Menuju konten utama

JPPI Sebut Status PTN Berbadan Hukum Jadi Penyebab UKT Mahal

Ubaid Matraji menyoroti pembatalan kenaikan UKT tanpa pencabutan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024.

JPPI Sebut Status PTN Berbadan Hukum Jadi Penyebab UKT Mahal
Mahasiswa Universitas Sriwijaya melakukan aksi di halaman Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Palembang, Sumsel,Jumat (4/8). ANTARA FOTO/Feny Selly

tirto.id - Kornas Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyoroti pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) tanpa pencabutan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024. Di satu sisi, masih ada UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 yang mengizinkan perguruan tinggi negeri (PTN) beralih status menjadi PTN berbadan hukum alias PTN-BH.

Kata Ubaid, status PTN-BH sejatinya menjadi penyebab pengalihan tanggung jawab pembiayaan pendidikan oleh negara, yang menyebabkan UKT semakin mahal.

“Selama Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tidak dicabut dan PTN-BH tidak dikembalikan menjadi PTN, maka bisa dipastikan tarif UKT akan kembali naik di tahun 2025,” ucapnya dalam keterangan yang diterima, Selasa (28/5/2024).

Ubaid menyarankan para mahasiswa di Tanah Air agar terus menyuarakan penolakan atas kenaikan UKT. Sebab, ia menilai kenaikan UKT akan terjadi pada 2025. Mengingat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyinggung terkait adamya kemungkinan UKT naik pada tahun depan.

"Mahasiswa jangan merasa puas dan senang dengan pernyataan Mendikbudristek. Sebab, tahun depan akan kembali naik dan mahasiswa lama juga dipastikan akan terkena imbasnya," tuturnya.

Ia menyatakan bahwa bantuan untuk 20 persen mahasiswa dari keluarga miskin di PTN-BH tak pernah terlaksana. Pasalnya, bantuan berupa KIP-Kuliah disebut banyak salah sasaran.

Bahkan, kata Ubaid, ada perguruan tinggi yang tidak memenuhi jumlah minimum 20 persen dari seluruh mahasiswanya mendapatkan KIP-Kuliah. Karena itu, berikut merupakan rekomendasibJPPI untuk Kemendikbudristek:

1. Kembalikan PTN-BH menjadi PTN. UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 tahun 2012 harus direvisi karena banyak pasal-pasal yang inkonstitusional, khususnya yang menyangkut status PTN menjadi PTN-BH.

2. Setiap warga negara harus mendapat kesempatan sama (non-excludability) untuk bisa akses pendidikan tinggi.

3. Hapus mekanisme kompetisi dan saling mengalahkan (non-rivalry) dalam mengakses pendidikan tinggi. Semua warga negara dengan skill yang berbeda-beda harus dapat ditampung di pendidikan tinggi sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.

4. Hentikan bentuk komersialisasi dan bisinis di pendidikan tinggi. Pasalnya, hal ini akan berdampak buruk bagi jaminan hak warna negara untuk bisa mendapatkan pendidikan di pendidikan tinggi.

“Karena itu, kembalikan status PTN-BH menjadi PTN dan kembalikan posisi pendidikan tinggi sebagai public goods yang harus bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat, tanpa ada diskriminasi,” pungkas Ubaid.

Baca juga artikel terkait UKT atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang