tirto.id - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat akhirnya menetapkan Muhammad Rizieq Shihab sebagai tersangka dalam kasus dugaan penodaan terhadap dasar negara Pancasila dan pencemaran nama baik Presiden RI Pertama, Sukarno.
Peningkatan status hukum tersebut diumumkan setelah Polda Jawa Barat menggelar perkara, pada Senin (30/1/2017). Dari gelar perkara itu, penyidik menyimpulkan kasus yang menjerat Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu sudah memenuhi unsur pidana dan menaikkan statusnya sebagai tersangka.
Kasus ini bermula saat Sukmawati Soekarnoputri, putri dari Sukarno melaporkan Rizieq ke Mabes Polri, pada 27 Oktober 2016 (belakangan kasus ini dilimpahkan ke Polda Jawa Barat). Saat itu, adik dari Megawati ini menduga bahwa Rizieq telah melecehkan Pancasila dalam ceramahnya yang beredar di YouTube.
Ia juga menuding Rizieq telah menghina kehormatan dan martabat proklamator Indonesia, Sukarno. Atas dasar itu, Sukmawati akhirnya melaporkan Rizieq atas pelanggaran tindak pidana penodaan terhadap lambang dan dasar negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154a KUHP dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 57a jo Pasal 68 UU no 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Namun, Ketua Bantuan Hukum FPI Jawa Barat, Kiagus Muhammad Choiri menilai kalau penetapan Rizieq sebagai tersangka dalam kasus dugaan penodaan Pancasila sebagai sesuatu yang mengada-ngada. Pihaknya akan menempuh jalur praperadilan terkait kasus yang menjerat kliennya tersebut.
“Kami akan mengambil langkah untuk mempraperadilankan masalah ini. Tapi kami akan menunggu surat penetapan tersangka dari Polda Jabar dulu. Lalu menunggu pemanggilan pertama setelah jadi tersangka ini,” ujarnya, pada Selasa (31/1/2017).
Menurut Kiagus, ada beberapa alasan kenapa pihaknya akan menempuh langkah praperadilan ini. Salah satunya adalah pelapor (Sukmawati) sebagai saksi hanya melihat potongan gambarnya, sementara dirinya tidak berada di lokasi. Hal ini dinilai lemah untuk dijadikan kekuatan hukum yang mengikat.
Ia juga menilai penetapan kliennya tersebut telah menyalahi prosedur. Misalnya, kabar mengenai kliennya sebagai tersangka sudah didengarnya dari minggu lalu. Namun, hingga kini [31 Januari] pihaknya belum mengantongi surat resmi penetapan status tersangka Rizieq.
Perkara Lain yang Melibatkan Nama Rizieq
Kasus hukum yang menyeret nama Rizieq bukan hanya dugaan penodaan Pancasila yang ditangani Polda Jawa Barat. Penelusuran Tirto, sejak November 2015 hingga 31 Januari 2017 setidaknya terdapat beberapa kasus lain yang menyeret nama pimpinan FPI tersebut, di antaranya:
1. Penghinaan dan pelecehan terhadap budaya Sunda karena telah memplesetkan salam Sunda “sampurasun” yang dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Sunda Menggugat - Angkatan Muda Siliwangi Jawa Barat pada 24 November 2015 (terlapor).
2. Dugaan menghina agama Kristen dalam ceramah di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur yang dilaporkan Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Student Peace Institute (SPI) ke Polda Metro Jaya pada 27 Desember 2016 (terlapor).
3. Dugaan penodaan agama yang dilaporkan Forum Mahasiswa Pemuda Lintas Agama (Rumah Pelita) ke Polda Metro Jaya pada 30 Desember 2016 (terlapor).
4. Tudingan menyebut ada gambar palu arit di lembaran mata uang kertas baru yang dilaporkan Jaringan Intelektual Muda Anti Fitnah (JIMAF) ke Polda Metro Jaya pada 8 Januari 2017 (terlapor).
5. Ceramah tentang gambar palu arit dalam uang baru yang diunggah ke Youtube yang dilaporkan Firmansyah ke Polda Metro Jaya pada 10 Januari 2017 (terlapor).
6. Sangkaan penguasaan tanah ilegal di daerah Megamendung, Cisarua, Bogor yang dilaporkan oleh warga yang berinisial “E” ke Bareskrim Polri pada 19 Januari 2016 (terlapor).
7. Dugaan penodaan Pancasila yang dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri pada 27 Oktober 2016 (tersangka pada 30 Januari 2017)
Dari sekian banyak kasus yang menjerat Rizieq, baru satu kasus yang statusnya sebagai tersangka, yaitu penodaan terhadap simbol negara, Pancasila yang diproses Polda Jawa Barat. Namun, tidak mustahil jika kasus-kasus lain juga statusnya akan naik karena pihak kepolisian masih memprosesnya.
Misalnya dalam kasus penghinaan terhadap budaya Sunda. Pada 24 November 2015, Aliansi Masyarakat Sunda Menggugat yang diinisiasi oleh Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Jawa Barat melaporkan Rizieq ke Polda Jawa Barat atas tuduhan penghinaan dan pelecehan terhadap budaya sunda karena telah memplesetkan salam sunda “sampurasun” menjadi “campur racun.”
Kasus yang menjerat pria kelahiran Jakarta, 24 Agustus 1965 memang sempat dihentikan oleh Polda Jawa Barat. Namun, belakang kasus ini kembali dilaporkan oleh gabungan dari berbagai elemen masyarakat yang meminta agar kasus tersebut kembali diusut.
“..... mereka mengadakan audiensi ke Polda Jawa Barat untuk melaporkan kembali 'campur racun' itu karena bagi masyarakat Sunda, itu menyakitkan,” kata Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Anton Charliyan, di PTIK Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Selain itu, lanjut Anton, ada pula laporan kasus tanah yang diduga melibatkan Rizieq. Akan tetapi, pihak kepolisian masih menyelidikinya. Menurut Anton kasus tersebut berupa dugaan penyerobotan dan pemilikan tanah negara tanpa hak. Tanah itu adalah tanah Perhutani dengan alamat di Megamendung, Cisarua, Bogor. Dalam dugaan kasus ini, status Rizieq adalah sebagai terlapor.
Sementara dalam dugaan kasus penghinaan rectoverso di lembaran uang baru dari Bank Indonesia, yang disebutnya mirip logo palu arit, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya sudah memeriksa Rizieq sebagai saksi pada 23 Januari lalu.
Kasus ini berawal dari laporan Firmansyah dan diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada 10 Januari 2017. Rizieq dilaporkan terkait ceramah tentang gambar palu arit dalam uang baru yang diunggah ke Youtube.
Lalu, bagaimana jika Rizieq ditersangkakan dalam banyak kasus?
Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali menyebutkan dalam KUHP dikenal istilah gabungan tindak pidana. Ada beberapa kategori penggabungan tindak pidana.
Kategori pertama, jika seseorang melakukan satu perbuatan, tapi ternyata yang dilanggar dua aturan, maka Pasal 63 KUHP dapat diberlakukan. Dalam konteks ini, jika satu perbuatan masuk dalam kategori lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan tersebut, yakni yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. “Dalam hal ini, kejahatannya satu, tapi yang dilanggar dua,” ujarnya kepada wartawan Tirto. Dakwaan macam ini jenisnya concursus idealis.
Namun, dalam kasus Rizieq, Mahrus berpendapat penggunaan Pasal 65 KUHP lebih tepat, karena ada beberapa perbuatan yang dilaporkan oleh pihak yang berbeda-beda pula. Jika digabungkan, dakwaannya termasuk kategori yang kedua, yakni concursus realis. Gabungan tindak pidana ini diartikan sebagai tindak pidana yang dilakukan dalam waktu yang berbeda dan hanya dilakukan oleh hanya satu orang.
Jika Rizieq menjadi tersangka dalam beberapa kasus, berkas dakwaannya dapat dijadikan satu dan surat dakwaannya kumulatif. Dalam surat dakwaan kumulatif ini, ia bisa didakwa beberapa tindak pidana sekaligus, dan semua dakwaan itu harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut.
Penggabungan dakwaan seperti dilontarkan Mahrus cukup beralasan, mengingat ada aturan hukuman maksimal dalam sistem pidana. Berapapun kejahatan yang dilakukan seseorang, asalkan tidak dituntut hukuman mati atau seumur hidup, maksimal hukuman penjaranya hanya 20 tahun.
Sebagai gambaran, Mahrus memberikan ilustrasi seperti ini: si A menjadi terdakwa dalam delapan kasus. Dari delapan kasus, baru tiga kasus yang disidangkan dengan pidana 18 tahun penjara. Artinya, masih ada lima kasus lagi yang belum disidangkan. Ketika lima kasus sisanya disidangkan, maka hukumannya tidak boleh lebih dari dua tahun, karena aturan hukuman maksimal pidana hanya 20 tahun penjara.
Dengan pertimbangan tersebut, jika status Rizieq dalam kasus-kasus itu menjadi tersangka, Mahrus menyarankan agar berkas dakwaannya dijadikan satu. Tentu saja, semua keputusan pada akhirnya tetap berada di tangan penegak hukum.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maulida Sri Handayani