tirto.id - Cuti haid telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan menjadi hak pekerja perempuan. Namun, menurut Ketua Umum KASBI, Nining Elitos, para buruh justru sulit untuk mendapatkan hak tersebut.
“Ketika buruh perempuan haid dan meminta apa yang menjadi haknya itu harus melalui pemeriksaan dokter di klinik-klinik perusahaan,” kata Nining saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (1/3/2019).
Hal tersebut, kata Nining, justru membingungkan, karena haid juga tidak dianggap sakit oleh dokter. Ada pula beberapa perusahaan yang justru tetap memaksakan mereka yang sedang haid untuk masuk, tetapi diperbolehkan untuk beristirahat di tempat kerja.
Nining juga menjelaskan bagaimana pada akhirnya salah satu jalur yang ditempuh adalah memperlihatkan darah haidnya melalui kapas ke dokter.
“Ini bisa berpotensi memberikan pelecehan pada perempuan,” ujarnya.
Sejumlah jalur yang ditawarkan, pada akhirnya, kata Nining, justru membuat para pekerja perempuan enggan untuk mengambil cuti haid.
“Karena mereka ada ketabuan ketika alat reproduksi mereka harus diperiksa apalagi harus dicek, ini ada rasa risih pada pekerja perempuan,” jelas Nining.
Nining menjelaskan bentuk-bentuk kesulitan, dan diharuskannya ada pemeriksaan, masih banyak terjadi bahkan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bekasi, dan sebagainya.
“Saya membayangkan, di daerah-daerah yang jauh dari akses pemerintah [pusat], akses media, ini jauh lebih, bisa banyak, banyak terjadi hak-hak bagi pekerja. Wilayah Jabodetabek saja, terhadap hak yang mendasar saja, banyak terjadi,” ujar Nining.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri