Menuju konten utama

IUPK Freeport Segera Terbit, Bagaimana dengan Kerusakan Lingkungan?

Kementerian ESDM memastikan IUPK Freeport Indonesia rampung sebelum tahun 2018 berakhir. Bagaimana dengan kerusakan lingkungan yang selama ini dipersoalkan?

IUPK Freeport Segera Terbit, Bagaimana dengan Kerusakan Lingkungan?
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). Satgas Amole III bertugas guna menjaga wiayah pertambangan Freeport dari berbagai gangguan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz/15

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memastikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia akan terbit sebelum tahun 2018 berakhir. Jonan mengklaim sebagian besar persyaratan untuk penerbitan IUPK itu sudah terpenuhi.

Jonan mencontohkan divestasi 51 persen saham Freeport sebagai salah satu syarat penerbitan IUPK segera terealisasi. Menurut dia, proses divestasi tinggal menunggu penyelesaian pembayaran oleh PT Inalum untuk menguasai 51 persen saham perusahaan asal Amerika itu.

Selain itu, kata Jonan, syarat pembangunan smelter dalam lima tahun yang menjadi kewajiban Freeport juga telah disepakati. Syarat lainnya, Freeport juga telah menyepakati perubahan rezim Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK yang berimplikasi pada penerimaan negara yang harus lebih besar.

Namun, kata Jonan, Freeport masih menunggu penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penerbitan IPPKH ini harus disertai rekomendasi dari Gubernur Papua.

Jonan mengatakan kementeriannya telah mengutus tim yang tengah berkoordinasi dengan Pemda Papua agar segera memberikan rekomendasi penerbitan IPPKH.

Lalu, bagaimana dengan persoalan lingkungan yang selama ini menjadi kendala?

Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan sebagian besar persyaratan lingkungan Freeport sudah terpenuhi. Penerbitan IUPK yang sempat terganjal karena syarat itu pun, dipastikan tidak akan berpengaruh.

Hal ini menyusul adanya rencana divestasi saham Freeport yang ditargetkan rampung pada akhir Desember 2018. Segala upaya dilakukan pemerintah untuk mempercepat proses akuisisi saham oleh perusahaan pelat merah, PT Inalum.

Dalam konteks ini, KLHK menilai persoalan lingkungan akibat aktivitas Freeport di Papua sudah bisa dianggap tuntas oleh pemerintah.

“Iya itu enggak masalah, kan, sudah dijalankan. Banyak sekali yang sudah dilakukan PTFI,” kata Siti Nurbaya saat konferensi pers di Kantor BPK, Jakarta, Rabu (19/12/2018).

Siti Nurbaya mengatakan, roadmap yang telah disusun Freeport sudah menggambarkan rencana aksi penyelesaian masalah lingkungan yang sistematis dan akan dipraktikkan secara bertahap. Dia menjelaskan roadmap itu terbagi menjadi 2 tahap dengan masing-masing jangka waktunya, yaitu periode 2018-2024 dan 2025-2030.

Pada tahap pertama, kata Siti, salah satu persoalan yang akan dituntaskan Freeport ialah penyelesaian masalah dampak pembuangan tailing dari aktivitas tambang perusahaan itu di Papua. Selain itu, pada tahap pertama itu, pengurangan sedimentasi yang tinggi di sungai juga akan dikerjakan.

Menurut Siti, mulai tahun 2018, pembuangan tailing Freeport seharusnya sudah dikurangi. Dia memproyeksikan, pada 2024, pembuangan tailing Freeport sudah berkurang drastis dari saat ini yang sebesar rata-rata 18.000 miligram per liter menjadi 11-15 ribu milligram per liter.

Persoalan dampak kerusakan lingkungan akibat tambang Freeport di Papua sudah disorot dalam laporan audit BPK. Dengan memakai hasil penghitungan ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), BPK menyimpulkan kerusakan lingkungan itu berpotensi memicu kerugian Rp185 triliun.

Meski belum dianggap sebagai kerugian negara, angka itu tetap tercatat sebagai nilai ekosistem yang rusak akibat aktivitas Freeport di Papua.

Anggota IV BPK Rizal Djalil menjelaskan kerugian Rp185 triliun tersebut merupakan nilai kerusakan ekosistem akibat kegiatan Freeport di Papua.

“Terkait Rp185 triliun, sudah ada rencana aksi bagaimana menyelesaikan itu. Itu yang dijelaskan ibu menteri ini,” ucap Rizal saat konfrensi pers bersama Siti Nurbaya dan Jonan.

Tidak hanya itu, Rizal juga menjamin lembaganya akan melakukan pemantauan terkait roadmap Freeport yang telah disepakati sebelumnya. Ia juga meminta kepada Kementerian ESDM dan KLHK untuk membuat pembaharuan regulasi terkait pengelolaan jasa usaha pertambangan.

“Sehingga potensi penyimpangan pada masa yang akan datang dapat dicegah dan tidak terjadi kembali,” kata Rizal.

Sementara terkait penggunaan hutan lindung tanpa izin oleh Freeport, BPK merekomendasikan agar perusahaan asal Amerika itu bayar denda sebesar Rp460 miliar.

BPK mengumumkan adanya penggunaan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari KLHK. Namun, kata Rizal, IPPKH untuk lahan itu sudah memasuki tahap finalisasi oleh KLHK.

“Begitu ini ditekan [Menteri LHK], maka akan langsung ini ditagih,” kata Rizal.

KLHK Belum Pastikan Siapa yang Harus Melunasi

Sejauh ini, Siti Nurbaya mengaku belum dapat menetapkan siapa yang akan melunasi kewajiban PNBP senilai Rp460 miliar yang direkomendasikan BPK itu.

Siti Nurbaya belum dapat memastikan apakah denda itu nantinya akan dibayar Freeport atau Inalum. Menurutnya, hal itu perlu ditanyakan kepada kementerian/lembaga yang membidangi keuangan.

Mengenai pembayaran, Permenkeu No 91 Tahun 2009 tentang PNBP yang berasal dari kawasan hutan, menyatakan proses verifikasi pembayaran ini menjadi ketentuan yang perlu diatur lebih lanjut oleh KLHK.

“Saya enggak tahu itu, kan, keuangan. Nanti bisa tanya Kemenkeu,” kata Siti Nurbaya.

Selain itu, Siti juga menyebutkan pembahasan IPPKH ini telah dimulai sejak Oktober 2017. Menurutnya sejak bulan itu, kementeriannya terus melakukan interaksi dengan pihak terkait seperti Pemda Papua.

Head of Government Relations and Corporate Communications PT Inalum, Rendi Witular saat dihubungi reporter Tirto, Senin (17/12) lalu berpendapat serupa. Rendi pun optimistis bila proses penandatanganan IUPK tinggal menunggu waktu.

Menurut Rendi laporan BPK yang berjudul Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Kontrak Karya (KK) PTFI tahun 2013-2015 tidak memuat kesimpulan yang menjelaskan soal adanya kerugian negara.

“Di dokumen BPK, apa ada kata-kata kerugian negara atau denda terkait yang Rp185 triliun?” kata Rendi balik bertanya.

Klaim Rendi ada benarnya. Sebab, laporan BPK setebal 229 halaman itu memang menyebutkan bahwa angka Rp185 triliun itu bukan merupakan kerugian, denda atau temuan dan hasil kesimpulan pemeriksaan BPK.

Laporan itu hanya menampilkan perhitungan dari IPB tentang jasa ekosistem yang hilang dari hasil tailing PTFI. Hasil perhitungan yang selanjutnya disebut “nilai ekosistem yang dikorbankan” itu memuat angka Rp185 triliun sebagai nilai yang masih harus didiskusikan dengan KLHK.

Rendi pun mengklaim nilai ekosistem yang dikorbankan bukan merupakan kerusakan lingkungan. “Kerusakan yang mana? Masalah yang mana? Kami ikut saja arahan KLHK dan ESDM,” kata Rendi.

Infografik CI Freeport, Temuan, Tekanan, dan Pengerukan

Infografik CI Freeport, Temuan, Tekanan, & Pengerukan

Komisi VII akan Panggil KLHK dan KESDM

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Maman Suherman belum mau berkomentar banyak mengenai sikap Siti Nurbaya yang belum mau membahas lebih lanjut temuan BPK senilai Rp185 triliun.

Maman hanya mengatakan Komisi VII yang membidangi energi dan pertambangan akan mengundang KLHK dan Kementerian ESDM untuk menanyakan perkembangan lebih lanjut.

Meskipun demikian, ia menyebut keputusan KLHK yang meloloskan syarat lingkungan Freeport harus disikapi positif. Menurutnya, hal itu semata-mata harus dilihat sebagai upaya pemerintah untuk memiliki mayoritas saham Freeport Indonesia.

“Pertama kalinya kita memiliki saham mayoritas di PT Freeport, tentu ini semua harus kita apresiasi,” kata Maman.

Terkait adanya sejumlah masalah lingkungan yang belum diselesaikan PTFI, Maman hanya menganggap hal itu dapat diselesaikan secara bertahap sesuai peraturan yang ada. Menurutnya, yang terpenting pemerintah dapat mengambil alih salah Freeport.

Baca juga artikel terkait DIVESTASI FREEPORT atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz