tirto.id - Kasus penembakan empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) perlahan tenggelam di tengah hiruk pikuk pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat pemecatan puluhan pegawai. Bagaimana kelanjutan kasusnya?
Pelimpahan berkas perkara untuk dua tersangka diserahkan dengan surat pengantar Nomor: B/59/IV/2021/Dittipidum bertanggal 23 April 2021, diterima di Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung pada 27 April.
Pada awal Mei lalu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara pembunuhan di luar hukum itu kepada penyidik Bareskrim Polri. Berkas perkara atas nama FR dan MYO dinyatakan belum lengkap sebagaimana surat P-18 Nomor: B-1609/E.2/Eoh.1/04/2021 bertanggal 30 April 2021.
Polri menargetkan berkas rampung pekan ini dan akan segera melimpahkannya lagi. "Minggu ini akan dilimpahkan kembali ke jaksa penuntut umum," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (2/6/2021). Fail tersebut akan dikembalikan lengkap dengan petunjuk-petunjuk dari jaksa peneliti sebagaimana yang tertera dalam surat pengembalian.
Dalam kasus ini polisi menetapkan tiga personel Polda Metro Jaya sebagai tersangka. Namun, saat proses penyidikan berlangsung, salah satu tersangka berinisial EPZ tewas lantaran kecelakaan tunggal. Maka berdasarkan Pasal 109 KUHAP, pengusutan perkara terhadap EPZ disetop.
Kasus ini bermula pada 7 Desember 2020, kala polisi mengejar mobil Rizieq Shihab dan pengawalnya. Pengejaran itu berujung pada tewasnya enam orang, dua tewas saat baku tembak dan empat lainnya diduga dibunuh di tengah perjalanan setelah ditangkap. Jadi ada dua kasus dalam satu peristiwa yang sama.
Harus Transparan
Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif mengatakan kerja aparat sangat lamban dalam mengurus kasus kematian anggota laskar. PA 212 sendiri secara organisasi beririsan erat dengan FPI.
"Padahal itu bagian rekomendasi komnas HAM. Penegakan hukum makin mengecewakan," kata Slamet kepada reporter Tirto, Kamis (3/6/2021). "Kami sudah lama mendorong agar eksekutor dan aktor intelektualnya diungkap transparan."
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara meminta Kejaksaan Agung segera langsung memproses revisi berkas jika telah diberikan oleh Bareskrim Polri. "Sehingga bisa langsung ditindaklanjuti oleh kejaksaan ke proses hukum selanjutnya," kata Beka kepada reporter Tirto, Kamis.
Komnas HAM meminta proses hukum terhadap para tersangka--yang merupakan anggota Polri--harus adil dan transparan tanpa ada yang ditutup-tutupi sehingga publik bisa menyaksikan dan menilai. "Komnas berharap berjalan secara cepat, ya. Penyidik bisa bekerja secara cepat, dan apa pun bisa dikomunikasikan ke publik supaya spekulasi tidak bertambah," katanya.
Beka juga mendesak kepada Polri agar mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap para petugas yang juga melakukan pengejaran, terdapat dalam dua mobil Avanza hitam B 1759 PWQ dan Avanza perak B 2178 KJE.
Kemudian mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI.
Selain itu, Komnas HAM meminta penegakan hukum akuntabel, objektif, dan transparan sesuai dengan standar HAM.
Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan terlebih karena kasus tersebut adalah unlawful killing/extra judicial killing atau ada keterlibatan perangkat negara, maka persidangan dua polisi yang menjadi tersangka harus digelar secara terbuka untuk umum. Tujuannya agar kasus tersebut juga bisa diawasi oleh publik dan tidak terjadi kembali peristiwa serupa.
Kemudian, persidangan juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai rekomendasi Komnas HAM guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
"Akuntabilitas aparat negara benar-benar diuji dalam kasus ini," katanya.
Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur juga menyatakan mestinya proses pengusutan ini bisa cepat. "Jangan sampai kasus ini menguap dan sangat lama seperti kasus Novel Baswedan,” ujar dia kepada reporter Tirto, Rabu.
Ia juga mendesak agar kasus ini dibuka secara terang, meski dia sendiri pesimistis karena "struktur penyidikan masih di bawah sistem komando." Maka Isnur mengimbau agar masyarakat juga dapat 'memeloti' perkara ini agar semua pihak terkait, termasuk jaksa dan hakim, tidak diintervensi siapa pun.
Kuasa hukum korban, Aziz Yanuar, enggan berkomentar lebih jauh tentang kelanjutan kasus ini. Kepada reporter Tirto, Kamis, ia berkomentar singkat: "Insya Allah. Kami lihat saja."
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino