Menuju konten utama

Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja PDF: Link Download Usai Disahkan DPR

Link download UU Cipta Kerja Omnibus Law usai disahkan DPR RI pada Senin (5/10/2020).

Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja PDF: Link Download Usai Disahkan DPR
Seorang buruh berunjuk rasa di kawasan EJIP (East Jakarta Industrial Park), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/10/2020). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah.

tirto.id - Isi UU Cipta Kerja Omnibus Law dinilai berpotensi merugikan pekerja dan menguntungkan segelintir pihak saja. Meski DPR, DPD, dan perwakilan pemerintahan Jokowi resmi menetapkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, sejumlah fraksi menyatakan penolakan, salah satunya F-Demokrat.

Sekretaris F-Demokrat DPR RI Marwan Cik Asan menegaskan, fraksinya menolak RUU Ciptaker disetujui menjadi Undang-Undang.

"Berdasarkan argumentasi tersebut, Fraksi Demokrat menolak RUU Cipta Kerja, kami nilai banyak hal yang perlu dibahas secara komprehensif, utuh dengan melibatkan semua 'stakeholder' agar tidak berat sebelah dan tercipta lapangan kerja," kata Marwan Cik Asan dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Dia mengatakan ada lima catatan penting F-Demokrat terkait RUU tersebut, pertama, sejak awal fraksi menilai tidak ada urgensi RUU Ciptaker di tengah krisis pandemi COVID-19. Menurut dia, seharusnya prioritas negara saat ini adalah mengatasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi.

"Kedua, RUU ini berdampak luas atau omnibus law sehingga perlu dibahas secara hati-hati dan mendalam termasuk hal fundamental," ujarnya.

Ketiga menurut dia, RUU Ciptaker diharapkan bisa mendorong investasi dan menggerakkan ekonomi nasional namun justru hak pekerja terpinggirkan.

Dia menjelaskan, poin keempat, RUU tersebut mencerminkan bergesernya semangat Pancasila khususnya sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang bergeser ke arah ekonomi kapitalistik dan neoliberalistik.

"Kelima, kami menilai ada cacat prosedur dalam pembahasan RUU Ciptaker karena pembahasan pada poin-poin krusial tidak transparan dan tidak melibatkan pekerja dan masyarakat sipil," katanya, seperti dikutip Antara News.

Marwan meminta fraksi-fraksi mempertimbangkan kembali dan menunda persetujuan RUU Ciptaker menjadi UU.

F-PAN juga memberikan catatan kritis terhadap RUU Cipta Kerja. Pelaksana Harian Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan fraksinya menyampaikan 8 catatan kritis terkait RUU Ciptaker yang dihimpun dari masyarakat dan merupakan akumulasi aspirasi yang disampaikan kepada Fraksi PAN.

1. Pembahasan RUU Cipta Kerja ini dinilai terlalu tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Karena itu, menurut dia, tidak berlebihan jika kemudian dikatakan, hasil dari RUU ini kurang optimal.

2. Menurut dia, dari sektor kehutanan, aturan yang ada dalam UU Omnibus Law masih mengesampingkan partisipasi masyarakat, terutama dengan penghapusan izin lingkungan, penyelesaian konflik lahan hutan, masyarakat adat dan perkebunan sawit, serta tumpang tindih antara areal hutan dengan izin konsesi pertambangan.

3. Catatan ketiga, dari sektor pertanian, Fraksi PAN mendorong pemerintah agar keran impor pangan dari luar negeri tidak dibuka terlalu lebar. Dia meminta Pemerintah harus memproteksi hasil produksi pangan lokal untuk meningkatkan daya saing petani.

"Fakta bahwa tanpa membuka keran impor saja, daya saing komoditas pertanian kita sulit dikendalikan. Fraksi PAN menilai bahwa pengendalian harga komoditas pertanian yang dapat melindungi konsumen dan petani sekaligus, belum menjadi agenda dalam RUU Ciptaker," katanya pula.

4. Catatan keempat, menurut dia, ketentuan dalam Pasal 49 tentang Jaminan Produk Halal, khususnya dalam Pasal 4A bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang didasarkan atas pernyataan pelaku UMK (self declare), sekalipun dilakukan berdasarkan standar halal yang ditetapkan oleh BPJPH, berpeluang besar melahirkan praktik moral hazard yang dilakukan pelaku UMK.

Dia mengatakan "self declare" ialah pengakuan sepihak yang belum tentu bisa diverifikasi kebenarannya, dalam konteks ini semestinya RUU Ciptaker ini bisa mengatur lebih spesifik terkait dengan labelisasi produk halal melalui lembaga yang resmi dan disetujui.

5. Kelima, dalam bidang ketenagakerjaan, Fraksi PAN belum melihat penjelasan lebih khusus mengenai aspek rencana penggunaan tenaga kerja asing, agar tidak menimbulkan multiinterpretasi, sebaiknya hal itu bisa dicantumkan secara spesifik dalam UU ini.

Infografik RUU Ciptaker

Infografik RUU Ciptaker. tirto.id/Fuadi

6. Menurut dia, FPAN menilai penghapusan ketentuan Pasal 64 dan 65 dalam UU Ketenagakerjaan yang memuat pengaturan mengenai dapatnya perusahaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis, dapat berimplikasi pada dimungkinkannya semua jenis pekerjaan untuk diborongkan tanpa adanya batasan tertentu.

Hal itu, menurut dia, akan melahirkan banyak pekerja kontrak yang tidak terproteksi dengan fasilitas-fasilitas yang telah diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan.

"Fraksi PAN menilai bahwa perusahaan-perusahaan nantinya bisa secara membabi-buta menggunakan pekerja kontrak. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 bahwa 'Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," katanya pula.

7. Dalam Pasal 88B dijelaskan, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau hasil, F-PAN menilai ketentuan ini berpotensi melahirkan persoalan baru dan ketidakadilan bagi kesejahteraan pekerja/buruh, di antaranya penghasilan yang diterima bisa berada di bawah upah minimum yang seharusnya didapatkan pekerja/buruh.

8. Fraksi PAN menilai jumlah pemberian pesangon adalah tetap sebanyak 32 kali gaji, hanya saja yang membuat berbeda ialah pesangon itu tidak saja dibayarkan oleh pemberi kerja, tetapi juga dibayar oleh Pemerintah.

Dia mengatakan saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji, sedangkan pemerintah membayar 9 kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Hal ini jelas meringankan beban yang harus dibayar pengusaha atau pemberi kerja, serta tidak mengurangi hak buruh dalam menerima pesangon. Namun Fraksi PAN menilai bahwa skema ini perlu diatur dan diperdalam lebih lanjut. Sebab skema JKP ini direncanakan juga akan menyerap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN)," ujarnya.

Link Download UU Omnibus Law Cipta Kerja

RUU Cipta Kerja Omnibus Law telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada Senin (5/10/2020). Bagi Anda yang ingin melihat isi UU Cipta Kerja final bisa mengunduhnya melalui link berikut ini.

Sementara itu, untuk link download RUU Cipta Kerja Omnibus Law adalah berikut ini: Download RUU Cipta Kerja Omnibus Law.

----------

Artikel ini berdasarkan draf UU Cipta Kerja bertanggal 5 Oktober 2020, yang setebal 905 halaman dan beredar di publik. Dokumen UU aslinya belum ada. DPR maupun pemerintah Joko Widodo belum mempublikasikan dokumen final, sekalipun UU ini sudah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH