tirto.id - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang kerap disapa KUHP merupakan dasar penegakan hukum negara Indonesia.
Salah satu aturannya ada yang membahas tentang tak menuruti perintah atau tuntutan-tuntutan tertentu.
Secara fungsi, KUHP ada di Indonesia demi mendeskripsikan daftar aturan pidana serta hukuman-hukuman bagi para pelanggarnya.
Menurut Tri Andrisman dalam Asas-asas dan Aturan umum Hukum Pidana Indonesia (2009, hlm. 8), pemberian pidana dalam hukum pidana ditujukan agar pelanggaran terhadap pidana tak terjadi.
Lebih dari itu, upaya ini dimaksudkan sebagai pencegahan dari kategori khusus hingga umum. Singkatnya, semua hal diatur agar tak terjadi penurunan tingkat keamanan, kesejahteraan, ketenteraman, dan ketertiban di dalam kehidupan masyarakat.
Ketika seorang melanggar aturan di dalam KUHP, maka sanksi harus secara terpaksa diterima pelanggar. Terkait aturannya, salah satu ada yang membahas tentang tindak pidana tidak menuruti perintah. Bunyi aturan itu diatur lewat Pasal 216 KUHP.
Bunyi Pasal 216 KUHP Tentang Tindak Pidana Tidak Menuruti Perintah
Di Bab VIII, Pasal 216, buku kedua KUHP, terlampir tentang tindak pidana ketika seseorang tidak menuruti perintah atau suatu tuntutan. Pasal tersebut dibagi atas tiga ayat.
Berikut ini isi Pasal 216 KUHP:
- Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
- Disamakan dengan penjahat tersebut di atas setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
- Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.
Selain itu, ada juga sanksi lain berupa pidana denda maksimal sembilan ribu rupiah. Sebenarnya, aturan ini bukan hanya berlaku bagi mereka yang tak menuruti perintah.
Namun, berlaku juga bagi orang yang menghalangi atau menggagalkan tugas seseorang ketika hendak menjalankan tugasnya.
Pada ayat 2, dijelaskan bahwa aturan pasal 216 KUHP berlaku juga bagi semua orang yang berdasarkan undang-undang secara berlanjut atau sementara waktu diberi tugas ketika tengah menjabat di posisi umum.
Terakhir, berlanjut ke ayat 3. Jika kejahatan pelanggaran perintah terjadi lagi sebelum menutup waktu dua tahun, maka beban hukuman akan diberikan tambahan sebanyak sepertiga dari jumlah awal.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dhita Koesno