tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menampik tudingan yang menyatakan pemerintah melanggar perjanjian dengan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNO) Sjamsul Nursalim karena memulai proses hukum soal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menjelaskan, perjanjian itu berlaku jika memang Sjamsul Nursalim memenuhi seluruh kewajibannya selaku obligor BLBI.
"Perlu dipahami agar publik tidak keliru diberi ketika diberikan informasi seolah-olah ada pihak-pihak tertentu yang mengklaim sudah memenuhi semua kewajiban sehingga mempersoalkan pemerintah yang dikatakan tidak menghormati perjanjian atau yang lain-lainnya," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (2/7/2019).
Febri menjelaskan, justru dalam kasus ini KPK menemukan bukti adanya kewajiban yang tidak dipenuhi Sjamsul terkait BLBI.
Indikasi itu ditemukan dalam penanganan terhadap Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Tumenggung. Hal itu kemudian berhasil dibuktikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta hingga pengadilan banding.
Dari rentetan persidangan itu terbukti bahwa masih ada kewajiban sebesar Rp4,58 triliun yang belum dipenuhi Sjamsul terkait BLBI.
"Inilah yang sekarang sedang kami upayakan semaksimal mungkin agar bisa masuk kembali ke kas negara," ujar Febri.
Sebelumnya, penasihat hukum Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan menilai pemanggilan terhadap kliennya dalam kasus BLBI adalah tanda pemerintah telah ingkar pada janjinya sendiri. Pasalnya, pemerintah sudah mengeluarkan surat release and discharged untuk Sjamsul pada 25 Mei 1999.
Otto menjelaskan, melalui surat itu, pemerintah berjanji tidak akan melalukan proses hukum apa pun terhadap bos Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) itu terkait BLBI.
"Bila proses hukum tetap dijalankan, janji tersebut berarti telah diingkari. Hal ini dapat merisaukan masyarakat, terutama para investor karena ini membuktikan tidak adanya kepastian hukum di negeri kita ini.” ujarnya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto