tirto.id - Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Santo Darmosumarto, membantah pihaknya melakukan penelantaran kepada empat orang warga negara Indonesia yang meminta perlindungan dan fasilitas untuk kembali ke Indonesia. Hal itu sebagai bentuk bantahan terdapat sejumlah pemberitaan yang menyebut KBRI Kamboja menelantarkan empat WNI saat meminta perlindungan.
"KBRI Phnom Penh tidak menelantarkan para WNI asal Binjai ini, atau WNI dari daerah mana pun di Indonesia. Ke-4 WNI mendapatkan perlakuan yang sama seperti WNI lainnya, sesuai prosedur dan standar pelayanan yang ada," kata Santo, dalam keterangan pers, Selasa (13/5/2025).
Santo menjelaskan bahwa salah satu dari empat orang WNI yang berinisial CR pernah mendapatkan fasilitas pemulangan dari KBRI Kamboja untuk pulang ke Indonesia, pada 2022. Namun, CR kembali ke Kamboja ke pekerjaan lamanya sebagai operator di bidang penipuan online. Oleh karenanya, Santo menyebut CR adalah sebagai pelaku kambuhan atas ulahnya.
"Salah satu dari WNI dimaksud (CR), adalah “korban/pelaku kambuhan”, yang Tercatat pernah sebagai operator di bidang penipuan online di Kamboja. Pada tahun 2022, yang bersangkutan difasilitasi kepulangannya ke tanah air oleh KBRI Phnom Penh atas biaya penuh Pemerintah Republik Indonesia. Namun, di tahun 2024, CR ke Kamboja lagi dengan paspor baru dan kembali menjadi operator di bidang yang sama," tutur Santo.
Dia mengungkapkan status CR yang telah berulang kali pulang pergi ke Kamboja membuatnya memiliki status sebagai repeat offender. Sebagai bentuk konsekuensi, CR harus mendekam di Detensi Imigrasi selama proses pengurusan exit visa.
"Dikarenakan status CR sebagai “repeat offender”, maka pihak Imigrasi Kamboja telah menempatkannya di Detensi Imigrasi selama menyelesaikan pengurusan exit visa. Adapun 3 WNI lainnya telah mengurus exit visa dan dapat kembali ke Indonesia secara mandiri," tutur Santo.
Kepada KBRI Kamboja, empat WNI tersebut mengaku tak sanggup mencapai target kerja yang ditetapkan oleh perusahaan mereka bekerja. Empat WNI tersebut mengaku jika tak ada kekerasan fisik yang mereka dapat selama bekerja.
"Dalam laporannya, para WNI menerima gaji bulanan, tidak dibatasi geraknya, dan tidak mendapatkan kekerasan fisik. Namun demikian, target kerja yang ditetapkan “perusahaan” dianggap terlalu tinggi, yang membuat pekerjaan menjadi sulit dilanjutkan," kata dia.
Sebagai bentuk ketegasan, Santo menyampaikan jika KBRI Phnom Penh berkomitmen melindungi WNI di Kamboja secara profesional dan sesuai hukum yang berlaku. Di saat yang sama, KBRI tidak dapat mentolerir perspektif yang sepertinya “menormalisasi” keterlibatan dalam aktivitas penipuan online sebagai pekerjaan yang sah. Aktivitas penipuan online jelas-jelas memakan korban di tanah air.
"KBRI Phnom Penh juga berharap seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah dan media massa, dapat mendukung upaya penyuluhan tentang bahaya bekerja di luar negeri secara nonprosedural, terutama di bidang yang illegal. KBRI tidak jarang menemukan WNI yang memohon fasilitasi pemulangan untuk kesekian kalinya, setelah kembali mencoba pekerjaan yang too good to be true di luar negeri," tukas dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































