tirto.id - Peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyebut penunjukkan pejabat tinggi Polri, Irjen Polisi Muhammad Iqbal menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak selaras dengan aturan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Dia mengutip Pasal 414 Ayat 2 yang menyebut Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), pada dasarnya berasal dari pegawai negeri sipil profesional yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ada dua kriteria penting sebagai rujukan dasar figur Sekjen yang diamanatkan UU MD3 yaitu pegawai negeri sipil dan profesional," kata Lucius, saat dihubungi Tirto, Selasa (20/5/2025).
Lucius menjelaskan jika secara aturan Pasal 20 UU tentang ASN menempatkan kepolisian dan TNI berbeda dari ASN umumnya. Dia mengungkap jika ada jabatan ASN tertentu memang bisa diisi oleh Polisi atau tentara, tetapi rujukan penempatan mereka di posisi tertentu itu mengacu pada UU tentang Kepolisian dan UU TNI.
"Polisi mungkin termasuk aparatur negara, tetapi bukan Pegawai Negeri Sipil," ucap Lucius.
Dalam aturan terpisah, Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian, Lucius menyebut dalam aturan tersebut mengatur agar anggota kepolisian yang menduduki jabatan di luar kepolisian harus mengundurkan diri atau pensiun dini.
"Dengan demikian maka penunjukan Sekjen DPD yang berlatarbelakang Pejabat Kepolisian tidak sinkron dengan regulasi sebagaimana dijelaskan di atas," tutur Lucius.
Tidak hanya bermasalah dari sisi aturan perundangan, penunjukkan Sekjen DPD dari aparat Polri aktif dapat bermasalah dari sisi profesionalisme. Lucius menjelaskan jika profesi polisi itu berkaitan dengan penegakan hukum. Oleh karena itu, kata dia, pelantikan Iqbal tidak sinkron dengan posisi Sekjen yang tugas utamanya menjadi supporting system DPD.
"Sekjen DPD bertanggungjawab kepada Pimpinan DPD. Tetapi jika sekjennya merupakan seorang pejabat kepolisian aktif, maka ia juga harus taat pada Kapolri," kata dia.
Lucius khawatir jika Iqbal akan memiliki loyalitas ganda dan tak fokus dalam kerjanya di DPD. Hal itu, menurutnya, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
"Maka bisa-bisa loyalitas sekjen menjadi loyalitas ganda dan yang tak terelakkan justru adalah potensi konflik kepentingannya nanti," tutur dia.
Dia berharap DPD pada periode ini dapat meningkatkan performa dan menunjukkan kesungguhan dalam membangun kelembagaan di internal. Dirinya berharap agar DPD tidak hanya dikenal karena kontroversinya namun juga kinerja keterwakilan terhadap aspirasi publik.
"Kalau DPD dibicarakan hanya karena hal-hal yang kontroversial, maka dukungan publik bagi penguatan kewenangan akan makin sulit diraih DPD," kata Lucius.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, melantik Mohammad Iqbal, sebagai Sekjen. Pelantikan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79/TPA Tahun 2025 tanggal 9 Mei 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari Dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI.
"Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan YME atas taufik dan hidayahnya, maka pada hari ini, Senin tanggal 19 Mei 2025, saya Sultan Baktiar Najamudin dengan ini secara resmi melantik saudara dalam jabatan Sekretaris Jenderal DPD RI. Saya percaya bahwa saudara akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan," kata Sultan saat melantik Iqbal di Gedung Nusantara IV, Senin (19/5/2025).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































