tirto.id - Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menolak rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok di 2023. Aturan tersebut tidak hanya berdampak kepada para petani tembakau, tetapi buruh pabrik rokok hingga ke pedagang warung dan pasar.
Ketua Bidang Organisasi APPSI, Don Muzakir menuturkan sebagian modal untuk menjual rokok di tingkatan pedagang kerap kali menjadi biaya yang paling besar dibandingkan modal yang lain. Misalnya modal sebuah warung yaitu Rp30 juta kemudian 60 persen sampai 70 persen menjadi modal membeli rokok.
Don Muzakir menjelaskan modal besar yang dikeluarkan karena penjualan rokok di tingkat pedagang menjadi paling besar. Dia pun khawatir jika cukai rokok naik akan berdampak kepada harga jual eceran (HJE) rokok dan akhirnya mengurangi jumlah konsumsi rokok masyarakat.
"Ini mengurangi pendapatan buat kita para pedagang. konsumen membutuhkan konsumsi rokok satu bungkus bakal jadi beli setengah bungkus," kata Don Muzakir di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Lebih lanjut, dia menuturkan di tengah daya beli masyarakat yang belum pulih, masyarakat turut mengurangi kebutuhan yang dikeluarkan untuk membeli rokok. Karena itu dia meminta kepada pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan cukai rokok.
Berdasarkan survei yang dilakukan APPSI pada 13 pasar di Pulau Jawa, diketahui pedagang rokok mengeluhkan kenaikan cukai rokok di tengah kenaikan harga pokok. Hal itu pun akan berpotensi membuat penghasilan pedagang semakin tergerus.
"Intinya kita mendorong pemerintah, Ibu Sri Mulyani, presiden dan DPR tolong dikaji ulang rencana kenaikan ini termasuk cukai rokok," tandasnya.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya memberi sinyal akan menaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok di 2023. Sinyal kenaikan itu semakin diperkuat dari target pendapatan cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 dipatok lebih tinggi dari tahun ini.
Pada 2023, target penerimaan cukai diasumsikan negara sebesar Rp245,45 triliun atau tumbuh 9,5 persen dari outlook penerimaan tahun ini yang sebesar Rp224,2 triliun. Secara tren, target cukai sejak periode 2018 - 2019 memang selalu mengalami kenaikan.
Misalnya, pada 2018 target cukai ditetapkan saat itu sebesar Rp159,6 triliun. Kemudian pada 2019 naik atau tumbuh 8,0 persen menjadi Rp172,4 triliun. Kenaikan terus terjadi pada 2020, 2019, dan 2022 yang masing-masing saat itu mencapai Rp176,3 triliun, Rp195,5 triliun, dan 224,2 triliun.
Mengutip Buku Nota Keuangan RAPBN 2023, salah satu optimalisasi penerimaan cukai tahun depan akan dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai. Hal itu dilakukan dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Intensifikasi cukai dilakukan dengan cara menyesuaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok dengan memperhatikan tiga variabel. Pertama, tingkat pertumbuhan ekonomi. Kedua, laju inflasi. Ketiga, faktor pengendalian konsumsi.
"Dilihat dari variabelnya itu. Kita lihat nanti [kenaikannya] Aku tidak boleh mendahului," kata Direktur Komunikasi dan Hubungan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, dalam kegiatan Press Tour 2022 di Bandung, Jawa Barat.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin