Menuju konten utama

Integrasi Sistem Pembayaran yang Memicu Antrean Panjang Pemakai KRL

Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengklaim bahwa integrasi antarmoda transportasi publik tinggal menunggu implementasinya.

Integrasi Sistem Pembayaran yang Memicu Antrean Panjang Pemakai KRL
Petugas station mengecek tiket penumpang di Stasiun Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (23/7/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), operator KRL Jabodetabek, mendapat sorotan awal minggu ini. Pemantiknya adalah antrean panjang di sejumlah stasiun KRL akibat pembaruan dan pemeliharaan sistem tiket elektronik (e-ticketing) yang dilakukan perusahaan, pada Minggu hingga Senin (22-23/7/2018).

Selama masa pemeliharaan berlangsung, pemilik Kartu Multi Trip (KMT) maupun kartu uang elektronik harus melakukan transaksi secara langsung di loket. Pengguna pun harus membayar uang sebesar Rp3.000 untuk satu kali perjalanan. Sistem transaksi yang beralih menjadi konvensional itu mengakibatkan antrean panjang, bahkan tidak sedikit para pengguna KRL yang protes.

Pihak KCI meminta maaf dan memberikan klarifikasi terkait masalah ini. Hal tersebut sebagai proses dari pembaruan dan pemeliharaan yang dilakukan KCI dalam skala besar, yakni mencakup sekitar 1.800 perangkat tiket elektronik, berupa gate, vending machine, hingga mesin loket di 79 stasiun.

Direktur Utama PT KCI Wiwik Widayanti menyebutkan sistem e-ticketing sedang disesuaikan agar dapat melayani jumlah pengguna jasa KRL yang terus meningkat.

“KMT juga diprogramkan untuk dapat mendukung interaksi antarmoda transportasi publik, dalam hal ini tentunya juga dibutuhkan sistem yang dapat mengakomodir program tersebut,” kata Wiwik dalam jumpa pers di Stasiun Juanda, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Wiwik mengindikasikan tidak akan ada perubahan pada sistem e-ticketing di hari-hari mendatang. Wiwik mengatakan apabila terdapat kendala dalam pemakaian KMT atau kartu uang elektronik sekali pun, maka itu tak lebih dari proses normalisasi. Sebagai solusinya, Wiwik meminta masyarakat dapat mengurus kartunya ke loket supaya bisa berfungsi normal dalam tiga hari.

Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai kisruh yang sempat terjadi selama sistem e-ticketing diperbaharui membuktikan masyarakat sudah terbiasa dengan fasilitas yang memudahkan. Padahal, kata dia, saat KCI menerapkan sistem e-ticketing pada medio 2013, banyak pengguna yang justru menentangnya.

Menurut Djoko, integrasi yang dilakukan KCI pada 2013 lalu masih sebatas integrasi fisik. Apabila pihak KCI saat ini melakukan pembaruan dan pemeliharaan agar mesin bisa mendukung integrasi moda transportasi publik, kata Djoko, maka hal itu wajar dan memang perlu dilakukan. Djoko memprediksi hal-hal serupa bukan tidak mungkin akan kembali terjadi pada hari-hari mendatang.

“Di sinilah pentingnya dibuat SOP, sehingga kalau sistem tidak bisa digunakan dalam kurun waktu tertentu, kegiatan tetap berjalan dan sosialisasi terkait penyesuaiannya digencarkan,” kata Djoko kepada Tirto, Rabu (25/7/2018).

Djoko juga berpendapat pemerintah perlu memperhatikan sinergi secara teknis antara masing-masing alat transportasi. Salah satunya terkait dengan subsidi. Djoko mengatakan, Transjakarta dan KRL memiliki sumber anggaran subsidi yang berbeda. Hal semacam inilah yang menurut Djoko perlu diperhatikan agar tidak menjadi masalah saat diaudit.

“Integrasi itu, kan, memang tuntutan [zaman]. Bagaimana dengan satu kartu saya bisa naik bus, kereta, yang mana sumber subsidi keduanya ini berbeda,” ucap Djoko.

Pernyataan Djoko erat kaitannya dengan perbedaan kepemilikan moda transportasi, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu, strategi integrasi sistem pembayaran elektronik moda transportasi memang akan disinergikan dengan membentuk dua entitas yang berbeda.

Pertama, unit usaha yang berada di bawah BUMN untuk moda transportasi yang dikelola oleh BUMN. Kedua, konsorsium yang berada di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan berbentuk BUMD untuk moda transportasi juga akan dikelola oleh BUMD. Dengan demikian, kedua entitas tersebut harus bersinergi dengan menyediakan infrastruktur pemrosesan uang elektronik yang saling terkoneksi.

Infografik CI Integrasi pembiayaan di balik kasus krl

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengklaim integrasi antarmoda transportasi publik tinggal menunggu implementasi saja. Salah satu sinergi yang sudah dilakukan ialah ditandatanganinya perjanjian kerja sama (MoU) antara Kementerian Perhubungan dan Bank Indonesia pada September 2017 lalu. Kendati demikian, Bambang belum merinci lebih lanjut terkait teknis pelaksanaan dari integrasi tersebut.

“[Pembaruan sistem] yang dilakukan KCI kemarin salah satu kegiatan untuk persiapannya tahun ini. Jadi tinggal menunggu implementasinya saja,” ujar Bambang kepada Tirto, Rabu (25/7/2018).

Meski telah melakukan persiapan, namun PT KCI mengaku belum menerima instruksi lebih lanjut terkait teknis pengintegrasian antarmoda transportasi umum. Vice President Corporate Communication PT KCI Eva Chairunnisa mengatakan pihaknya baru membekali sistem e-ticketing pada KRL sehingga bisa siap saat gagasan pengintegrasian tersebut direalisasikan.

“Saat ini dari sisi [pihak] kami sudah siap. Karena untuk integrasi sistem pembayaran ini juga membutuhkan kerja sama yang khusus, jadi sewaktu-waktu dilakukan integrasi, kami siap,” kata Eva menjelaskan.

Kepada Tirto, Eva pun mengungkapkan bahwa PT KCI sudah sempat beberapa kali ikut rapat terkait integrasi antarmoda transportasi umum dengan BPTJ. Eva sendiri memastikan bahwa pemerintah saat ini sedang serius menggodok rencana agar masyarakat dapat menikmati sistem pembayaran yang terintegrasi, baik saat menggunakan MRT, LRT, KRL, hingga Transjakarta.

Baca juga artikel terkait KRL atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz