Menuju konten utama

Kapan Musim Hujan 2021 Dimulai & Kenapa Kekeringan Masih Terjadi?

BMKG merilis peringatan potensi bencana hidrometeorologi terkait kapan musim hujan akan dimulai yang diprediksi datang lebih awal tahun ini.

Kapan Musim Hujan 2021 Dimulai & Kenapa Kekeringan Masih Terjadi?
Kumpulan awan pekat menyelimuti perumahan penduduk Kota Lhokseumawe, Aceh, Kamis (30/9/2021). ANTARA FOTO/Rahmad.

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan potensi bencana hidrometeorologi menyusul prediksi musim hujan yang akan datang lebih awal dari biasanya pada tahun 2021 ini. Awal musim hujan diprediksi jatuh pada September 2021.

Tidak hanya itu, sejumlah wilayah di Indonesia juga diprediksi akan mengalami musim hujan lebih besar dari biasanya. Di antaranya yaitu, sebagian Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Riau bagian selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian barat hingga selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian barat, Pulau Seram bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

Oleh karena itu, BMKG mengimbau pemerintah daerah setempat dan masyarakat untuk mewaspadai, mengantisipasi dan melakukan aksi mitigasi lebih awal guna menghindari dan mengurangi risiko bencana. Puncak musim hujan periode 2021/2022 sendiri diprediksi akan terjadi pada Januari dan Februari 2022.

“Perlu menjadi perhatian bersama, terutama di wilayah-wilayah rawan banjir, tanah longsor, dan tanah bergerak seiring intensitas curah hujan yang akan terus semakin meninggi,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati melalui keterangan tertulisnya yang dikutip Rabu (13/10/2021).

Dwikorita menjabarkan, dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 14,6 persen diprediksi akan mengawali musim hujan pada September 2021, meliputi Sumatra bagian tengah dan sebagian Kalimantan.

Kemudian 39,1 persen wilayah pada Oktober 2021, meliputi Sumatra bagian selatan, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali. Sementara itu, sebanyak 28,7 persen wilayah lainnya pada November 2021, meliputi sebagian Lampung, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Awal Musim Hujan pada periode 1981-2010, maka Awal Musim Hujan 2021/2022 di Indonesia diprakirakan MAJU pada 157 ZOM (45,9%), sama pada 132 ZOM (38,6%), dan mundur pada 53 ZOM (15,5%),” terangnya.

Dwikorita menuturkan, secara umum sifat hujan selama Musim Hujan 2021/2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 244 ZOM (71,4%), sejumlah 88 ZOM (25,7 %) akan mengalami kondisi musim hujan "Atas Normal" atau lebih basah dari biasanya dan 10 ZOM (2,9%) akan mengalami musim hujan "Bawah Normal".

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan mengatakan saat ini El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) sama-sama dalam keadaan netral. Keduanya adalah faktor iklim penting yang mempengaruhi terhadap variabilitas curah hujan di Indonesia, terutama pada skala waktu inter-annual.

Namun, berdasarkan pemantauan parameter anomali iklim global oleh BMKG dan institusi-institusi internasional lainnya, terdapat indikasi/peluang bahwa ENSO Netral akan berkembang menjadi La Nina pada akhir tahun 2021. Sementara itu, Indian Ocean Dipole Mode (IOD) Netral diprediksi bertahan setidaknya hingga Januari 2022.

Lebih lanjut, Dodo meminta masyarakat untuk lebih mewaspadai kejadian cuaca ekstrem seperti hujan es, hujan lebat disertai kilat dan petir, dan angin puting beliung jelang masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

Tidak hanya bencana, perubahan cuaca yang tidak menentu bisa membuat imunitas seseorang melemah sehingga menjadi rentan terkena penyakit.

“Terlebih situasi Indonesia saat ini belum lepas sepenuhnya dari pandemi Covid-19. Waspada bencana hidrometeorologi dan jaga kesehatan selalu,” kata Dodo.

Dodo juga mengatakan bahwa periode musim hujan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menambah luas tanam, melakukan panen air hujan, dan mengisi waduk/danau yang berguna untuk periode musim kemarau tahun depan.

Kenapa Kekeringan Masih Terjadi?

Kendati telah memasuki musim hujan, masih terdapat sejumlah provinsi yang mengalami musim kekeringan: Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menuturkan penyebab di daerah tersebut masih terjadi kekeringan lantaran memiliki musim kemarau yang panjang dan musim hujannya pendek.

Dia menjelaskan, penyebab terjadinya musim kemarau panjang di daerah tersebut lantaran wilayah yang bertipe monsoonal, yaitu wilayah yang memiliki perbedaan jelas antara musim kemarau dan musim hujan, kondisi basah atau musim hujan masuk dari arah atau wilayah barat, sehingga wilayah timur masuknya belakangan.

"Kalau di NTT, musim hujan hanya terjadi dua sampai tiga bulan saja, sisanya musim kemarau," kata Sena kepada Tirto, Rabu (13/10/2021).

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG A Fachri Radjab pun meminta masyarakat khususnya yang berada di kawasan Indonesia bagian tengah untuk waspada terhadap ancaman kekeringan. Adapun wilayahnya meliputi Bali, NTT, dan NTB.

Berdasarkan analisis curah hujan pada dasarian III September 2021, sebanyak 11,99% wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan dan sisanya masih mengalami musim kemarau.

Dirinya menjelaskan, bahwa hari tanpa hujan ekstrem panjang terjadi di wilayah Bali, NTB, dan NTT menurut hasil pemantauan hingga 30 September 2021. Hari tanpa hujan paling panjang, selama 179 hari, menurut BMKG, terjadi di wilayah Kupang, NTT.

Menurut hasil pemantauan BMKG, hujan kategori rendah (kurang dari 20 mm/10 hari) yang bisa menyebabkan kekeringan meteorologis berpeluang terjadi di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Bali, Maluku, NTT, dan NTB.

"Dengan kondisi tersebut, kami menyampaikan imbauan kepada warga untuk mewaspadai kejadian cuaca ekstrem," kata Fachri dikutip Rabu (13/10/2021).

Adapun bentuk cuaca ekstrem yang mengancam antara lain:

- hujan es

- hujan lebat dengan periode singkat

- dan angin puting beliung pada masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

Sedangkan rincian daerah yang mengalami ancaman kekeringan antara lain:

- Bali (Buleleng)

- NTB (Bima)

- NTT (Belu, Flores Timur, Kupang, Nagekeo, Sumba Barat, Sumba Timur)

Status siaga menghadapi kekeringan:

- NTB (Dompu, Lombok Timur)

- NTT (Ende, Ngada, Sikka, Timor Tengah Selatan)

Baca juga artikel terkait MUSIM HUJAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri