tirto.id - Pemerintah membuka opsi merevisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Pers atau memberikan aturan turunan untuk melindungi insan pers Indonesia. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo merespons Dewan Pers maupun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) soal situasi kondisi dunia pers yang penuh tekanan.
“Tadi ada beberapa pilihan yang mungkin segera kita putuskan, apakah segera mendorong undang-undang baru atau yang kedua merevisi undang-undang yang lama atau yang paling cepat adalah Peraturan Pemerintah atau PP ini. Kami serahkan kepada PWI dan Dewan Pers agar regulasi itu segera bisa kita selesaikan,” kata Jokowi saat memberikan sambutan Hari Pers Nasional (HPN) secara daring dari Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/2/2022).
Jokowi menambahkan, “Saya akan dorong terus setelah nanti pilihannya sudah ditentukan, apakah undang-undang baru, apakah revisi undang-undang lama atau memakai PP sehingga menjadikan industri pers menjadi sehat dan kuat,” tutur Jokowi.
Jokowi menuturkan, kondisi industri pers mengalami tekanan berat dalam dua tahun terakhir. Tekanan tersebut berupa imbas dari pandemi COVID-19, disrupsi digital dan menghadapi tekanan platform raksasa asing yang terus menggerus potensi ekonomi dan pengaruh media arus utama (mainstream).
Tekanan tersebut, kata Jokowi, membuat persaingan media semakin keras. Kemunculan sumber informasi alternatif hingga upaya clickbait (berita berbasis klik), konten-konten yang mengejar viral serta konten informasi yang mengarah pada adu domba membuat publik bingung dan memicu perpecahan.
Kondisi tekanan tersebut, kata Jokowi, harus membuat media arus utama untuk berubah. Media harus berinovasi demi mengakselerasi pertumbuhan media yang sehat. Ia ingin media memberikan berita baik, mencerdaskan, berkualitas dan berintegritas.
Pers juga harus berperan dalam melanjutkan agenda besar bangsa, menguatkan pijakan negara untuk melompat ke level lebih tinggi dan mempercepat transformasi digital demi menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas, cepat, akurat dan tidak terjebak sikap pragmatis, kata Jokowi.
“Ekosistem industri pers harus terus ditata. Iklim kompetisi yang lebih seimbang harus terus diciptakan. Perusahaan platform asing harus ditata, harus diatur agar semakin baik tata kelolanya. Kita perkuat aturan bagi hasil yang adil dan seimbang antara platofrm global dan lokal," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan, kedaulatan informasi perlu dibentuk agar ekosistem pers Indonesia sehat. Ia mengaku ingin agar platform video nasional tidak tergantung pada platform video asing. Ia juga tidak ingin Indonesia menjadi pasar dari produk digital asing.
“Kita juga tidak boleh hanya menjadi pasar bagi produk teknologi digital global dan harus secepatnya dibangun, dikembangkan platform teknologi inovatif yang membantu dan memudahkan masyarakat mendapatkan informasi yang berkualitas, yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Jokowi.
“Memberikan reward yang sepadan kepada media-media arus utama yang konsisten mendedikasikan kemampuan dan sumber dayanya untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang berkualitas dan mencerdaskan," tutur Jokowi.
Di saat yang sama, Ketua PWI Atal S. Depari mengaku bahwa mereka perlu mendorong kedaulatan nasional dalam menghadapi gelombang digitalisasi media. Salah satu upaya adalah dengan membuat regulasi berupa publisher right. Mereka juga sudah menyiapkan rancangan draf publisher right sesuai pada HPN lalu dan meminta tindak lanjut dari pemerintah
“Sesuai janji kami di HPN tahun lalu, alhamdulilah sudah kami serahkan dan susun publisher right-nya dan kami serahkan Oktober tahun lalu, memang drafnya belum sempurna, namun sekarang bola di tangan pemerintah, mohon Bapak Presiden berkenan menginstruksikan kementerian terkait untuk memprosesnya," kata Atal di lokasi yang sama.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz