Menuju konten utama
BPJS Watch:

Jaminan Sosial Pekerja Masih Banyak Masalah, Jokowi Jangan Lengah

Pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI periode kedua dilangsungkan hari ini, tetapi kebijakan ekonominya masih ada yang menjadi sorotan terkait jaminan sosial bagi tenaga kerja.

Jaminan Sosial Pekerja Masih Banyak Masalah, Jokowi Jangan Lengah
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers usai di Jakarta, Jumat (11/10/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI ketujuh untuk periode 2019-2024 akan digelar siang ini. Kebijakan ekonomi Jokowi pun masih ditunggu seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal jaminan sosial bagi tenaga kerja.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan masih menyisakan beberapa masalah.

“Beberapa regulasi operasional yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan UU yang mengamanatkannya, dan ada amanat dalam Peraturan Pemerintah yang tidak juga dilaksanakan oleh Pemerintah,” kata Timboel, dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Minggu (20/10/2019).

Salah satu yang disorot terkait diserahkannya pengelolaan Program JKK dan JKm bagi ASN yaitu PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) kepada PT Taspen.

“Itu tidak sesuai dengan amanat Pasal 92 ayat (2) UU dan Pasal 106 ayat (2) UU ASN No. 5 Tahun 2014 tentang ASN serta Perpres No. 109 Tahun 2013 dan Pasal 75 ayat (2) PP No. 49 Tahun 2018,” tutur dia.

Timboel mengatakan, bila mengacu pada ketentuan-ketentuan tersebut maka seharusnya Program JKK dan JKm bagi ASN diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Demikian juga Program JKK dan JKm bagi PPNPNS [Pegawai Pemerintah Non PNS] seharusnya juga dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, bukan oleh PT Taspen.

“Akibat ketidaksesuaian regulasi dan operasionalisasi ini maka banyak ASN dan PPNPNS yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan ketika mengalami kecelakaan kerja, dan tentunya iuran 0,72 persen untuk JKm di Taspen akan berpotensi menyebabkan inefisiensi APBN dan APBD mengingat iuran JKm di BPJS Ketenagakerjaan hanya 0,3 persen,” bebernya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah melakukan kajian dan telah menyurati Presiden Jokowi pada 16 September 2019 lalu terkait pengelolaan JKK dan JKm bagi ASN dan PPNPNS tersebut.

Dalam suratnya, KPK menyatakan mendesak Pemerintah tidak segera menerbitkan PP tentang tata cara pengalihan program Jamsos Ketenagakerjaan sebagaimana yang diminta oleh Pasal 66 UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS.

Lalu KPK pun menyatakan, tidak dipatuhinya peta jalan oleh semua yang berkepentingan sehingga terjadi penyimpangan atas UU berupa penerbitan produk hukum yang tidak sesuai dengan diperlukan.

Dalam Ringkasan Eksekutif Kajian Kebijakan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai lampiran surat ke Presiden tersebut, pada alinea ke-9, KPK menyatakan:

”Hal lainnya yang turut dikaji yaitu ilustrasi apabila penyelenggaraan jamsos tenaga kerja oleh tiga penyelenggara digabung menjadi satu badan ke BPJS Ketenagakerjaan, maka potensi biaya operasional yang dihemat mencapai sebesar kurang lebih Rp1 triliun per tahun," terangnya.

Surat KPK tersebut mengoreksi pelaksanaan jaminan sosial selama ini yang tidak sesuai dengan UU sehingga menyebabkan inefisiensi.

BPJS Watch berharap Presiden Jokowi pasca dilantik segera merespons dengan serius kajian dan surat KPK ini.

Tujuannya agar program jamsos kembali sesuai dengan tiga asas dan sembilan prinsip SJSN, dan seluruh pekerja, baik swasta maupun ASN dan PPNPNS, bergotong royong dan mendapatkan manfaat yang sama, seperti layaknya seluruh pekerja swasta maupun ASN dan PPNPNS bergotong royong di program JKN.

“Untuk jangka pendek, Pemerintah harus tetap memastikan pelaksanaan JKK dan JKm seluruh PPNPNS di BPJS Ketenagakerjaan, tidak boleh lagi ada upaya menarik-narik ke PT. Taspen,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait PELANTIKAN PRESIDEN 2019 atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri