tirto.id - Kendati sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), polisi tidak langsung menahannya.
Berkaitan dengan hal itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menjelaskan bahwa dalam Pasal 21 Ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penahanan tidak harus dilakukan terhadap tersangka dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara.
Tito menambahkan, penahanan bisa dilakukan bila ada keyakinan mutlak dari penyelidik saat menentukan status Ahok sebagai tersangka. Sementara pada gelar perkara kemarin, kalangan penyelidik berbeda pendapat setelah mendengarkan paparan para ahli meski mayoritas menetapkan Ahok sebagai tersangka.
"Yang dikatakan adalah dapat dilakukan penahanan dengan syarat objektif, yaitu adanya keyakinan yang mutlak. Tapi penyelidik terbelah, tidak mutlak. Didominasi yang berpendapat ini pidana sehingga ditingkatkan menjadi penyidikan untuk diajukan ke pengadilan," jelas Tito.
Alasan lainnya, Badan Reserse Kriminal Polri menilai Ahok kooperatif mengikuti proses hukum dengan bersedia melakukan klarifikasi.
Selain itu, menurut dia, Ahok saat ini sedang mengikuti pemilihan gubernur DKI Jakarta sehingga kecil kemungkinan yang bersangkutan untuk melarikan diri.
Tito meminta semua pihak untuk tidak merisaukan kemungkinan Ahok menghilangkan barang bukti, karena polisi telah mengamankan seluruh alat bukti dalam kasus ini.
Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka perkara penistaan agama berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kepolisian juga mencegah Ahok pergi ke luar negeri.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH