Menuju konten utama

Indonesia Masih Terbelakang Soal Standar Emisi Kendaraan

Standar Euro terus berkembang dan menjadi rujukan bagi banyak negara untuk menekan emisi kendaraan demi membatasi polusi udara. Sayangnya tak semua negara bisa mengikutinya termasuk Indonesia yang jalan di tempat.

Indonesia Masih Terbelakang Soal Standar Emisi Kendaraan
Populasi kendaraan bermotor di Jakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Populasi kendaraan bermotor di Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah, sebuah bom waktu bagi lingkungan. Polusi udara menjadi persoalan serius, sedangkan penjualan kendaraan bermotor tak terbendung.

Selama beberapa tahun terakhir penjualan mobil di Indonesia sudah menembus di atas 1 juta unit per tahun, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat pada 2016 sudah mencapai 1.061.735 unit. Ihwal yang sama terjadi dengan roda dua, yang pada 2011 sempat menembus 8 juta unit. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat sejak 2010 penjualan motor selalu mencapai 7 juta unit, meski pada 2015 turun menjadi 6,48 juta unit.

Capaian gemilang industri otomotif memang memberikan kontribusi bagi perekonomian, tapi aspek pencemaran udara sebuah persoalan. Di perkotaan, berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sektor transportasi menyumbang 75 persen emisi gas berbahaya pada pencemaran udara. Pencemaran tersebut disumbangkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat.

Salah satu indikator untuk mengetahui seberapa ketat aturan lingkungan di sektor kendaraan bermotor adalah penggunaan standar Euro pada penerapan emisi gas buang kendaraan bermotor. Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam penerapan standar Euro karena masih mengacu pada Euro 2--berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 141/2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaran Bermotor Tipe Baru sejak 2007. Dari laman resmi Gaikindo diketahui, mulai 1 Agustus 2013 sebenarnya mulai diterapkan Euro 3 pada kendaraan bermotor roda dua tapi belum efektif.

Berdasarkan data cleanairasia.org, negara-negara seperti India, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand sudah menggunakan standar Euro 4. Sedangkan Korea Selatan Euro 5 dan bahkan Eropa sudah masuk standar Euro 7. Standar Euro 2 diterbitkan tahun 1996 di Eropa, sedangkan sudah 21 tahun Indonesia masih menggunakan standar tersebut. Padahal sejak tahun 2009 di Eropa sudah diberlakukan standar Euro 5.

Infografik Standart Otomotif Eropa

Persoalan di Indonesia

Mengapa penerapan standar Euro di Indonesia bergerak lambat? Salah satu sebabnya adalah ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kualitas tinggi yang belum tersedia di dalam negeri dan tentunya soal teknologi mesin kendaraan yang mendukungnya. Kebijakan energi di Indonesia masih menggunakan dengan nilai oktan yang rendah dan tingkat pencemaran yang tinggi, sehingga penggunaan BBM Premium sangat dominan di Indonesia.

Di dunia, hanya Indonesia yang masih menggunakan BBM Premium dengan Ron 88. Kilang Pertamina mayoritas masih menghasilkan BBM Ron 88, dan hanya kilang Balongan yang menghasilkan BBM kualitas tinggi.

Namun persoalan ''Kambing Hitam” soal ketersediaan BBM di Indonesia yang masih standar Euro 2 targetnya akan berakhir pada 2023 saat proyek modifikasi kilang Pertamina dan pembangunan kilang baru selesai dengan standar BBM Euro 5 dengan jumlah yang melimpah mencapai 2 juta barel dan mencukupi seluruh kebutuhan BBM di Indonesia, baik sektor transportasi dan sektor industri. Targetnya kualitas BBM di Indonesia saat itu akan lebih baik dibandingkan BBM hasil kilang Singapura yang masih standar Euro 3.

Sasaran soal ketersedian BBM yang bisa memenuhi standar Euro lebih tinggi dan sudah disiapkan.

Sekarang persoalannya bagaimana pemerintah dan industri otomotif bersiap menyambutnya. Belajar dari pengalaman sebelumnya, ketimpangan standar BBM dan teknologi mesin ujung-ujungnya berdampak pada konsumen. Pada tahun 2010 ramai menjadi pemberitaan, terjadinya kerusakan fuel pump pada mobil yang memiliki standar BBM Ron 92 yang diisi dengan Premium saat terjadi disparitas harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dengan RON rendah dengan BBM Non Subsidi.

“Kita siap, kita maunya sudah Euro 4. Memang membutuhkan waktu untuk penyesuaian," kata Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi dikutip dari Antara Juni 2016 lalu.

Dari sisi pemerintah, sudah ada upaya penerapan standar emisi Euro 4. Alasannya selain lingkungan, penggunaan Euro 4 akan memangkas jumlah subsidi BBM, mesin lebih irit, serta menghindari konsumsi BBM yang tidak sesuai dengan bahan bakar yang berdampak pada mesin.

"Saya kemarin sempat meminta kepada Kemenperin agar mengkaji bagaimana mobil dengan standar emisi Euro 4 agar segera diterapkan di Indonesia, agar menjadi bagian dari manufaktur otomotif serta meningkatkan ekspor," kata Wapres Jusuf Kalla Agustus lalu dikutip dari Antara.

Sebagai negara yang cukup tertinggal soal standar emisi Euro, Indonesia mau tak mau melompat dari standar Euro 2 ke Euro 4 atau Euro 5 untuk mengejar ketertinggalan. Namun kata kuncinya, semakin menunda meningkatkan standar emisi mesin dari Euro 2, maka akan semakin besar kerugian yang ditanggung negara maupun masyarakat khususnya soal lingkungan.

Baca juga artikel terkait MOBIL atau tulisan lainnya dari Arief Hermawan

tirto.id - Otomotif
Reporter: Arief Hermawan
Penulis: Arief Hermawan
Editor: Suhendra