tirto.id - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menghadiri sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperjuangkan sekolah gratis bagi anak bangsa dengan nomor perkara 3/PUU-XXU/2024, Kamis (1/8/2024).
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan sidang hari ini mendengarkan keterangan dari Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan dan Bappenas RI. Keterangan dari Kemenkeu dan Bappenas ini untuk memberikan pertimbangan kepada hakim soal ketercukupan anggaran jika gugatan ini dikabulkan.
“Menurut perhitungan JPPI, 20 persen APBN untuk pendidikan itu sudah sangat cukup untuk mewujudkan sekolah tanpa dipungut biaya, tidak hanya di SD-SMP, tapi membebaskan biaya sekolah dari SD-SMA, baik di negeri maupun swasta. Apalagi, sumber dana pendidikan tidak hanya bergantung pada APBN, tapi juga ada 20 persen dari APBD,” kata Ubaid dalam keterangannya, Kamis.
Dalam permohonan mereka pada perkara ini, JPPI meminta permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya Pasal 34 Ayat 2.
Pasal tersebut menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Faktanya, kata Ubaid, sekolah bebas biaya ini dimaknai oleh pemerintah hanya diterapkan di sekolah-sekolah negeri saja. Sementara di sekolah swasta, orang tua dibebani dengan sejumlah pungutan yang memberatkan.
JPPI memandang hal itu menyebabkan banyak orang tua protes karena mengakibatkan anak putus sekolah, atau memaksa lanjut sekolah, tapi diujung kelulusan ijazah mereka ditahan oleh pihak sekolah karena belum melunasi sejumlah pungutan.
“Kami menilai, tafsir pemerintah atas Pasal 34 Ayat (2) UU sisdiknas jelas bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 Ayat 1 dan 2 yang menyatakan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya,” kata Ubaid.
Pasca PPDB 2024 ini, JPPI melakukan survei terhadap besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua di wilayah Jadebotabek untuk bisa membiayai anaknya belajar di sekolah swasta. Rata-rata biaya yang dihabiskan adalah Rp8 juta/anak dalam setahun di jenjang SD-SMA.
“Angka ini sebenarnya bisa dijadikan patokan perkiraan standar pembiayaan pendidikan per anak di sekolah swasta. Sebab, tarif sekolah swasta sudah disesuaikan dengan komponen pendidikan yang meliputi biaya investasi dan biaya operasional [personalia dan nonpersonalia],” tutur Ubaid.
Ubaid berkata bila dihitung secara nasional merujuk data Kemendikbudristek 2023, jumlah anak di sekolah swasta adalah 10.523.879 anak. Bila ditotal, biaya tambahan yang dibutuhkan untuk membiayai anak di sekolah swasta adalah Rp84 triliun.
Ubaid berharap gugatan ini bisa dikabulkan oleh MK, sehingga orang tua tidak perlu lagi pusing tiap tahun untuk memikirkan rebutan kursi di PPDB di tengah impitan masalah ekonomi yang tengah mendera masyarakat.
“Kebutuhan ini sangat kecil sekali dibandingkan jumlah anggaran pendidikan yang sangat fantastis Rp665 triliun. Kita hanya butuh refocusing dan penentuan skala prioritas,” tutup Ubaid.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi