tirto.id - Jakarta menjadi salah satu daerah yang akan menerapkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai sumber energi alternatif. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengungkap Jakarta berencana membangun setidaknya empat PLTSa.
Teknologi ini mengubah sampah menjadi energi listrik melalui proses termal yang menghasilkan energi panas dan diubah menjadi listrik. Dalam jurnal Media Ilmiah Teknik Teknologi Lingkungan Vol. 5, No. 1 (2020) disebutkan, proses pengolahan PLTSa dilakukan dengan dua cara utama, yaitu pembakaran (insinerasi) dan gasifikasi.
Insinerasi adalah metode pembakaran sampah yang tidak dapat didaur ulang. Proses ini mengubah sampah menjadi energi dengan membakar limbah pada suhu tinggi untuk menghasilkan uap. Uap menggerakkan turbin dan generator untuk menghasilkan listrik.
Sementara gasifikasi mengolah sampah organik untuk menghasilkan gas metana (CH4) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini melibatkan pemanasan sampah tanpa oksigen untuk menghasilkan gas sintetik yang bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti diesel atau memanaskan uap penggerak turbin sehingga menghasilkan listrik.
Peluang dan Tantangan PLTSa

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, memandang Jakarta memang layak menjadi daerah yang memanfaatkan PLTSa. Menurut Fabby, kunci dari PLTSa adalah ketersediaan sampah dan sistem pengumpulan sampah yang baik.
“Bisa dibilang secara teknis ekonomis dengan sampah 7.700 ton per hari, Jakarta itu bisa melakukan itu. Jadi kalau saya lihat itu dari sisi ketersediaan sampah,” ujar Fabby kepada wartawan Tirto, Senin (20/10/2025).
Ia menjelaskan, metode insinerasi setidaknya membutuhkan minimal 1.000 ton sampah per hari untuk menghasilkan energi listrik. Dengan produksi sampah yang besar, Jakarta dan daerah-daerah padat penduduk seperti Bodetabek punya modal yang cukup.
Sampah 1.200-1.400 ton per hari bisa dihasilkan sekitar 15-20 Megawatt (MW) per hari. Maka dari itu, Fabby menekankan kunci Jakarta berhasil menjalankan PLTSa terletak pada strategi Pemprov DKI Jakarta mengelola sampah.
“Saya kira kalau Jakarta sih ya tantangannya, kalau dulu itu urusannya urusan kelayakan proyek saja. Tapi kalau saya kira kalau dari sisi kemampuan Jakarta untuk mengumpulkan sampah, Jakarta itu ada,” ujar Fabby.
Sebelumnya, Jakarta memiliki PLTSa Sunter yang diproyeksikan bisa menghasilkan 35 MW per hari. Sayangnya, PLTSa ini belum kembali beroperasi. Kondisi ini bisa menjadi bahan evaluasi dan perbaikan dalam pengelolaan dan pembangunan PLTSa selanjutnya di Jakarta.
Tanpa anggaran yang memadai, PLTSa sampah akan kesulitan beroperasi, bahkan tidak berjalan optimal. Sebaliknya, pengelolaan sampah yang tidak teratur juga akan mempengaruhi pasokan sampah yang akan dimanfaatkan PLTSa menjadi energi alternatif.
Ia menilai Jakarta tinggal menggenjot program pengelolaan sampah yang sudah baik saat ini dengan terus melibatkan masyarakat agar tidak membuah sampah sembarangan. Warga memerlukan tempat pembuangan sampah sementara yang layak sehingga bisa mengurangi perilaku membuang sampah yang justru mencemari lingkungan.
“Jakarta itu dari sisi pengangkutan sudah cukup tinggi, sudah cukup baik ya dibandingkan kota-kota lain. Tapi tetap perlu kolektif ratenya mungkin Jakarta masih 40-50 persen. Artinya masih ada 50 persen ya harus ada upaya untuk meningkatkan infrastruktur persampahan, ujar Fabby.
Pramono dan Tekadnya Membangun PLTSa
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menjelaskan listrik yang dihasilkan PLTSa di Jakarta akan dijual dan disalurkan lewat PT PLN (Persero). Ini membuat Pemprov Jakarta tidak lagi dibebankan skema tipping fee, alias biaya yang harus dibayarkan kepada pihak pengelola sampah pada setiap tonase sampah yang dikirimkan.
Menurut Pramono, di masa kini, teknologi PLTSa sudah tidak lagi sulit untuk diterapkan. Sudah banyak contoh proyek serupa yang dibangun di Singapura, Vietnam, hingga Cina. Pembangunan PLTSa di Jakarta disebut Pramono sangat penting, mengingat setiap harinya Jakarta menyumbang hingga 7.700 ton sampah.
“Yang menguntungkan bagi Jakarta, sampahnya setiap hari ada 7.700 [ton], stoknya kurang lebih ada 55 juta [ton]. Sehingga kami sangat siap untuk menindaklanjuti apa yang menjadi arahan Bapak Presiden,” kata Pramono di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).
Upaya membangun PLTSa sudah tampak saat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) resmi menyerahkan barang milik negara berupa pilot project PLTSa Merah Putih kepada Pemprov DKI di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang pada Februari lalu.

PLTSa Merah Putih merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah pusat melalui BRIN atau Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan Pemprov DKI Jakarta. Saat itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, PLTSa Merah Putih menjadi alternatif pengolahan sampah yang mampu mereduksi sampah secara signifikan, cepat, ramah lingkungan serta dapat mengalirkan listrik.
"PLTSa dapat mereduksi 80-90 persen dari volume sampah," katanya, Selasa (22/2).
Terobosan Pemprov DKI Jakarta ini senapas dengan rencana pemerintah pusat. PLTSa ini memang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58/2017 tentang Proyek Infrastruktur Strategis Nasional.
Implementasinya juga sudah diatur dalam Perpres Nomor 35/2018 soal Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik berbasis Teknologi Ramah Lingkungan yang penerapannya diprioritaskan di 12 kota besar di Indonesia, salah satunya DKI Jakarta.
Teranyar, Presiden Prabowo Subianto juga sudah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025, Tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Peraturan Presiden ini bertujuan mengatasi kedaruratan sampah yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, sekaligus gangguan kesehatan masyarakat akibat tidak terkelolanya sampah dalam skala besar.
Dalam beleid tersebut disebutkan sampah yang diolah tidak hanya terbatas pada listrik, tetapi juga berupa bioenergi, bahan bakar minyak (BBM) terbarukan, dan produk ikutan lainnya.
Adapun peraturan baru tersebut juga mencakup kementerian serta lembaga yang terlibat, yakni Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL (BUPP PSEL), Kementerian Lingkungan Hidup, dan PT PLN (Persero).
Penyelenggaraannya dilakukan pada kabupaten dan kota yang memiliki ketersediaan volume sampah yang disalurkan oleh Pemerintah Daerah ke PSEL, paling sedikit 1.000 ton per hari selama masa operasional PSEL.
Peraturan itu menetapkan ketersediaan APBD yang dialokasikan dan direalisasikan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk pengelolaan sampah meliputi, pengumpulan dan pengangkutan sisa sampah dari sumber sampah ke lokasi PSEL.
Baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto sempat menyatakan dalam pidatonya bahwa dua tahun ke depan, pemerintah akan membangun 34 PLTSa di berbagai daerah, termasuk di Jakarta. TPST Bantargebang misal, diharapkan Prabowo pengelolaan PLTSa akan mengamankan warga dari bahaya cemaran dan gunungan sampah.
"Insya Allah dalam dua tahun kita selesaikan 34 di kota strategis. Karena ini menyangkut kebersihan, kesehatan,” ungkap Prabowo dalam Pidatonya di Rapat Sidang Paripurna di Istana Negara, Senin (20/10/2025).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto pada Maret lalu mengatakan, pengelolaan sampah Jakarta sudah sejalan dengan arahan Presiden Prabowo dengan mengelola sampah dari hulu hingga hilir.
DLH Jakarta melakukan pengelolaan sampah di hulu melalui pengelolaan sampah di lingkup RW, menggerakkan sirkular ekonomi melalui bank sampah, membuat program Jakarta Recycle Center di Pesanggrahan, serta pengelolaan sampah pada kawasan dan perusahaan, termasuk Horeka (Hotel, Restoran dan Kafe) dan pusat perbelanjaan.
Sedangkan pada tahap hilir, Pemprov DKI Jakarta mengoptimalkan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih Bantargebang, melakukan pengolahan sampah lama dan sampah baru pada fasilitas Landfill Mining, dan RDF Plant di TPST Bantargebang dan pemeliharaan sarana serta prasarana TPST.
“Bukan hanya di PLTSa Merah Putih tempat pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif, di RDF Plant pun sampah yang sudah menjadi RDF, selanjutnya dijual kepada industri semen sebagai bahan bakar alternatif pengganti batubara,” tambahnya dalam rilis resmi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id


































