tirto.id - Sejak tahun 2013 hingga sekarang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih membenahi Bumiputera. Badan hukum perusahaan asuransi jiwa itu akan diubah dari mutual menjadi perseroan terbatas (PT).
“Jadi nanti yang mutual itu holding-nya saja, nah perusahaan-perusahaan di bawahnya, termasuk AJB Bumiputera akan jadi PT semua,” kata seorang sumber yang mengetahui seluk beluk Bumiputera kepada tirto.id.
Pernyataan sumber ini tentu saja harus diverifikasi ulang meskipun kapasitasnya untuk mengetahui informasi ini tampak meyakinkan. Maka wartawan tirto.id mendatangi petinggi OJK dan juga Bumiputera.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani tidak bilang iya, tidak juga bilang tidak saat ditanyai kebenaran informasi itu. Dia hanya tersenyum, berpikir beberapa detik, lalu senyumnya berubah jadi tawa seraya berkata, "Ya nantilah, nantilah kita umumkan, jangan nyolong-nyolong," katanya singkat. Firdaus sama sekali tidak menyangkal.
Tak puas dengan pernyataan Firdaus, kami mencoba menghubungi Direktur Utama Bumiputera Ahmad Fauzi Darwis. Sayangnya, permintaan wawancara yang beberapa kali diajukan, baik secara langsung maupun lewat staf humasnya tak kunjung mendapat jawaban.
Tetapi, ketika pertanyaan tentang rencana pengubahan badan hukum itu diajukan, Fauzi segera membalas pesan. “Mohon maaf belum bisa saya jawab secara konkret karena masih dalam proses dan pada saatnya akan kami umumkan secara khusus. Intinya eksistensi Bumiputera tetap ada di industri asuransi dan pemegang polis aman,” jawabnya.
Sama seperti Firdaus, Fauzi juga tak menyangkal. Namun, frasa “masih dalam proses” memberi keterangan jelas bahwa proses perubahan badan hukum itu benar adanya. Hanya saja, kedua pihak masih berusaha merahasiakannya.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah para pemegang polis dilibatkan dalam mengambil keputusan terkait perubahan badan hukum perusahaan milik mereka? Tidak, mereka tak dilibatkan dalam keputusan mengubah badan hukum dari perusahaan, padahal mereka memiliki hak kepemilikan. Dalam konsep badan usaha mutual, pemegang polis adalah pemegang saham Bumiputera.
Didirikan Para Guru
Perubahan Bumiputera tentu saja merupakan sebuah langkah besar sejak asuransi itu berdiri. AJB Bumiputera sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Ia didirikan oleh para guru di Magelang pada 12 Februari 1912. Tercatat nama M.Ng Dwidjosewojo, M.Adimidjojo, dan M.KH.Soebroto tiga orang guru yang memiliki gagasan dan mendirikan Bumiputera. Ketiga pendiri ini tergabung dalam Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) dan merupakan pengurus Gerakan Nasional Budi Utomo.
Pendirian Bumiputera dipicu oleh keprihatinan terhadap nasib para guru pribumi kala itu. Sejak awal pendiriannya, Bumiputera sudah menganut sistem kepemilikan yang unik yakni bentuk mutual atau usaha bersama. Jadi pendirian Bumiputera tak memiliki modal awal.
Semua pemegang polis adalah pemilik perusahaan yang mempercayakan wakil-wakil mereka di Badan Perwakilan Anggota (BPA) untuk mengawasi jalannya perusahaan. Menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, perwakilan ini hanya untuk pengawasan, bukan pengambilan keputusan untuk hal-hal substansial seperti penggantian badan hukum.
Pada November 1914, nama Bumiputera yang semula bernama Onderlinge Levensverzekering Maatschappij PGHB (O.L. Mij. PGHB) diubah menjadi O.L Mij. Boemi Poetra. Pada 1942, ketika Jepang berada di Indonesia, nama O.L Mij. Boemi Poetra yang menggunakan bahasa asing segera diganti menjadi Perseroan Pertanggungan Djiwa Boemi Poetra. Nama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera mulai dipakai sejak 1953.
Kini Bumiputera terbuka untuk siapa saja, bukan hanya untuk para guru. Perusahaan mutual ini juga sudah memiliki banyak anak usaha, di antaranya PT Asuransi Umum Bumiputera Muda yang bergerak di bidang asuransi umum dan PT Bumiputera Wisata yang bergerak di bidang pariwista. Selain itu, ada juga PT Informatics OASE, PT Bumiputera Mitrasarana, PT Mardi Mulyo, PT Eurasia Wisata, dan PT Wisma Bumiputera. Semua anak usahanya berbadan hukum PT, tak satupun berbadan hukum sama dengan induknya.
Demutualisasi Perusahaan Asuransi
Konversi badan hukum dari mutual ke PT atau demutualisasi bukanlah hal luar biasa. Ia sudah cukup sering dilakukan oleh perusahaan asuransi. Di Jepang saja, setidaknya ada sepuluh perusahaan asuransi yang berganti badan hukum.
Perubahan badan hukum menjadi PT biasanya dilakukan dengan tujuan ingin memperbesar perusahaan. Sebab jika mempertahankan badan hukum mutual, perusahaan hanya bisa mengandalkan dana dari peserta, tak bisa ada suntikan modal.
Tahun 2010 lalu, Dai-ichi life Insurance, sebuah perusahaan asuransi jiwa di Jepang yang memiliki 8,2 juta anggota melakukan demutualisasi. Tahun-tahun sebelumnya, hal serupa juga dilakukan oleh perusahaan asuransi bernama Daido, Taiyo, Mitsui, dan Yamato.
Di Indonesia, badan hukum mutual bisa dikatakan tidak lagi dibenarkan. Meskipun Undang-undang tentang Perasuransian mencantumkan mutual sebagai salah satu badan hukum asuransi yang sah, ada satu pasal yang melarang pendirian perusahaan asuransi mutual yang baru.
Pada intinya, rencana demutualisasi, jika benar adanya, bukanlah persoalan. Ia akan baik jika memang ingin membesarkan Bumiputera. Menjadi persoalan jika para pemegang polis yang merupakan pemegang saham tidak diberitahu tentang rencana besar itu.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti