Menuju konten utama

Kasus Surat Stafsus Andi Taufan, KPK Dinilai Perlu Turun Tangan

Ketua Umum BMI Farkhan Evendi mendorong agar KPK turun tangan terkait dugaan penyelewenang kekuasaan yang dilakukan stafsus milenial Jokowi, Andi Taufan Garuda.

Kasus Surat Stafsus Andi Taufan, KPK Dinilai Perlu Turun Tangan
Presiden Joko Widodo bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (ki-ka) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua PMII Aminuddin Ma'ruf ketika diperkenalkan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A./nz

tirto.id - Kasus dugaan abuse of power yang dilakukan Andi Taufan Garuda, staf khusus milenial Presiden Joko Widodo terus menuai protes. Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI) Farkhan Evendi bahkan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.

Farkhan menilai tindakan Andi Taufan keliru karena sudah menyalahgunakan wewenang selaku staf khusus. Ia dinilai tidak memahami bahkan sengaja tidak menyadari ada perbedaan dalam hal etika dan regulasi yang berkaitan dengan adiministrasi saat bekerja di perusahaan milik sendiri dan bekerja di bawah naungan pemerintah.

“Mental Andi Taufan Garuda rusak, Jokowi harus memecatnya dan KPK perlu untuk menyelidikinya. Jangan sampai kasus semacam ini berjalan biasa di pemeritahan Jokowi. KPK dan rakyat perlu mengawasi pemeritahan agar uang negara tidak dijadikan bancakan,” kata Farkhan dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (15/4/2020).

Farkhan juga berharap Kementerian Desa tak menanggapi dan menganggap surat rekomendasi kerja sama ke perusahaan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) milik staf khusus presiden itu. Farkhan juga mengimbau pejabat lain agar di tengah kondisi saat ini sense of crisis dimunculkan.

Hal senada diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha. Ia meminta Presiden Jokowi untuk memecat stafsus yang telah melakukan penyimpangan atau menggunakan jabatannya sebagai untuk kepentingan pribadi dan kelompok yang bersangkutan.

“Mendesak Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja serta posisi staf khusus yang kurang dari setahun menjabat tapi diduga telah menimbulkan konflik kepentingan," kata Egi kepada wartawan.

Dalam kasus ini, Andi Taufan mengakui mengirim surat yang ditunjukan kepada pejabat tingkat kecamatan atau camat di beberapa daerah. Surat itu terkait kerja sama perusahaannya sendiri, PT Amartha Mikro Fintek, untuk menjadi relawan COVID-19.

Namun ia mengakui, mengirim surat dengan kop Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, merupakan tindakan yang salah. "Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut," kata Andi dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Selasa (14/4/2020).

"Mohon maaf atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang timbul," imbuhnya mengulangi.

Menurut Andi, surat itu bersifat pemberitahuan: perusahaannya mendukung program Desa Lawan COVID-19. Program itu diinisiasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

“Maksud saya ingin berbuat baik dan bergerak cepat untuk membantu mencegah dan menanggulangi COVID-19 di desa, melalui dukungan secara langsung oleh tim lapangan Amartha yang berada di bawah kepemimpinan saya," terangnya sebagai CEO PT Amartha Mikro Fintek.

Surat tersebut diterbitkan per tanggal 1 April 2020 dengan tanda tangan Andi Taufan Garuda Putra selaku staf khusus presiden. Menurut dia, dukungan Amartha murni atas dasar kemanusiaan dan dengan biaya Amartha dan donasi masyarakat yang akan dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.

“Dukungan yang diberikan dilakukan tanpa menggunakan anggaran negara, baik APBN maupun APBD," Kata Andi.

Baca juga artikel terkait STAF KHUSUS MILENIAL atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maya Saputri