tirto.id - Seorang teman, Indri namanya, bertanya kepada saya: "Mana susu yang paling bagus, susu sapi rendah lemak, susu kedelai, atau susu almon?"
Kini, jika Anda ke supermarket, Anda akan menemukan beragam varian susu di barisan rak susu. Tak hanya susu dari sapi dengan rasa coklat dan stroberi. Susu dengan bahan dasar nabati sekarang pun ikut mejeng di rak. Dulu, susu nabati hanya susu kedelai. Kini banyak macamnya, termasuk susu dari kacang almon.
Ragam susu nabati ini muncul sebagai alternatif produk susu hewan yang mainstream seperti susu sapi dan kambing. Susu-susu ini banyak diincar oleh para vegan, orang yang sedang diet non-dairy, dan orang dengan intoleransi laktosa. Konsumen terakhir memiliki prevalensi sebesar 75 persen di seluruh dunia.
Intoleransi laktosa merupakan ketidakmampuan tubuh memproduksi laktase untuk memecah gula alami dalam susu sapi (laktosa). Tanpa enzim laktase yang cukup, tubuh tidak dapat melakukan metabolisme atas susu. Akibatnya, muncul reaksi seperti diare, keram atau nyeri perut, kembung, perut bergas, mual, dan muntah.
Namun, ketika ragam susu semakin banyak di pasaran, ada konsumen yang jadi bingung. Komposisi gizi di dalam susu-susu tersebut pun dipertanyakan.
Baca juga:Intoleransi Laktosa Bukan Alergi Susu
Mari bahas terlebih dulu produk susu yang sedang populer saat ini, susu almon. Pada 2015 lalu, survei dengan responden sebanyak 65.000 rumah tangga di Amerika menunjukkan penjualan susu ini naik. Angkanya mencapai 4,1 persen dari semua penjualan susu dengan total pembelian $700 juta per tahun. Padahal, tujuh tahun sebelumnya, proporsi penjualan susu almon tak sampai 1 persen.
Kirkpatrick, ahli diet dan manajer layanan nutrisi kesehatan di Cleveland Clinic's Wellness Institute menyatakan kandungan kalori susu almon 50 persen lebih rendah daripada susu sapi. Maka, produk ini tepat dikonsumsi orang-orang dengan program penurunan berat badan. Karena produk terbuat dari nabati, konsumen tak perlu takut kadar kolesterolnya naik.
Sanchia Parker, seorang ahli diet, mengatakan susu almon menjadi pilihan populer untuk produk non-dairy. Kelebihannya, tentu saja kandungan vitamin E yang tinggi tapi tetap rendah lemak. Hanya saja, protein pada susu almon lebih rendah dibandingkan susu lainnya. Jika satu gelas susu sapi atau susu kedelai mengandung 8 gram protein, susu almon hanya mengandung sekitar 6 gram protein.
Selanjutnya adalah susu full cream, tentu susu sapi. Susu ini punya persentase lemak paling tinggi dibanding yang lain, sekitar 3,8 persen. Kandungan lemak tinggi ini menyebabkan rasa susu paling creamy. Namun, jika Anda sedang berdiet, Anda bisa memilih alternatif susu rendah lemak. Kandungan lemaknya jelas lebih rendah, hanya sekitar 1,3-1,4 persen lemak susu.
Baca juga:Kandungan Susu Sapi
Susu yang mengandung lemak paling sedikit adalah susu skim. Lemaknya hanya 0,15 persen saja. Dalam 100 mL susu skim, terdapat 174 mg kalsium dan 4,1 gram protein. Sayangnya, selain kandungan nutrisinya tinggi, susu skim dan susu rendah lemak juga memiliki kandungan gula alami (laktosa) yang tinggi. Maka, orang-orang dengan intoleransi laktosa sudah pasti akan menyingkirkan susu jenis ini.
Mereka, jika memang doyan susu, akan memilih susu jenis selanjutnya, yaitu susu bebas laktosa. Pada susu bebas laktosa, kandungan gula alami susu (laktosa) sudah dihilangkan agar bisa dicerna oleh penderita intoleran laktosa. Parker menyarankan pada konsumen susu ini untuk menambah asupan kalsium, setidaknya 100 mg kalsium per 100 ml asupan.
Jika Anda vegan, tentu Anda tetap tak bisa meminum semua varian susu sapi di atas. Alternatif yang pali populer adalah susu kedelai. Dalam 100 mL susu kedelai terdapat kalsium sebanyak 160 mg dan 3,2 gram protein. Jenis ini punya kandungan lemak yang baik dan kandungan protein tinggi.
“Susu ini membantu Anda untuk merasa lebih kenyang,” kata Parker.
Baca juga:Ibu Hamil Tak Perlu Susu Hamil
Sari beras atau gandum terkadang juga menjadi pilihan bagi orang-orang dengan banyak alergi. Sebab, keduanya memiliki sifat yang tak menimbulkan alergi. Sayang, Parker mengatakan proteinnya sangat rendah dan bergula tinggi.
Tipe susu terakhir, adalah susu dengan rasa: coklat, stroberi, pisang, melon dll. Meski enak dan lezat, varian susu ini tidak disarankan oleh Parker.
“Tapi jika Anda mau minum manis, susu dengan rasa memang lebih baik daripada minuman ringan. Setidaknya ada beberapa protein dan vitamin A dan B12," kata Parker.
Namun, di antara semua varian susu tadi. Parker menyatakan susu skim paling ideal karena mengandung lemak jenuh paling sedikit. Tapi juga mengandung kadar kalsium dan protein yang tinggi. Sedang untuk produk susu nabati, ia memilih susu kedelai dengan kandungan protein tinggi.
Tak Cocok untuk Bayi
Jika Anda memiliki pertanyaan yang sama dengan Indri, jawaban Parker perlu diingat. Menurutnya, secara gizi, susu dari lemak hewan tetap yang terbaik. Jika Anda termasuk yang tidak bisa mengonsumsi karena alasan kesehatan, Anda bisa pilih kandungan susu nabati yang dirasa cocok untuk tubuh.
Namun, jangan mengganti susu hewani anak Anda dengan ragam susu nabati. Sebab, mereka bisa mengalami kekurangan gizi.
Baca juga:Saat Susu Formula Menggerogoti ASI
Hal ini dibuktikan oleh Dr. Julie Lemale, peneliti di Hôpital Trousseau di Perancis. Studinya pada 2014 menunjukkan penggunaan susu nabati pada bayi di bawah satu tahun menyebabkan kekurangan gizi dan masalah pertumbuhan. Penelitian dilakukan mulai tahun 2008 hingga 2011 pada sembilan bayi berusia 4 sampai 14 bulan.
Para bayi itu mengkonsumsi susu nabati sebagai alternatif bagi bayi mereka yang menderita alergi susu sapi. Empat pasien berusia 6 bulan telah menerima susu nabati selama 1-3 bulan. Jenis yang diberikan orang tuanya adalah sari beras, kedelai, almon, dan susu kacang chestnut. Tiga bayi dilaporkan menderita gizi buruk karena kekurangan protein.
Mereka memiliki hipoalbuminemia (kekurangan protein) parah dan edema difus (akumulasi cairan pada otak). Gangguan gizi lain menyerang satu bayi dengan indikasi status refrakter epileptikus (kejang), berkaitan dengan kondisi hipokalsemia (kekurangan kalsium) berat. Pertumbuhan tinggi dan berat badan lima bayi juga bermasalah karena asupan kalori yang tidak mencukupi.
Satu bayi diindikasi menderita kutaneous (kemerahan kulit) parah, lalu lima bayi terkena anemia (kurang sel darah merah) berat. Tiga bayi memiliki tingkat vitamin D sangat rendah sehingga terkena rakhitis (pelunakan tulang). Dua lainnya terkena hiponatremia (kekurangan natrium) berat.
Namun, itu tentu hanya berlaku pada bayi saja yang tahun pertama hidupnya memang banyak bergantung pada susu. Bagaimana dengan orang dewasa? Simpel saja jawabnya. Jika Anda memang tak suka susu sapi tapi masih ingin minum susu, Anda bisa memilih yang berbahan nabati.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani