warga lainnya sangat dekat kilang, hanya bersebelahan dengan jalan raya.
"Rumah saya Desa Balongan, masuk ring satu," kata Budi kepada Tirto, Kamis (15/9/2022)
Selain Desa Balongan, Desa Majakerta dan Desa Sukaurip juga masuk zona satu, kemudian zona dua ada Desa Sukareja dan Desa Tegalurung. Sedangkan zona tiga Desa Singajaya. Pada saat kejadian ledakan dan kebakaran Kilang Balongan, warga lima desa kecuali Singajaya mengungsi ke tiga lokasi; Pendopo Kabupaten Indramayu, GOR Bumi Patra dan Masjid Islamic Center Indramayu.
Pihak PT Kilang Pertamina Internasional mengklaim kebakaran empat unit tangki 42-T-301 E/F/G/H di RU VI Balongan pada 29 Maret 2021 terjadi sekitar pukul 00.45 dini hari. Kebakaran diduga karena sambaran petir sehingga menyebabkan degradasi pada dinding/ plat di tangki G.
Api yang melalap kilang minyak Balongan itu terlihat dari jarak sejauh lima kilometer. Meskipun sejauh itu, api terlihat membumbung tinggi.
Sementara itu, hasil investigasi Ombudsman RI menyebutkan sebelum kebakaran, warga Balongan sudah mencium adanya bau menyengat beberapa hari sebelum kilang meledak. Pada Minggu sore, 28 Maret 2021, warga telah mendatangi lokasi kilang untuk menyampaikan keluhan itu kepada humas, namun tidak direspons.
"Bau menyengat itu menimbulkan reaksi pada masyarakat di sekitar lokasi kilang dan sampai protes, tapi tidak ada respons, itu menurut saya bagian dari kelalaian tanggung jawab Pertamina " kata Hery Susanto kepada Tirto, Senin (19/9/2022).
Lantaran tidak memperoleh respons, warga yang emosi melakukan protes lagi dan melakukan aksi lempar batu ke kantor Pertamina pada pukul 21.30. Pada pukul 22.00, warga yang melakukan protes dibubarkan oleh Polsek Balongan. Tak lama setelah protes dibubarkan atau tepatnya pada pukul 23.45 terjadi ledakan kecil di tangki 42-T-301-G dan terbakar. Lalu api menyebar ke tangki 42-T-301-E, 42-T-301-F, dan 42-T-301-H. Kemudian ada ledakan besar pukul 00.45. Temuan Ombudsman, klaim Hery, memang terjadi kebocoran di tangki G.
Raden Akso Surya Darmawangsa, warga Desa Balongan lainnya menilai, kasus kebakaran berulang kali dengan alasan petir di Pertamina Balongan menjadi janggal. Setiap kejadian pasti tengah malam. Kebakaran Kilang Balongan pada Maret 2021 terjadi pukul 00.45, kemudian kebakaran di Integrated Terminal Balongan pada September 2022 pukul 23.40. Semua kejadian di Pertamina Balongan itu pada saat hujan.
Klaim Darmawangsa, alasan insiden alam seperti petir supaya pihak Pertamina tidak memberi ganti rugi yang besar. Beda halnya ketika kebakaran karena kelalaian manusia, ganti ruginya kepada warga bisa lebih besar.
"Biasa, petir selalu dikambinghitamkan," kata Darmawangsa kepada Tirto, Senin (19/9/ 2022).
Citra Satelit Kilang Balongan di Hari Kebakaran
Kilang minyak di Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh kilang Direktorat Pengolahan Pertamina yang dikelola oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)- anak usaha PT Pertamina. Kegiatan utamanya adalah mengolah minyak mentah menjadi produk bahan bakar minyak (BBM), non BBM, dan petrokimia.
Kilang minyak ini terletak di Indramayu, Jawa Barat, sekitar kurang lebih 200 km arah timur Jakarta. Area kilang RU VI Balongan seluas kurang lebih 250 Ha yang mampu memproduksi dengan kapasitas produksi BBM 125.000 barel per hari, kini menjadi 150.000 barel per hari. Kilang Minyak Balongan ini telah mampu memproduksi avtur (jet fuel), bahan bakar untuk penerbangan, Pertamax, Pertamax Plus, Solar, Pertamina DEX, Kerosene (Minyak Tanah), LPG, Propylene.
Menurut Laporan PT KPI, dampak kebakaran Kilang Pertamina Balongan seluas 2 Ha dari area luas tangki 180 Ha meliputi 4 tanki 71 tanki atau 7% dari kapasitas total tangki yang ada di kilang Balongan, tepatnya pada tangki 42-T-301-E, 42-T-301-F, 42-T-301-G dan 42-T-301-H.
Citra Satelit Zoom Earth menunjukan spot kebakaran di Kilang Balongan terjadi sejak 28 Maret 2021, data tersebut sesuai dengan temuan investigasi Ombudsman yang menyebutkan ledakan pertama terjadi pada pukul 23.45. Berbeda dengan klaim PT KPI, terjadi pada pukul 00.45. Kemudian kebakaran masih tetap terdeteksi sampai dengan tanggal 3 April 2021. Artinya selama 7 hari kebakaran di Kilang Balongan terdeteksi oleh satelit.
Berdasarkan pantauan citra Zoom Earth, luas area yang terbakar di Kilang Balongan pada 28 Maret tersebut mencapai lebih dari 23 hektare. Dari riset Tirto lewat situs ventusky.com - yang menggunakan citra satelit untuk melihat berbagai elemen seperti cuaca, kecepatan angin, suhu, petir dsb - pada 28 Maret kecepatan angin di Balongan rerata 4,8-12,8 km/ jam dalam waktu 24 jam dan suhu 27,7 derajat celcius.
Menariknya pada tanggal 28 Maret pukul 19.00 hingga 29 Maret 2021 pukul 01.00 dini hari, petir tidak ada di wilayah Kilang Balongan, melainkan di Kecamatan Pasekan dan Desa Terusan- Indramayu. Lokasi masing-masing daerah itu sekitar 11-7 km dari Kilang Balongan. Sedangkan sisi timur laut Kilang Balongan petir berjarak 16 km dan sisi Timur berjarak petir 18 km.
Temuan tim Tirto, hampir sama dengan temuan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG mengemukakan peristiwa kebakaran yang melanda Kilang Balongan di Indramayu tidak dipengaruhi sambaran petir.
"Berdasarkan alat monitoring 'lightning detector' yang berlokasi di BMKG Jakarta dan BMKG Bandung dari pukul 00.00 hingga pukul 02.00 WIB, bahwa tidak terdeteksi adanya aktivitas sambaran petir di wilayah kilang minyak Balongan, Indramayu," kata Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu, Rahmat Triyono dalam siaran pers, Senin (29/3/2021).
Ia mengatakan kebakaran di kilang minyak Balongan milik Pertamina di Indramayu sekitar pukul 00.45 WIB, telah ditindaklanjuti BMKG dengan melakukan analisa terhadap kejadian sambaran petir di sekitar lokasi kejadian. BMKG melaksanakan pemantauan aktivitas sambaran petir di seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan alat pendeteksi petir di 56 lokasi.
"Monitoring dilakukan menggunakan alat 'lightning detector' dengan resolusi alat monitoring BMKG efektif pada radius 300 kilometer," katanya.
Alat monitoring ini terpasang di 11 stasiun BMKG dan di Pulau Jawa untuk memantau aktivitas petir dari Banten hingga Jawa Timur. Berdasarkan hasil monitoring alat kelistrikan udara, kata Rahmat, bahwa pada saat kejadian kebakaran sekitar pukul 00.00- 02.00 WIB, menunjukkan kerapatan petir berkumpul pada bagian barat kilang minyak Balongan sejauh kurang lebih 77 kilometer, yaitu di sekitar Subang dengan klasifikasi tingkat kerapatan petir sedang hingga tinggi.
Petir adalah kilatan listrik di udara yang disertai bunyi gemuruh karena bertemunya awan yang bermuatan listrik positif dan negatif. Petir mempunyai tiga tipe, yaitu dari awan ke awan, di dalam awan dan dari awan ke bumi. Petir yang paling berbahaya bagi kehidupan di bumi adalah dari awan ke bumi
Rahmat menambahkan, ada dua sambaran petir tapi di Laut Jawa. Sambaran petir pertama pada pukul 00.19 WIB di arah timur laut Balongan sejauh 32,8 kilometer (titik koordinat -6.125; 108.545) dari lokasi Kilang Minyak Balongan. Sambaran kedua pada pukul 01.48 WIB di arah barat laut Balongan sejauh 34,8 kilometer (-6.165; 108.162) dari lokasi kebakaran kilang.
Adapun lima kejadian petir lainnya tercatat pada 28 Maret 2021 dari pukul 20.00 hingga 24.00 WIB. Sebanyak empat petir menyambar di darat, satu lainnya dekat pantai utara, dengan jarak terdekat dari Balongan yakni 9,9 kilometer. Sambaran petir itu terekam pada pukul 23.26 WIB.
Rahmat mengatakan, tangkapan kejadian petir di sekitar Balongan itu diperoleh BMKG dari detektor yang dipasang di Stasiun Geofisika Bandung. Jarak antara Indramayu sekitar 90 kilometer dari Bandung. Artinya jarak tersebut terpantau oleh alat pendeteksi milik BMKG.
Alasan Petir atau Kelalaian?
Sejak awal kebakaran, PT Pertamina Kilang Internasional menduga Kilang Balongan tersambar petir sehingga bocor dan meledak. Kesimpulan ini diambil Pertamina berdasarkan analisis dari empat investigator di lapangan; Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) yang berada di bawah BPPT, Pusat Penelitian Petir LAPI ITB, Ditjen Migas Kementerian ESDM, dan satu lembaga luar negeri yaitu Det Norske Veritas (DNV).
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Djoko Priyono, menjelaskan hasil penyebab kebakaran tangki Balongan oleh keempat investigator tersebut berbeda-beda. Namun, Pertamina mengambil kesimpulan yang condong pada hasil pengecekan Pusat Penelitian Petir LAPI ITB.
Untuk penyebab kebocoran, Djoko mengatakan kesimpulannya adalah terjadinya sambaran petir yang menyebabkan degradasi pada dinding di tangki G.
"Ini menyebabkan penurunan penipisan dinding/plat atau las-lasan tangki G, disusul dengan robek dan bocornya dinding tersebut akibat tekanan mekanik dari dalam tangki yang telah terisi BBM pada level mendekati penuh," kata Djoko dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (29/9/2021).
Fatma Lestari, anggota NFPA (National Fire Protection Association), organisasi yang berfokus pada masalah pencegahan kebakaran, kelistrikan dan keamanan gedung mengatakan, pertama, bila benar alasannya petir maka ada tercatat di penangkal petir Pertamina mulai dari berapa kekuatannya, lokasinya di mana dsb.
"Kalau dia beri alasan kebakaran karena petir, harusnya di penangkal petir kecatat, jam berapa, lokasinya di mana, berapa kekuatannya. Nah itu seharusnya bisa mereka tunjukan bukti itu," kata Fatma kepada Tirto, Sabtu (1/9/2022).
Kedua soal cakupan dan kemampuan penangkal petir harus dipastikan efektif. Penangkal petir merupakan perangkat sederhana berupa batang berbentuk tombak dari bahan logam yang runcing dan kabel. Ada 3 bagian komponen utama perangkat ini; splitzen atau batang penangkal, kawat konduktor, dan tempat pembumian. Rangkaian ini adalah jalur bagi arus listrik dari petir untuk diteruskan langsung ke permukaan bumi
Ketiga soal standar operasional prosedur (SOP) dalam cuaca mendung dan hujan harusnya perusahaan tidak membolehkan orang berkegiatan di luar atau outdoor. Harusnya ada kebijakan tersebut yang tertulis di lapangan. "Dilarang bekerja disaat mendung dan hujan". Namun, dugaan Fatma SOP tersebut tidak ada di mereka (Pertamina Balongan)
Terakhir, kata Fatma yang merupakan Anggota Ahli Tim Independen Pengendalian Keselamatan Migas Kementerian ESDM- Ditjen Migas, tidak boleh ada loading-unloading saat mendung atau hujan. Artinya memindahkan BBM antar pipa maupun tangki tidak boleh dilakukan. Pasalnya saat transfer BBM tersebut bisa terjadi fluida bergerak yang menimbulkan gaya elektrostatik. Kalau ada sumber api, dapat langsung tersambar.
Tirto mencoba melakukan konfirmasi ke PT KPI terkait kebakaran kilang karena alasan petir. Padahal BMKG menyatakan tidak ada petir di wilayah Kilang Balongan. Melalui Pjs Corporate Secretary PT KPI, Milla Suciyani menyebutkan BMKG sudah melakukan revisi.
“BMKG waktu itu sempat revisi ya, tapi tidak di sekitar kilang,” kata Milla saat dihubungi Tirto, Senin (4/10/2022).
Ia meminta waktu untuk melihat data dan berjanji akan menjawab pertanyaan Tirto melalui pesan WhatsApp, tapi sampai naskah tayang Milla tak merespons lagi pertanyaan Tirto.
Selain itu, pada 21 April 2021 penyidik Polri menemukan unsur tindak pidana pada peristiwa kebakaran Kilang Minyak Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat yang terjadi pada akhir Maret 2021.
"Kesimpulan dari gelar perkara adalah ditemukan adanya tindak pidana pada peristiwa tersebut, sehingga perkara dinaikkan pada tahap penyidikan," ucap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen saat itu, Pol Rusdi Hartono di Mabes Polri.
Polisi masih mengusut perihal ledakan kilang minyak PT Pertamina RU VI Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pengusutan berdasar laporan Nomor: 147/IV/2021/Jabar/Polres Indramayu. Pada perkara ini, penyidik telah memeriksa beberapa saksi. Pusat Laboratorium Forensik Polri pun turun tangan guna menemukan barang bukti dan menganalisisnya. Kemudian polisi melakukan gelar perkara pada 16 April 2021.
"Karena penyidik menilai berdasarkan fakta dan bukti yang ada. Adanya kesalahan, adanya kealpaan sehingga menimbulkan kebakaran atau ledakan. Ini sesuai dengan Pasal 188 KUHP," sambung dia.
Lima bulan kemudian, Polri menganulir pernyataan tersebut, hal itu diungkap Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. Ia bilang penyebab kebakaran kilang minyak milik PT Pertamina RU VI Balongan di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, lebih karena faktor alam.
Kebakaran Kilang, Siapa Yang Diuntungkan & Dirugikan?
Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada menilai ada dua indikasi terkait kebakaran beruntun pada tangki kilang minyak milik PT Kilang Pertamina Internasional. Indikasi pertama menunjukan bahwa Pertamina tidak menggunakan sistem berstandar internasional.
Dalam sistem keamanan standar internasional, lanjutnya, standar itu zero accident. Kalau misalnya terkena petir maka kemudian sistem itu secara berlapis mencegah terjadi kebakaran. Indikasi kedua, dugaan unsur kesengajaan dari pihak tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan impor BBM. Ketika produksi BBM di Balongan berkurang maka diganti dengan BBM impor.
"Kebakaran beruntun semakin menguatkan indikasi ada unsur kesengajaan dengan tujuan peningkatan volume impor pasca kebakaran yang menjadi lahan perburuan rente di impor BBM," kata Fahmy kepada Tirto, Kamis (22/9/2022).
Ini sejalan juga dengan kajian Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dinakhodai Faisal Basri. Sebagai anggota tim reformasi, kata Fahmy, memang ada upaya sistemik dari pihak yang kami sebut dulu sebagai mafia migas itu melakukan hambatan dalam pembangunan kilang minyak baru Pertamina.
Insiden kebakaran akan memperbesar biaya impor bahan bakar minyak nasional. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak tercatat sebanyak 10,57 juta barel sepanjang Januari hingga Juli 2021. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yakni 10,33 juta barel.
Laporan BPS, ada 10 negara impor minyak mentah dan hasil minyak terbesar di Indonesia pada 2021. Pertama Singapura; 10,3 juta ton, Malaysia; 5,77 juta ton, Arab Saudi; 5,76 juta ton, Amerika Serikat; 4 juta ton, Nigeria; 3,9 juta ton, Uni Emirat Arab; 2,1 juta ton.
Selanjutnya , Uni Emirat Arab: 2,1 juta ton, Australia; 1,5 juta ton, Tiongkok; 810 ribu ton, Qatar;738 ribu ton dan Korea Selatan; 708 ribu ton. Sepanjang 2021, Indonesia telah melakukan impor minyak sebanyak 42,1 juta ton. Angka itu meningkat daripada impor 2020 sebesar 37,6 juta ton.
Catatan Tirto, kebakaran di Pertamina Balongan telah terjadi empat kali; pertama pada Oktober 2007. Insiden 15 tahun lalu, kobaran api melahap fasilitas pembuangan limbah di kilang. Kedua pada 4 Januari 2019, kebakaran terjadi di fasilitas pasokan gas ke pengolahan minyak milik anak usaha PT Pertamina EP Aset 3. Selanjutnya pada Maret 2021 dan terbaru 7 September 2022.
Selain itu, Fahmy juga mengkritik kinerja Polri dalam mengungkap kasus kebakaran kilang yang setengah hati. Menurut pengamatan Fahmy, setiap terjadi kebakaran kilang maka ada penyidikan. Akan tetapi kasusnya enggak pernah tuntas dan transparan kepada publik. Selalu menerima alasan petir sebagai alasan. Padahal BMKG bilang tidak ada petir di Kilang Balongan.
"Yang menguat itu unsur kesengajaan tapi enggak pernah ditangkap," tutup Fahmy.
Kalau kasus kebakaran kilang terus didiamkan maka kasus serupa akan terus berulang tanpa ada penyebab utamanya. Selain itu, ia menjelaskan bahwa kebakaran tidak hanya meludeskan tangki penyimpanan minyak, tetapi juga mengancam keselamatan warga di sekitar area kilang.
Kasus ledakan dan kebakaran Balongan menyebabkan 29 orang luka ringan, enam orang luka berat. Empat diantaranya meninggal dunia. Sementara 932 orang mengungsi di tiga lokasi.
Bukan hanya itu, kebakaran dan ledakan tersebut merusak 3.000 lebih rumah warga mulai dari berat, sedang dan ringan. Sayangnya tak semua kerugian tersebut diganti, seperti pengalaman Budi Laksana. Dia bilang, asbes atap rumahnya jebol dan kaca depan rumah pecah.
Akan tetapi kerusakan itu dia ganti sendiri karena proses ganti rugi oleh pihak perusahaan berbulan-bulan. Ia mengganti sendiri karena tidak mau rumahnya bocor ketika hujan, apalagi Budi memiliki dua anak kecil.
“Rumah saya asbesnya jebol karena tekanan, kandang burung saya jatuh. Lumayan besar jebolnya dan sebagian kaca depan pecah,” kata Budi.
Ia bilang sebagian warga sudah diganti rugi, tapi ada juga yang belum karena sudah mengganti sendiri lantaran kelamaan. Ketika tim verifikasi datang, rumahnya sudah diperbaiki sendiri sehingga tidak masuk dalam data korban ganti rugi. Selain itu, perusahaan berjanji untuk ganti immaterial dan psikis tapi Budi tak mengetahui prosesnya seperti apa.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Adi Renaldi