tirto.id - Tifauziah Tyassuma atau akrab disapa dokter Tifa memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait dengan laporan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Laporan tersebut terkait dengan dugaan fitnah isu ijazah palsu, namun, pemeriksaan itu hanya berjalan 1 jam 20 menit.
Dijelaskan dokter Tifa, dirinya memang diberikan 68 pertanyaan oleh tim penyidik Polda Metro Jaya. Namun, tidak ada satu pertanyaan pun yang dijawab olehnya.
"Tentu saja karena pertanyaan-pertanyaan itu semua berkaitan dengan ijazah yang menjadi polemik selama 10 tahun ini. Ya tentu saja yang saya tanyakan dulu, yang saya klarifikasi dulu apakah ijazahnya ada? Soal ijazahnya tidak ada ya kita percuma kan bertanya jawab," ucap Tifa di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (11/7/2025).
Ditambahkan dia, 68 pertanyaan itu menyoal tentang penelitiannya terkait dengan keaslian ijazah Jokowi. Dokter Tifa mengaku sebelum dia menjawab pertanyaan, ia meminta penyidik menghadirkan langsung ijazah fisik Jokowi, namun permintaan itu tak dipenuhi penyidik.
Ditegaskan dokter Tifa, dirinya hingga kini memandang tidak adanya perbuatan melawan hukum apapun dalam penelitian ijazah Jokowi. Dokter Tifa meyakini tidak ada penghasutan maupun ujaran kebencian yang dilakukannya dalam membedah keabsahan ijazah Jokowi.
“Benar-benar semua dalam koridor ilmiah," ungkap Tifa.
Tifa menyebut bahwa muara dari kasus ini sebenarnya hanya satu, yakni kejelasan soal fisik ijazah. Oleh karena itulah, sebagai pihak terlapor, dia menilai perlu untuk menghadirkan ijazah asli Jokowi.
“Ijazah yang diklaim apapun itulah, mau diklaim asli, mau diklaim palsu. Tapi yang jelas, jati diri dari ijazah secara analog itu kan sampai hari ini belum kita dapatkan. Seharusnya saya sebagai terlapor itu punya hak untuk melihat. Karena dengan itu, diskusi menjadi jelas," ujar dia.
Lebih lanjut, Tifa memaparkan bahwa dirinya pada dasarnya sudah menyiapkan mental untuk menjalani pemeriksaan dalam waktu yang panjang dengan penyidik. Dia enggan menjawab pertanyaan penyidik ini, ujar dia, juga bukan bentuk melarikan diri dari proses hukum.
"Saya sebagai peneliti tentu saja punya tanggung jawab secara moral maupun secara obligatori saya sebagai peneliti untuk melakukan penelitian tersebut," tutup dia.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































