tirto.id - Catatan: memuat spoiler tipis-tipis
Beberapa tahun terakhir film atau serial populer tentang superhero (atau heroik) tidak pernah kehabisan, bahkan mungkin akan terus menambah, karakter-karakter menggemaskan. Kehadiran mereka mengundang reaksi warna-warni dari penonton: gemas, tawa, tapi tak jarang juga sedih.
Beberapa yang termasuk di dalamnya adalah Baymax di Big Hero 6 (2014), Goose, Baby Groot, Alligator Loki, dan Morris di semesta Marvel, Baby Yoda (selanjutnya disebut sesuai nama aslinya, Grogu) di lini masa Star Wars, dan tentunya King Shark dalam The Suicide Squad (2021).
Baby Groot, King shark, maupun Baymax adalah anggota tim dan semuanya punya kekuatan super. Grogu, misalnya, ditampilkan sebagai anak dari Din Djarin, karakter utama seri wild west antariksa itu. Mereka ditempatkan sebagai sidekick atau karakter dengan screen time yang memadai sehingga cukup membuatnya jadi sorotan.
Karakter-karakter tersebut dapat dibagi ke dalam dua kategori: A) makhluk-makhluk yang wujud aslinya memang dianggap menggemaskan; dan B) makhluk-makhluk rekaan yang dibentuk sedemikian rupa agar menggemaskan.
Pada golongan A ada makhluk-makhluk seperti Goose (dalam Captain Marvel), yang meskipun sejatinya bukan kucing tapi wujudnya persis menyerupai kucing oranye bengal biasa. Ada pula Lockjaw, yang sejauh ini telah tampil dalam komik (Lockjaw and the Pet Avengers) dan film animasi (Marvel Rising: Secret Warriors). Kendati berukuran raksasa dan tergolong inhuman, wujud Lockjaw didesain sebagai anjing buldog betulan dengan tambahan antena.
Alligator Loki (aligator yang mengenakan horned helmet Loki) yang muncul dalam seri Loki juga masuk ke dalam kategori tersebut, meski--tanpa mengurangi rasa hormat kepada para fans aligator--bisa diperdebatkan derajat gemasnya. Yang pasti, Loki varian aligator ini diperlakukan layaknya peliharaan oleh Loki-Loki lain dan adegan-adegan yang menampilkan ekspresi (yang begitu-begitu saja, muka aligator gimana, sih?) serta reaksi dia jelas dihadirkan untuk mengundang tawa.
Pada makhluk-menggemaskan-kategori-B, ada karakter-karakter yang memang dirancang untuk bikin penonton gemas. Baymax tadinya tidak berbentuk bundar-gendut dan enak untuk dipeluk. Baby Groot lahir kembali dengan mata besar seusai Groot dewasa mengorbankan diri dalam Guardians of the Galaxy (2008). Sementara Grogu hadir dalam seri Mandalorian mirip Master Yoda tetapi dengan tingkah laku seperti bayi manusia dan kadang mengeluarkan suara seperti dengkuran kucing. Ada pula King Shark, yang mulanya berwujud hiu martil kekar sebelum tampil di film sebagai hiu putih dengan dad bod (buncit bapak-bapak).
Pada kategori B, kita bisa menarik benang merah: mata besar atau badan yang gendut, perilaku macam bayi/anak kecil, dan tidak berbicara atau hanya tahu sedikit kosakata. Dari segi estetika dan tindak-tanduknya, karakter-karakter itu memenuhi poin-poin pada, sebut saja, formula kegemasan universal.
Lantas, apa yang mendasari hadirnya makhluk-makhluk gemas ini hadir dalam film-film yang plotnya menghadirkan mara bahaya?
Naluri Melindungi
Saat menangani The Suicide Squad, James Gunn menyadari bahwa Nanaue/King Shark rekaannya memanglah menggemaskan. Gunn mengganti desain hiu humanoid dalam komik (hiu martil dengan perut six pack) menjadi hiu putih (great white shark). King Shark yang kita dapatkan juga berperut buncit bapak-bapak dan bercelana golf.
King Shark bisa dikatakan karakter terkuat dalam satgas bunuh diri itu, tetapi ia juga digambarkan kekanak-kanakan, tidak begitu artikulatif, dan tidak punya teman. Sementara karakter imut lain diposisikan rapuh, rentan diserang, mudah terluka, dan kadang tak (begitu) berdaya.
Melihat makhluk dan benda yang menggemaskan seperti itu membawa kebahagiaan bagi manusia. “Dengan menemukan hal-hal yang imut,” kata Sandra Pimentel, psikolog di Montefiore Medical Center, New York, “kita cenderung ingin merawat dan melindungi mereka.” “Mereka lebih cenderung mendapatkan perhatian orang dewasa di sekitar, mengingatkan orang-orang dewasa, 'hei, jaga aku, kami tidak berdaya di sini',” lanjut Pimentel.
Para sutradara nampaknya tahu soal ini. Karenanya mereka mengembangkan karakter-karakter ini dengan menunjukkan interaksi dengan anggota tim lain, membuat mereka dilindungi, dan diselamatkan dari marabahaya.
Etolog Konrad Lorenz mengatakan kindchenschema atau 'skema bayi', yaitu seperangkat fitur fisik kekanak-kanakan seperti kepala besar, mata besar, dahi tinggi dan menonjol, pipi tembam, hidung dan mulut kecil, dan bentuk tubuh montok dianggap lucu dan memang memotivasi perilaku pengasuhan manusia. Karena itulah misalnya dihadapkan pada posisi untuk menolong salah satu saja, secara alami kita memang akan menolong Baby Groot ketimbang, misalnya, Drax the Destroyer.
Para penulis cerita tahu wujud dan perilaku karakter-karakter yang menggemaskan bakal memicu lebih jauh sentimen penonton karena faktor psikologis yang dikatakan Lorenz. Lemparkan mereka ke dalam bahaya berskala besar dan simpati akan datang. Kita ingin mereka selamat dan tetap utuh ketika tugas diselesaikan. Kita juga ingin mereka dilindungi rekan-rekannya.
Di luar itu, ada peluang bisnis yang muncul dari kehadiran karakter lucu. Karakter menggemaskan tentu bisa dibuatkan seri atau film tersendiri dan mendulang uang. Selain itu, mereka juga paling mungkin dihadirkan sebagai cendera mata.
Naluri Membeli
Hasil teratas di mesin pencari ketika saya mengetik soal Morris dalam Shang-Chi adalah plush toy. Tampaknya ia punya peminat yang tinggi. Bahwa makhluk ini terinspirasi oleh hundun dari mitologi Cina baru ada di halaman berikutnya.
Katakanlah tujuan utama karakter-karakter semacam ini adalah mendukung cerita, kemudian untuk mengaduk emosi penonton atau membuat komposisi skuad dan cast dalam film lebih semarak. Kendati tidak bakal blak-blakan diakui, tujuan lain tentu saja menciptakan funko pop, Groot dalam pot, atau boneka Baymax yang empuk.
James Gunn sempat menolak tudingan bahwa menghadirkan Baby Groot dalam filmnya, Guardians of the Galaxy Vol. 2 (2017), sebagai taktik pemasaran belaka. Namun tidak menghadirkan kembali Groot, yang dalam waktu singkat menjadi salah satu karakter terpopuler MCU, tentu sebisa mungkin tak akan dilakukan. Menghadirkannya kembali dalam rupa bayi adalah gagasan cerdik, memberikan lebih banyak variasi merchandise untuk si monster pohon.
Omong-omong soal merchandise karakter lucu, tentu sebaiknya tidak meninggalkan Grogu, yang bisa dibilang karakter menggemaskan paling populer hari ini. Disney diperkirakan kehilangan 2,7 juta dolar AS lantaran menunda perilisan merchandise karakter yang juga disebut 'The Child' ini. Grogu bahkan tidak dimunculkan dalam trailer Mandalorian musim pertama. Ia baru benar-benar muncul ke dunia ketika seri soal bounty hunter asal Mandalore itu diputar.
Permintaan untuk mainan Grogu pun meledak. Pelanggan Amazon telah mencari mainan-mainan dengan kata kunci 'Baby Yoda' lebih dari 90 ribu kali dalam bulan ketika Mandalorian dirilis. Mainan animatronic Grogu produksi Hasbro yang berukuran 1:1, bisa bergerak, berkedip, dan mengeluarkan suara seperti Grogu asli terjual ludes beberapa hari saja sejak diumumkan. Para peminat mainan itu baru bisa mendapatkannya delapan bulan kemudian.
Tidak seperti rekan satu spesiesnya, Master Yoda, Grogu hadir dalam wujud yang jauh lebih menggemaskan, sesuai kindchenschema yang disusun Konrad Lorenz.
"Mengapa tidak sekalian Baby Chewbacca? Baby Jawas? Baby C-3PO? Baby Darth Maul?" tanya Jeremy Gordon di The Outline. Gordon merupakan salah satu yang paling sinis soal hal ini, menyebut Grogu (yang menurut dia sangatlah imut) sebagai "produk dari mesin kapitalis" yang terpaku pada satu tujuan: beli produk kami.
Dengan melihat strategi Disney, yang menguasai 35 persen pasar perfilman, bukan tidak mungkin kita memang akan mendapatkan Baby Chewbacca (yang saat ini pun tersedia mainannya), Baby Jar Jar Binks, dan baby-baby lainnya.
Bagi mereka yang tidak "merasa dipermainkan" seperti Jeremy Gordon, tentu tidak masalah mengeluarkan uang demi memiliki Baymax atau Grogu, atau bahkan Alligator Loki, sebagai teman cuddle. Tentu tiada masalah pula membelikan mainan-mainan itu untuk orang-orang terkasih.
Bagi yang tidak punya cukup uang untuk cendera mata macam ini, seperti saya, melihat kehadiran karakter-karakter menggemaskan dalam film sudah cukup mendatangkan kebahagiaan. Itu, kan, tujuan utama mereka dihadirkan?
Editor: Rio Apinino