tirto.id - Ada sekitar lima juta pemegang polis Bumiputera di Indonesia, Umar Mujib, warga Depok, salah satunya. Dia membeli polis asuransi kesehatan tiga tahun lalu. Sebagai seorang pensiunan aparatur sipil negara berusia 60 tahun, polis asuransi dibelinya untuk berjaga-jaga menghadapi penyakit. Bumiputera dipilihnya karena ia sudah sejak lama familiar dengan nama perusahaan asuransi paling tua itu.
Dengan membeli polis tiga tahun lalu, Umar otomatis tercatat sebagai salah satu pemilik Bumiputera. Ini artinya, jika perusahaan ini untung Umar akan ikut untung, pun sebaliknya, jika perusahaan merugi, Umar akan gigit jari.
Sayangnya, Umar tak tahu apa-apa tentang fakta ini. Ia bahkan tak tahu menahu seperti apa bentuk badan hukum Bumiputera. Saat agen Bumiputera menjelaskan produk asuransi kesehatan kepadanya, tidak ada penjelasan apa-apa tentang badan hukum. “Yang dijelaskan hanya masalah premi dan pencairan klaim,” kata Umar.
Umar tak sendirian, ada juga Edwin, warga Medan. Ia pertama kali membeli polis asuransi jiwa di Bumiputera pada tahun 2003. Perusahaan asuransi jiwa itu dipilihnya karena usianya yang sudang tua dan punya nama besar. “Kenapa Bumiputera, karena cuma dia yang kami tahu dan familiar sama masyarakat,” kata Edwin.
Polis Edwin sudah jatuh tempo tahun lalu, dan sudah tidak aktif lagi tahun ini. Tetapi, selama lebih dari sepuluh tahun tercatat sebagai pemegang pemegang polis ia tidak tahu bahwa saat itu dirinya juga pemegang saham.
“Enggak tahu, tapi kalau tidak salah sudah go public atau PT,” jawab Edwin saat ditanya tentang badan hukum Bumiputera. Jawaban Edwin jelas salah. Bumiputera bukan perseroan terbatas dan sama sekali tak melantai di bursa saham. Ia adalah perusahaan mutual yang dimiliki seluruh pemegang polisnya.
Saat mencari dan mewawancarai sejumlah pemegang polis Bumiputera, wartawan tirto.id sempat bertemu dua orang agen Asuransi Bumiputera yang juga tercatat sebagai pemegang polis. Demi keamanan pekerjaan, tirto.id merahasiakan nama mereka.
Awalnya, mereka mengaku tidak tahu saat ditanya badan hukum Bumiputera. Keduanya menjadi pemegang polis karena mereka juga agen. Pengakuan dan pertanyaan itu berubah saat wartawan tirto.id mengatakan akan memuat pernyataan mereka.
“Wah ini untuk di-publish ya? Bentar deh, ini udah nyangkut privasi perusahaan, saya tanya dulu ke atasan,” kata salah satunya.
Mereka berkilah. Setelah bertanya pada atasan, mereka mengubah jawabannya. Keduanya tiba-tiba tahu kalau badan hukum Bumiputera adalah mutual. Mereka tiba-tiba bilang kalau hal-hal mengenai badan hukum itu selalu dijelaskan kepada calon nasabah.
Tulisan ini akan sangat bertele-tele jika cerita semua nasabah yang kami temui dan wawancarai, kami tuliskan di sini. Dari selusin nasabah, hanya ada satu nasabah yang benar-benar tahu badan hukum Bumiputera dan mengerti bahwa ia juga pemegang saham. Itu pun karena ia bekas wartawan asuransi. Jadi pengetahuan itu tidak didapatnya karena ia pemegang polis, tetapi karena ia wartawan di bidang finansial.
Seorang mantan petinggi Bumiputera mengatakan memang ada upaya menutupi fakta bahwa pemegang polis adalah pemegang saham dari Bumiputera. Terlebih dengan kondisi keuangan Bumiputera yang sedang sakit.
“Mereka khawatir hal yang terjadi pada sejumlah bank tahun 1997/1998 akan menimpa Bumiputera, padahal kan ini dua hal yang berbeda,” jelasnya.
Krisis ekonomi tahun 1997/1998 membuat banyak nasabah menarik dananya dari bank. Akibatnya, banyak bank gulung tikar dan harus diselamatkan.
Menurut si mantan petinggi itu, para pemegang polis Bumiputera tidak bisa dengan gampang menarik dananya, karena ini asuransi yang punya jangka waktu, bukan tabungan. “Lagipula, jika mereka paham bahwa mereka adalah juga pemilik Bumiputera, mereka tentu akan membantu untuk menyelamatkan,” imbuhnya.
Dalam situs resminya, Bumiputera memang mencantumkan dengan jelas badan hukumnya. “Dalam usaha bersama, risiko dipikul oleh para peserta sendiri sebagai pemilik perusahaan,” demikian tertulis dalam laman Lembar Fakta di situs resmi AJB Bumiputera. Dijelaskan juga bahwa ini berbeda dengan PT di mana perusahaan yang menanggung risikonya.
Badan hukum mutual ini juga sudah diatur dalam Undang-undang tentang Perasuransian tahun 2014. Termaktub tiga badan hukum perusahaan asuransi dalam UU itu, PT, koperasi, dan mutual. Khusus untuk mutual, ia hanya berlaku bagi yang sudah ada sebelumnya. Jadi, UU tak memperkenankan ada perusahaan asuransi baru yang berbadan hukum mutual atau usaha bersama.
Sebagai perusahaan asuransi tertua di Indonesia, sebagian besar peserta asuransi Bumiputera adalah orang-orang tua. Orang-orang yang hidup di era kejayaan Bumiputera, era ketika Indonesia belum diserang kekuatan asuransi asing. Orang-orang ini tentu bukan generasi millenial yang akrab dengan teknologi.
Umar, misalnya, di usianya yang sudah kepala enam, ia hanya mengandalkan informasi dari agen. Tak pernah ia buka-buka situsweb Bumiputera. Pun begitu dengan Umar-Umar yang lain di antara lima juta nasabah Bumiputera.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti