Menuju konten utama

Jubir PDIP: Pencegahan Yasonna ke LN Berlebihan dan Tebang Pilih

Menurut Chico Hakim, KPK tak perlu mengeluarkan kebijakan tersebut karena PDIP menjamin semua kadernya taat pada hukum.

Jubir PDIP: Pencegahan Yasonna ke LN Berlebihan dan Tebang Pilih
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) DPR RI, Harun Masiku, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/12/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Juru Bicara PDIP, Chico Hakim, menilai surat pencegahan ke luar negeri untuk mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, oleh KPK merupakan hal yang berlebihan. Menurutnya, lembaga pemberantas korupsi itu tak perlu mengeluarkan kebijakan tersebut karena PDIP menjamin semua kadernya taat pada hukum.

“Terkait dengan pencegahan kedua kader kami (Yasonna dan Hasto), kami melihat adalah suatu hal yang berlebihan. Karena keduanya adalah sosok yang sangat diketahui taat pada hukum,” kata Chico saat dihubungi Tirto pada Kamis (26/12/2024).

Chico mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus hukum yang tengah menjerat partainya ini. Termasuk, kata dia, mengingatkan KPK agar bertindak dan bekerja secara profesional.

“Kami masih terus mencermati dan mengingatkan juga kepada KPK untuk bertindak secara profesional di tengah-tengah dugaan yang umum di masyarakat bahwa ada seperti tebang pilih dan juga politisasi dari semua yang sedang terjadi,” ujarnya.

Sejalan dengan hal itu, Juru Bicara PDIP lainnya, Guntur Romli, menyebut pencegahan itu semakin memperkuat kriminalisasi dan politisasi kepada partainya.

“Semakin kuat dugaan kriminalisasi dan politisasi karena alasan pencegahan Pak Yasonna tidak jelas, dan Pak Yasonna dalam kasus Mas Hasto juga baru [sebagai] saksi. Lagi pula tidak mungkin Pak Yasonna melarikan diri,” ujar Guntur saat dikonfirmasi Tirto pada Kamis (25/12/2024).

Dia mengaku heran terhadap sikap KPK yang dinilainya agresif dalam memproses keterlibatan kasus suap Harun Masiku. Padahal, menurut dia, kasus ini tak menyebabkan kerugian negara yang besar.

“Apakah KPK sedang menerima orderan untuk menyerang PDI Perjuangan?” kata dia.

“Berapa kerugian negara dalam kasus Harun Masiku ini, kok KPK agresif sekali, dibanding kasus-kasus lain yg merugikan negara triliunan dan miliaran,” tambahnya.

Guntur Romli kemudian membandingkan penanganan KPK dengan dugaan korupsi keluarga Jokowi. Menurutnya, kasus-kasus tersebut justru menimbulkan kerugian negara yang cukup besar.

“Seperti kasus Blok Medan yang sampai sekarang tidak ada beritanya. Atau laporan dugaan korupsi keluarga Jokowi yg sudah dilayangkan oleh Ubaidillah Badrun tidak ada berita sama sekali,” pungkas Guntur.

Pencegahan Yassona didasarkan pada Surat Keputusan KPK Nomor 1757 Tahun 2024 yang diterbitkan pada Selasa (24/12/2024) dan berlaku selama enam bulan. Dalam surat tersebut, KPK juga mencantumkan nama Hasto Kristiyanto yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.

Baca juga artikel terkait YASONA LAOLY atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Hukum
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Irfan Teguh Pribadi