Menuju konten utama

Internet Padam di Papua, Penanganan COVID-19 Karut-marut

Internet yang padam di Papua mengakibatkan kekacauan penanganan pandemi, dari mulai tak bisa memasukkan data terbaru hingga merujuk pasien.

Internet Padam di Papua, Penanganan COVID-19 Karut-marut
Petugas dinas kesehatan. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.

tirto.id - Sistem komunikasi kabel laut Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) ruas Biak-Jayapura terputus sejak 30 April 2021 dan mengakibatkan seluruh layanan Telkom Group terganggu. Penyebabnya adalah pergeseran lapisan bumi di dasar laut.

Selain membuat warga Papua hidup nyaris tanpa jaringan internet karena provider lain pun jangkauannya amat terbatas, kasus ini juga mengganggu penanganan COVID-19. Dalam laporan yang terbit 26 Mei 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan tidak menerima data harian COVID-19 dari pulau itu.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Papua Silwanus Sumule membenarkan itu. “Dalam beberapa waktu, Papua tidak ada kasus. Di lapangan itu bukan karena tidak ada kasus, kasusnya ada,” ujar Silwanus kepada reporter Tirto, Jumat (28/5/2021).

Alur distribusi data hanya berjalan di tingkat kabupaten/kota ke provinsi, padahal kasus-kasus baru jelas muncul di lapangan. Setelah lebaran, Papua mendapatkan 80 kasus baru. Namun hal tersebut tetap tidak bisa dijadikan pegangan lantaran hanya bersumber dari laporan 5 kabupaten dari total 29 kabupaten kota.

Total kasus COVID-19 di Papua sejauh ini tercatat 20.461. Kasus sembuh sebanyak 11.455 dan meninggal 207. Angka tersebut tidak berubah dengan angka yang terpublikasi di laman covid19.go.id per 26 Mei 2021.

“Apakah angka-angka itu menggambarkan kondisi di Papua? Ya saya agak susah menyampaikan hal tersebut,” kata Silwanus.

Dampak lanjutan dari kejadian ini, kata Silwanus, adalah “upaya-upaya kita untuk terus memasifkan informasi kepada masyarakat, menyangkut upaya kita untuk konsisten menerapkan prokes.”

Persoalan ini juga menghambat laporan intervensi vaksin. “Kita, kan, harus menyampaikan real time. Sudah berapa vaksinasi. Apakah muncul KIPI. Itu mesti langsung dilakukan penanganan,” ujarnya.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menjelaskan bahwa data kasus secara real time sangat diperlukan untuk menggambarkan situasi yang sebenarnya dan sebagai dasar merancang strategi penanganan yang tepat.

“Kalau tidak real time, ya, seperti ini. Secara nasional pun tidak real time. Jadi miss ekspektasi, miss strategi, missleading, dan miss kalkulasi,” ujar Dicky kepada reporter Tirto, Jumat. “Musuh pandemi ini: virus, infodemik, perilaku, dan waktu. Kita telat, ya, akan menerima banyak korban,” tambahnya.

Rumah Sakit Terdampak

Terputusnya jaringan telekomunikasi di Papua juga menyebabkan karut-marut komunikasi antara Satgas Penanganan COVID-19 dengan rumah sakit, bahkan hingga layanan kesehatan paling bawah. Proses rujukan pasien menjadi terkendala.

Sistem rujukan hanya memungkinkan terjadi pada fasyankes yang dapat ditempuh jalur darat. Sementara di Papua, di daerah-daerah tertentu, terdapat mekanisme rujukan yang membutuhkan jalur udara.

“Biasanya diatasi dengan cara teman-teman melakukan telemedicine, melakukan tindakan via telepon karena kebetulan RS dokter-dokternya lebih kapabel,” ujar Silwanus Sumule.

Untuk mengatasi ketiadaan internet, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah Papua dr. Jon Paat mengatakan sistem rujukan dilakukan secara manual dengan menggunakan kertas.

Namun tetap saja soal klaim pembiayaan akan tertunda karena prosesnya harus melalui internet. “Asuransi nasional (BPJS Kesehatan) itu enggak bisa, karena harus kontak ke Jakarta. Jadi beberapa rujukan memang terhambat,” ujarnya kepada reporter Tirto, Jumat.

Pada akhirnya pihak rumah sakit mengandalkan kerja-kerja manual, termasuk soal pelaporan jumlah pasien. Mereka menggunakan fasilitas pesan pendek atau sambungan telepon. “Tapi data real time pasti enggak bisa,” ujarnya.

Jon dan Silwanus berharap Telkom Group segera menyelesaikan persoalan telekomunikasi di Papua. Dan berharap pemerintah mencari alternatif solusi dalam mengatasi persoalan ini.

“Kalau internet terganggu, bisa enggak sewa [internet satelit] bulanan? Karena kerusakan hanya satu bulan tapi sewanya harus satu tahun untuk internet satelit. Pemerintah harus begitu, siapkan sewa bulanan,” ujar Jon.

General Manager Telkom Witel Papua Sugeng Widodo mengatakan perusahaan menargetkan internet pulih “awal Juni”. “ Targetnya tetap, belum ada perubahan. Kita harapkan di awal Juni sudah normal, dan kabel yang terputus sudah tersambung,” katanya mengutip Jubi.

Baca juga artikel terkait PAPUA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi & Mohammad Bernie
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino