tirto.id - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyebut, inflasi akibat risiko geopolitik menjadi ancaman terhadap perekonomian dunia. Secara khusus, pertumbuhan perekonomian dunia sebesar 3,2 persen pada 2023 diperkirakan akan tidak mengalami perubahan.
"Banyak tantangan yang menghadang. Pertumbuhan global sebesar 3,2 persen pada 2023 diperkirakan akan tetap pada tingkat tersebut, baik pada 2024 maupun 2025," ucap Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, pada konferensi pers dalam World Bank Spring Meetings, dikutip Kamis (18/4/2024).
"Aktivitas di kawasan Eropa melemah,” imbuhnya
Lebih lanjut, kekhawatiran terhadap inflasi, dan dampak ekonomi dari ketidakstabilan di Timur Tengah dan perang di Ukraina terhadap perekonomian dunia menjadi hal yang utama yang disoroti bagi para pemangku kebijakan dalam pertemuan World Bank terbaru.
Gourinchas juga menuturkan, target inflasi global berada pada titik yang mengkhawatirkan. Kondisi demikian tercermin dari harga minyak dunia yang terus meningkat karena ketegangan konflik geopolitik Iran dengan Israel.
“Menuju target inflasi agak mengkhawatirkan karena terhenti sejak awal tahun di beberapa negara. Ini mungkin merupakan kemunduran sementara, namun ada alasan untuk tetap waspada. Harga minyak meningkat sebagian karena ketegangan geopolitik dan sektor jasa," tutur dia.
Di sisi lain, catatan Gourinchas memperlihatkan bahwa tingkat inflasi masih sangat tinggi di banyak negara. Pembatasan perdagangan lebih lanjut juga dapat mendorong inflasi barang.
"Mengembalikan inflasi ke target harus tetap menjadi prioritas,” kata Gourinchas.
Sementara itu, IMF juga mencatat bahwa beban belanja bantuan pandemi telah menyebabkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat di sebagian besar negara.
IMF mendesak negara-negara untuk mengatasi hal ini dengan membangun kembali penyangga fiskal mereka. Namun hal tersebut memang tidak memungkinkan secara politik dalam jangka pendek.
Konsolidasi fiskal yang kredibel dapat membantu menurunkan biaya pendanaan, meningkatkan ruang fiskal, dan stabilitas keuangan.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa memanasnya konflik geopolitik Iran dengan Israel memberi efek terhadap kondisi perekonomian global. Eskalasi konflik tersebut membuat indeks dolar AS meningkat, dan menyebabkan melemahnya indikator finansial sejumlah negara.
Menurut Airlangga, eskalasi konflik berpotensi berdampak pada perekonomian global serta meningkatkan risiko makroekonomi perekonomian Indonesia.
“Namun langkah-langkah antisipatif akan disiapkan untuk menjaga kepercayaan pasar atas dampak potensi semakin meningkatnya harga komoditas terutama minyak akibat terganggunya pasokan, serta kenaikan harga emas, sebagai aset safe haven, dan rambatan ke sektor lainnya,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/4/2024).
Langkah antisipatif ini dilakukan dengan penyelenggaraan rapat terbatas bersama seluruh unsur Kedeputian di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beserta sejumlah Duta Besar pada hari ini.
Airlangga menambahkan, konflik ini juga akan menimbulkan gangguan pada rantai pasokan melalui Terusan Suez yang akan berdampak langsung setidaknya pada kenaikan biaya kargo.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang