Menuju konten utama

Inkonsistensi Jokowi: Janji Kabinet Ramping dengan 24 Kursi Wamen

Pangi menilai penambahan kursi wamendagri semakin menguatkan inkonsistensi Jokowi soal janji membuat kabinet ramping dan efektif.

Inkonsistensi Jokowi: Janji Kabinet Ramping dengan 24 Kursi Wamen
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (22/11/2021). ANTARA FOTO/Pool-Hafis=dz Mubarak/hp.

tirto.id - Presiden Joko Widodo kembali menambah kursi wakil menteri. Terbaru, mantan Wali Kota Solo itu menambah kursi wakil menteri dalam negeri untuk Kemendagri. Penambahan kursi wamendagri ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 114 tahun 2021 tentang Kementerian Dalam Negeri per 30 Desember 2021.

“Dalam memimpin Kementerian Dalam Negeri, menteri dapat dibantu oleh wakil menteri sesuai dengan penunjukan presiden,” demikian bunyi Pasal 2 ayat 1 Perpres tersebut dikutip dari laman JDIH Setneg, Rabu (5/1/2022).

Peran wakil menteri dalam negeri ini sama seperti wakil menteri lain: bertugas membantu mendagri. Kemudian wakil menteri dalam negeri juga membantu koordinasi dengan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya atau Eselon I di lingkungan kementerian.

Penambahan kursi wamendagri merupakan penambahan kedua selama Desember 2021. Sebelumnya, Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 110 tahun 2021 per 14 Desember 2021 sebagai acuan pembentukan kursi wakil menteri sosial atau wamensos.

Dengan penambahan kursi wamendagri ini, maka jabatan wakil menteri kabinet Jokowi saat ini mencapai 24 kursi. Padahal di era pemerintahan pertama periode 2014-2019, Jokowi hanya membuka 3 kursi wakil menteri, yakni wakil menteri luar negeri, wakil menteri keuangan, dan wakil menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Dari 24 kursi yang tersedia, Jokowi baru menunjuk 15 orang wakil menteri, antara lain: Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar; Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi; Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara; Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga; Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat John Wempi Wetipo; Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong.

Lalu, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi; Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra; Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Hary Tanoesoedibjo; Wakil Menteri BUMN I Kartika Wiryoatmojo; Wakil Menteri BUMN II Pahala Mansury; Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra; Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono; Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharief Hiariej; dan Wakil Menteri Pertanian Harfiq Hasnul Qolbi.

Selain ke-15 nama tersebut, ada 9 kursi wakil menteri yang belum diisi, termasuk wamendagri. Sembilan kursi yang masih kosong, yaitu: wakil menteri ketenagakerjaan; wakil menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah; wakil menteri perindustrian; wakil menteri ESDM; wakil menteri pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi; wakil menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi; wakil menteri investasi’ dan wamendagri.

Janji Jokowi soal Kabinet Ramping Dipertanyakan

Penambahan kursi wakil menteri secara konsisten tentu semakin menjauhkan pemerintahan Jokowi dengan janjinya di masa lalu soal kabinet ramping maupun zeken kabinet atau kabinet ahli ketika dilantik sebagai presiden pada periode pertama.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, pembentukan kursi wamendagri semakin menguatkan inkonsistensi Jokowi dalam berpolitik saat ini. Sebab, langkah menyediakan kursi wakil menteri hingga 24 kursi makin jauh dengan janji kabinet ramping yang diwacanakan.

“Gimik Pak Jokowi ini berbahaya, inkonsistensi itu makin terang benderang dan semakin mengkonfirmasi bahwa inkonsistensi beliau tidak bisa dipegang antara perkataan diksi beliau dulu dan itu semua ada rekam jejak digital,” kata Pangi kepada reporter Tirto, Kamis (6/1/2022).

Pangi menambahkan, “Semua buyar, semua narasi the right man on the right place, zeken kabinet atau kabinet ahli juga nggak terwujud. Akhirnya beliau menyerah dan tidak mampu menahan kekuatan, mungkin oligarki pada beliau sehingga pada akhirnya beliau harus menyenangkan semua orang, harus happy. Akhirnya beliau termakan oleh perkataan beliau dulu.”

Pangi menilai, aksi penambahan wakil menteri sudah tidak berkorelasi dengan narasi kabinet ramping selama ini. Ia beralasan, penambahan kursi wamen tidak bisa dikorelasikan dengan menguatkan kinerja. Sebab, menteri sudah dibantu dirjen dan staf ahli sehingga tidak perlu wamen.

“Itu lebih kepada politik akomodatif saja, lebih kuat DNA bagi-bagi kue di ujung kepengurusan beliau yang belum dapat jatah ini, kan, protes, belum ada kepastian. Jadi beliau sendiri sebenarnya enggak happy, tetapi ya ini jebakan yang beliau dari awal tidak menyadari tak bisa berbuat," kata Pangi.

Pangi menambahkan, penambahan kursi wakil menteri justru membuat gemuk dan beban bagi pemerintah. Alasannya, kata dia, pemerintah harus menyediakan anggaran gaji bagi wamen, fasilitas untuk wamen hingga mengeluarkan biaya tambahan dengan menggaji tenaga ahli maupun staf wamen.

Pangi pun menilai wajar bila pemerintah berkelit dan terus mengklaim kalau pemerintahan Jokowi tetap ramping meski terus-menerus menambah kursi wakil menteri. Namun, Pangi mengingatkan publik akan terus mengingat janji Jokowi soal pemerintahan ramping dan profesional.

Pangi juga memahami bahwa penambahan kursi wamen sebagai upaya mengakomodir permintaan-permintaan pendukung Jokowi yang merasa tidak kebagian jatah. Sebab, pendukung Jokowi masih ada yang belum mendapatkan kue politik. Oleh karena itu, kursi wamen menjadi solusi karena Jokowi tidak ingin mengganggu stabilitas kepemimpinannya dengan me-reshuffle kabinet.

“Kalau mengganggu kursi menteri, dia menjaga hubungannya dengan partai. Dia nggak mau instabilitas politik apalagi mengurangi kursi menteri. Mana pernah Pak Jokowi mengambil risiko itu?” kata Pangi.

Pangi menambahkan, “Beliau orangnya kompromi dan pintar, cerdas. Enggak mau ribut sama partai juga dan menjaga perasaan partai. Kalau mengurangi nggak mungkin, mungkin menambah iya. caranya gimana? Ya siapkan pos baru," tutur Pangi.

Peneliti politik dari BRIN Wasisto Rahardjo Jati menilai sikap Jokowi yang terus menambah kursi wamen adalah bukti aksi tebang pilih di birokrasi. Ia beralasan, struktur kementerian semakin besar, sementara lembaga pemerintah non-kementerian cenderung dipangkas.

“Tentu perbedaan perilaku menunjukkan adanya tingkat level strategis suatu lembaga negara di mata presiden," kata Wasisto kepada reporter Tirto, Kamis (6/1/2022).

Wasisto mengatakan alasan pemerintah sudah tepat dengan melihat beban kerja instansi. Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan pada masa Jokowi tidak memenuhi arah tersebut. Ia menuturkan, "Saya lihat pengisian posisi wamen tidak mengikuti logika meritokrasi di atas dan cenderung makin memperpanjang rantai birokratis di lembaga-lembaga tertentu.”

Wasisto mencontohkan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Kedua instansi tersebut punya banyak dirjen setara eselon 1 serta beragam direktorat yang melapor ke menteri. Kehadiran wamen akan membuat panjang rantai birokrasi dalam koordinasi instansi.

“Idealnya kalau ada wamen itu ya posisi dirjen dilikuidasi agar tidak berpotensi tumpang tindih kewenangan," kata Wasisto.

Dugaan lain Wasisto tentang penambahan kursi wamen terus menerus adalah faktor kesalahan penempatan menteri atau istilahnya bukan the right man on the right place. Alhasil, wamen menjadi bala bantuan bagi menteri, apalagi menteri yang berasal dari parpol. Hal ini dikaitkan dengan tidak sedikit menteri Jokowi bakal maju pada 2024.

“Saya lihat ada gejala political distrust dalam kabinet sekarang terlebih beberapa menteri ramai di bursa capres. Oleh karena itu, wamen adalah bentuk aksi pasang badan presiden semisal menteri yang bersangkutan ‘bermanuver’ demi 2024," kata Wasisto.

Wasisto khawatir, penambahan kursi wamen akan memicu friksi akibat tugas wamen yang belum jelas. Kemudian porsi birokrasi yang panjang akan membuat kementerian lambat mengambil sikap.

“Adapun motif politik Jokowi dengan adanya wamen di beberapa pos kementerian itu adalah sebagai ban serep apabila terjadi reshuffle bagi menteri bersangkutan," kata Wasisto.

Klarifikasi Pemerintah

Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara Bidang Komunikasi dan Media Faldo Maldini menegaskan, pembentukan kursi wakil menteri dalam negeri adalah upaya pemerintah dalam merespons kementerian dengan cakupan ruang besar.

Faldo menegaskan pembentukan jabatan wakil menteri dibentuk untuk menanggapi ketidakpastian sehingga perlu ada penyesuaian. Ia pun menekankan bahwa penambahan kursi wakil menteri tidak berarti langsung diisi.

“Ada posisi wamen tapi tidak berarti harus diisi, itu sesuai penilaian presiden. Kalau perlu, ya diisi, kalau tidak butuh, ya dibuka saja. Kita bergerak sesuai kebutuhan," kata Faldo dalam keterangan, Kamis (6/1/2022).

Faldo pun menegaskan, pemerintahan Jokowi tetap berkomitmen dengan kabinet ramping. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dari langkah pemerintah yang tidak serta-merta langsung mengisi jabatan wakil menteri. Oleh karena itu, Faldo meminta pembentukan kursi wakil menteri tidak selalu dikaitkan dengan aksi politik.

“Jangan terlalu dikaitkan dengan politik. Ini soal tantangan pemerintahan. Kita harus semakin adaptif," kata Faldo.

Baca juga artikel terkait WAKIL MENTERI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz