Menuju konten utama

Idrus Marham Bicara Jokowi Effect hingga Calon Ketum Golkar

Idrus Marham mengakui bahwa kemenangan Golkar di Pemilu 2024 tidak lepas dari Jokowi effect.

Idrus Marham Bicara Jokowi Effect hingga Calon Ketum Golkar
Header Wansus Idrus Marham. tirto.id/Tino

tirto.id - Nama Idrus Marham sempat menghilang dan dikabarkan vakum di panggung politik setelah sempat tersandung kasus korupsi proyek PLTU Riau-1 pada 2018. Kasus ini membuat politikus senior Golkar itu, mengundurkan diri dari Menteri Sosial Kabinet Kerja Jokowi-JK pada periode pertama.

Setelah bebas pada 2020, Idrus Marham kembali muncul ke permukaan. Bahkan pada Pemilu 2024, mantan Sekjen Golkar itu dipercayai sebagai Ketua Dewan Pembina Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar. Kehadiran Idrus diharapkan dapat memperkuat posisi partai berlogo pohon beringin.

"Jadi pertama dalam dunia pemikiran tidak ada kevakuman. Kita selalu berpikir kehidupan itu adalah berpikir dan simbol kehidupan kita adalah pemikiran," kata Idrus dalam podcast FYP (For Your Pemilu), di kantor Tirto.

Idrus mengakui bahwa kemenangan Golkar di Pemilu 2024 tidak lepas dari Jokowi effect (efek pengaruh Jokowi). Peran sentral Jokowi, membawa Golkar parkir sementara di nomor urut dua di bawah PDIP dengan perolehan suara di atas 15 persen.

Kepada Tirto, Idrus Marham juga berbagi soal bagaimana Gibran Rakabuming Raka sebagai faktor perolehan suara Golkar di Pemilu 2024, pertarungan antar calon ketua umum Golkar yang sudah mulai menghangat, hingga obrolan seru lainnya.

Berikut ini petikan wawancara Tirto, dengan Idrus Marham:

Bang Idrus lebih banyak kerja-kerja pemikiran daripada kerja-kerja lapangan?

Jadi sebenarnya kan memang begini, saya diinspirasi oleh Golkar itu sendiri. Jadi Golkar itu memiliki doktrin dan hakikat yaitu karya kekaryaan.

Maka karya kekaryaan sebagai doktrin dan hakikat ini, menginspirasi bahwa untuk berkarya itu diperlukan kecerdasan. Orang cerdas diperlukan pikiran. Dan pikiran itu adalah orang-orang cerdas. Nah, sebenarnya kalau kita ingin produktif, kekuatannya ada pada pikiran. Pada kerja-kerja pikiran.

Dan kalau kita bicara di dunia aktivis itu banyak kategori. Ada orang yang punya ide, ada orang yang mengerjakan ide, ada orang yang kerjanya hanya melapor, dan ada juga kerjanya menikmati.

Nah, kita ingin yang mendasar bahwa yang sejatinya dihormati di sini adalah orang-orang yang kerja cerdas, orang-orang yang punya pikiran, orang-orang yang punya satu komitmen bahwa kalau kita ingin produktif harus mulai dari pikiran.

Karena itu, waktu saya jadi Ketum KNPI, yang pertama kali saya ingin ubah ketika itu adalah mengubah tradisi dalam kehidupan kepemudaan. Dari huru-hara fisik menjadi huru-hara wacana. Di situ kuncinya.

Bang Idrus pengalaman Sekjen Golkar 8 tahun. Abang sempat mengalami masa-masa ditahan KPK, lalu sempat vakum, dan saat ini muncul di publik kembali ke Golkar?

Jadi, pertama, dalam dunia pemikiran tidak ada kevakuman. Kita selalu berpikir kehidupan itu adalah berpikir dan simbol kehidupan kita adalah pemikiran. Ini kan sebenarnya ingin kita kembangkan. Jadi tidak pernah kita vakum, tapi berpikir terus.

Terkait dengan Golkar, kalau kita melihat Golkar saya terus terang saja, kebesaran Golkar ada di mana? Kita secara riil [melihat] kebesaran Golkar ada di mana?

Ini kan masalahnya di situ. Peran-peran signifikan yang memberikan kemanfaatan, memberikan satu arah perjalanan bangsa ke depan ini masih ada kah sekarang? Gitu loh. Ini kan pertanyaan dasarnya.

Kalau misal kita ingin jujur, kalaupun ada, tidak maksimal. Maka kalau kita ingin kembali bagaimana Golkar berkiprah ke depan berada pada posisi yang menjadi penentu arah pemikiran pembangunan bangsa ke depan menuju 100 tahun Indonesia emas.

Idrus Marham

Idrus Marham. tirto.id/Andhika

Kalau misal itu sasaran kita, mungkin saatnya Golkar ini sekarang ini Munas (Musyawarah Nasional) ke depan menjadi momentum untuk melakukan penataan kembali Golkar. Agar Golkar betul-betul muncul sebagai sebuah partai yang menjadi penentu arah pembangunan bangsa ke depan.

Jadi momentum itu harus kita jadikan sebagai momentum penataan, momentum kebangkitan. Penataan seperti apa? Kita tata dengan hal yang mendasar. Misal, paradigma yang kita kembangkan adalah paradigma membesarkan Golkar bukan lagi paradigma menguasai Golkar.

Kita letakkan Golkar sebagai wadah perjuangan ideologi cita-cita yang mulia bukan hanya sekedar tiket politik. Kita jadikan Golkar sebagai wadah perjuangan ideologi cita-cita diimplementasikan dalam pikiran perorangan untuk rakyat, bukan hanya sekedar transaksi-transaksi untuk duduk [di parlemen]. Ini yang harus kita pikirkan ke depan.

Anda merealisasikan dalam fungsionarisnya apa?

Jadi kita harus sudah mulai dikit-dikit. Misal, saya sendiri mulai lagi-lagi satu dua bulan ke depan mungkin satu dua buku saya akan diluncurkan dan bicara tentang penataan itu.

Kedua, kemarin kebetulan saya diberi tugas oleh Ketua Umum Airlangga mendampingi Maman Abdurahman di Bappilu. Maman sebagai ketua dan saya diminta sebagai Ketua Dewan Penasihat dan Pembina di situ.

Itu saya sudah coba lakukan tugas-tugas fungsi saya. Apa itu? Tugas fungsional saya sebagai penasihat atau pembina di situ adalah fungsi konseptual. Apa sih konsep kemenangan itu, bagaimana langkah-langkahnya.

Dan karena itu jadi ada fungsi konseptual saya berdiskusi dengan ketuanya, kebetulan ketuanya Bapilu ini adalah Saudara Maman Abdurahman seorang aktivis. Saya menilai cukup memiliki konsep dan keberanian sebagai aktivis dan ada kemauan untuk membuktikan sebagai kader muda Golkar punya prestasi. Dan juga di situ wakil ketua umumnya adalah Ahmad Doli Kurnia.

Oleh karena itu, saya bilang begini kepada mereka kalau kita ingin memenangkan pertarungan kita harus kelola partai ini saintifik-nya jalan. Jangan hanya bekerja. Dan karena itu saya kembali lagi kepada prinsip dari dulu saya sudah canangkan, yaitu berpikir cerdas, bekerja keras, dan bermain taktis.

Karena itu, maka sekarang hasilnya luar biasa dengan 15 persen sekian [suara Partai Golkar], saya punya keyakinan bahwa tidak lepas juga apa yang dilakukan oleh ketua umum dengan mengkapitalisasi prestasi-prestasi politiknya sebagai Menko Perekonomian.

Dan tentu juga ditunjang oleh kader-kader Golkar yang ada di semua lini daerah, anggota dewan dan juga gubernur dan juga bupati dan tentu juga di kementerian. Misal, di situ ada Pak Luhut, bagaimana dengan kiprah pemerintahan punya suatu prestasi. Kemudian di situ ada Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, juga dengan segala kiprahnya.

Kemudian ada juga Saudara Agus Gumiwang, ada Saudara Dito Ariotedjo [Menpora]. Kemudian terakhir ada Jerry Sambuaga Wakil Menteri Perdagangan. Di samping juga di DPR kiprah-kiprahnya. Dan ini dikapitalisasi tapi tentu dimotori oleh Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai Menko Perekonomian.

Pernyataan Airlangga dan Meutya Hafid sempat mengatakan bahwa mereka bisa naik karena promosikan kerja-kerja Jokowi, berarti ada Jokowi effect dalam kemenangan Golkar?

Bukan saya kira, saya yakin ada [Jokowi effect]. Dan memang selama ini kalau kita ingin jujur saya katakan suasana kebatinan hubungan antara Pak Jokowi dengan Golkar sangat kuat dan tinggi. Dan juga memang tercermin dalam penampilan yang ada gimik-gimik politik Pak Jokowi dengan pakai dasi kuning, baju kuning, dan ketawa-tawa.

Iya mungkin ini dianggap guyon. Tapi ini efeknya kepada masyarakat yang suasana kebatinan. Jangan lupa hubungan sosial masyarakat kita lebih banyak diwarnai oleh psikososial rasa.

Jadi itu penafsiran yang muncul dari masyarakat sesuai dengan kemampuannya untuk beda-beda. Namun, pengaruh psikososial suasana kebatinan yang kuat itu pasti ada.

Ketika kampanye terang benderang Pak Airlangga ketika membagi bagi bansos bilang 'ini terima kasih kepada Jokowi'. Apakah ada kemenangan Golkar ditunjang bansos?

Jadi gini, ini beda. Golkar sebagai bagian dari koalisi pemerintah punya kewajiban untuk menyampaikan program pembangunan yang ada. Salah satu diantaranya adalah bansos itu. Artinya bahwa memang Golkar sebagai partai pendukung pemerintah punya peran signifikan dalam perjuangkan itu.

Saya kira itu disampaikan seperti itu. Itu tidak ada masalah. Beda lagi misal posisi saya, ketika masuk kampanye. Saya sebagai Sekretaris Tim Kerja Strategis Prabowo-Gibran dan ketuanya adalah Saudara Bahlil, kita tidak pernah bahas itu. Kenapa? Kita tentu, kita kerja cerdas.

Prabowo-Gibran itu yang usung itu kan Gerindra, Gibran sampai saat ini masih tercatat sebagai KTA PDIP dengan segala macam dinamikanya, tapi yang dapat suara paling tinggi Golkar?

Jadi kita melihatnya kan begini, begitu hiruk pikuk pembentukan koalisi pra, pada waktu itu kita ikuti lalu kemudian muncul Gibran. Kita sudah baca ini, berpikir cerdas. Kita sudah membaca bagaimana arah politik ini, bagaimana realitas dan respons masyarakat.

Setelah itu kan Golkar, ini maaf saja ini, mengambil alih opini itu lalu kemudian di dalam dialog-dialog, kita mengatakan bahwa kemunculan Gibran sebagai salah satu calon harus dijadikan sebagai momentum, pemacu, dan pemicu lahirnya kepemimpinan muda ke depan.

Siapa saja yang mau masuk dengan senang hati karena go public. Jadi Gibran terbuka, setelah itu kan makin dekat suasana kebatinan.

Persoalan bagaimana Gibran dengan PDIP itu adalah rumah tangga [mereka sendiri], kita tidak mau campur. Tetapi misal [Gibran] selesai lalu ke [Golkar] ini kan tidak ada masalah. Karena memang Golkar adalah partai go public, siapa saja. Bahkan kita di Golkar, bahwa Golkar ini adalah milik rakyat, bukan milik keluarga, bukan milik kelompok, siapa saja ayo oke. Tidak ada masalah.

Setelah itu kan naik lagi tahap ketiga komunikasi intensif dilakukan. Sampai ada acara di Golkar lalu kemudian Ketua Umum Airlangga Hartarto di situ menyerahkan baju khusus. Ini kan satu langkah-langkah untuk semakin mendekatkan suasana kebatinan antara Golkar, tokoh-tokoh Golkar, kader-kader Golkar, markas perjuangan Golkar dengan Mas Gibran.

Dengan terbangunnya suasana kebatinan itu tentu masyarakat juga menonton dan melihat bahwa betapa ini bukan sandiwara. Ini bukan guyonan politik, tetapi sebuah proses politik yang nyata yang kita lakukan tulus ikhlas, dengan ada suatu idealisme.

Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang pemilih 53 persen lebih ke depan. Dan biasanya juga Indonesia ini persoalan paternalistik, dan macam-macam. Itulah dengan adanya komunikasi politik, ini semua kita coba cairkan semua, sehingga demikian anak muda meresponsnya positif.

Berarti ada pengakuan bahwa Golkar mengkapitalisasi Mas Gibran untuk menaikkan suara Golkar?

Artinya, betul-betul kita lakukan. Jadi gini murni bahwa ke depan ini apalagi adanya bonus demografis kemudian kita menuju tahun 2045 misal perlu persiapan semuanya. Perlu kaderisasi dan salah satu bentuk kaderisasi itu memberikan peluang kepada anak muda.

Muncul Mas Gibran, ini idealisme. Jadi salah satu bentuk dari komunikasi ini kepada Golkar ini adalah barokah dari sebuah ketulusan oleh Golkar.

Andaikata Jokowi diterima apa yang mau diberikan Golkar kepada Jokowi?

Pertama, satu hubungan Golkar dengan Pak Jokowi suasana kebatinan dekat. Karena itu, kalau kader-kader Golkar, pemimpin Golkar, termasuk saya, kita ketemu Jokowi itu biasa, tidak ada struktural. Beliau bukan sebagai presiden, tetapi betul-betul kita orientasinya pikiran gagasan. Bisa serius, bisa guyon dan lain-lain. Karena sudah dekat suasana kebatinan dan tidak lagi ada prasangka antara Golkar dengan Pak Jokowi. Ini dulu yang penting.

Dalam komunikasi, komunikasi apapun termasuk komunikasi politik tapi dasarnya syak wasangka, saling curiga mencurigai, ini pasti tidak akan harmonis. Antara Golkar dengan Pak Jokowi suasana kebatinan sudah terbangun sedemikian rupa tidak ada syak wasangka sehingga mengalir. Karena ini mengambil positif semua.

Nah, karena itu sudah terjalin ini semua tidak ada masalah. Sebab dari Golkar itu kan saya selalu bicara ada pendekatan-pendekatan fungsional dan struktural.

Pendekatan fungsional itu sebuah peran yang dibangun berdasarkan pada keahlian pada pikiran dan gagasan. Nah, siapa yang meragukan Pak Jokowi legacy-nya sebagai presiden dua periode.

Kemudian prestasi-prestasi yang dicapai selama ini tentu dengan ada kekurangan-kekurangan tidak bisa menampik kan. Sehingga peran-peran fungsional pasti lebih besar.

Persoalannya peran-peran struktural posisi-posisi apa? Ini sebenarnya posisi-posisi ini yang juga harus dibangun dan sebuah komunikasi dari semua stakeholder Golkar ini seperti apa?

Kalau misalnya suasana kebatinan Pak Jokowi misal ada dan diterima sedemikian rupa. Tetapi ini andaikata kita kan tidak boleh [mendahului], karena sampai hari ini belum ada pengumuman, bahwa [Jokowi] ini masih kader PDIP. Tapi namanya doa kita selalu berdoa. Sekali lagi terbuka semua apapun posisi struktural itu dan tentu nanti ada aturan-aturan yang memang mengatur tetapi penentu akhir itu ada pada Munas.

Munas adalah lembaga tertinggi partai Golkar yang menentukan hitam-putihnya baik aturan, siapa ketua umum, dewan pembina, bagaimana struktur, dan bagaimana arah kiprah perjuangan Golkar ke depan.

Ini semua dibicarakan di situ [Munas]. Jadi semua ada tempatnya, ada mekanismenya, ada tahapannya. Jadi tidak ada masalah.

Kalau misal secara persentase berapa persen Pak Jokowi mau bergabung dengan Golkar?

Tentu sangat tidak etis kalau kita bicara ke Pak Jokowi, tidak. Tetapi yang saya gambarkan tadi meskipun memang Pak Jokowi sekarang masih sampai pada hari ini kan masih PDIP dan kita jangan pernah mencampuri urusan rumah tangga orang kalau kita ingin harmonis. Dan saya terus terang saja dengan PDIP apalagi dengan Mas Hasto itu suasana kebatinan juga luar biasa.

Mbak Mega juga terus terang saja, saya buka di sini. Ketika saya jadi ketua koalisi-nya Pak Prabowo dan Hatta Rajasa pada 2014. Saya ketua koalisi, sekjennya yaitu Fahri Hamzah wakil ketuanya adalah Fadli Zon, Beberapa kali kita diskusi dengan Mbak Mega.

Jangan tercederai hubungan suasana kebatinan itu hanya karena ada kepentingan kepentingan subyektif. Karena itu biarlah di sini masih Pak Jokowi dengan PDIP-nya sampai sekarang baik-baik saja dan status keanggotaan masih di situ.

Namun, yang ingin saya jelaskan sekali lagi bahwa hubungan suasana kebatinan antara Golkar dengan Pak Jokowi itu sangat cair, sangat akrab, sangat dekat, sehingga kalau ada perubahan-perubahan ke depan tidak begitu susah.

Idrus Marham

Idrus Marham. tirto.id/Andhika

Munas ini kapan akan dilaksanakan saya dengar kabarnya mau dipercepat?

Kalau itu saya belum dapat informasi, tetapi kan begini mari kita menghadapi Munas ini dengan pikiran yang jernih. Bahkan ada komitmen bersama bagaimana Munas ini yang akan datang kita jadikan momentum penataan Golkar kembali.

Siapa kandidat yang ingin Anda dukung di Munas 2024?

Saya kira begini kalau ingin melihat kandidat-kandidat yang ada kan banyak. Jadi Pak Ketua Umum informasinya juga akan kembali maju. Kemudian ada Bambang Soesatyo. Ada Agus Gumiwang. Kemudian ada lagi kan tokoh-tokoh lain tapi juga ada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Ini kader Golkar semua.

Saya kira ini nanti sebaiknya akan bicara dengan baik berproses misal di situ nanti ada perdebatan konseptual, ada komitmen yang dibangun secara bersama sama. Semuanya harus dimulai dari niat, niatnya apa yaitu ingin membesarkan Golkar. Kalau ingin membesarkan Golkar berarti kader-kader yang ada ini tidak boleh pecah tetapi harus utuh harus satu. Saya kira prinsip-prinsip dasar itu harus dibangun.

Dari nama-nama ya yang disebutkan yang paling dekat dengan Abang mana yang paling dekat didukung?

Saya ingin dulu tahun 2017, ketika mau Munaslub pada waktu itu karena Pak Novanto dalam suatu proses, maka saya dengan dengan Airlangga dan beberapa orang. Lalu pada waktu itu ada komunikasi-komunikasi akhirnya saya mundur. Akhirnya Pak Airlangga sendiri maju. Jadi saya tahu Pak Airlangga tahu saya dan saya tahu dia.

Tapi sebenarnya yang paling pokok dalam sebuah proses komunikasi politik untuk membangun komitmen membesarkan partai itu tidak hanya sekedar tahu bagaimana ini kita wujudkan komitmen bersama ke depan. Pak Airlangga pada 2019 terpilih lagi lalu kemudian sampai sekarang berarti sudah tujuh tahun.

Tentu juga ada lain-lain, Pak Bamsoet itu juga dekat dengan saya. Waktu saya jadi ketua umum KNPI, salah satu tim saya terdepan sama dengan saudara Lutfi sama-sama dengan saya. Jadi dekat-dekat semua gitu.

Kemudian Bahlil ini adalah seorang kader muda partai Golkar yang juga lahir dari bawah. Kebetulan waktu saya ketua umum pemuda masjid, dia juga pemuda masjid di Papua. Kemudian ketika di Golkar dia sebagai bendahara di Papua.

Setelah itu berkembang dengan kreativitasnya sendiri menjadi ketua umum HIPMI dan kiprah-kiprahnya ini sangat luar biasa. Dan sekarang ini balik menjadi Ketua TKS (tim kerja strategis) Prabowo-Gibran. Dan setelah ada komunikasi di atas itu ketika kemarin saya diminta sebagai sekretaris, saya kira sangat produktif juga.

Ada Agus [Gumiwang] juga. Kemudian siapa lagi, mungkin nanti ini belum muncul nanti pasti ada muncul-muncul lagi semua. Sehingga saya hanya ingin mengatakan dari hubungan-hubungan yang ada ini semua punya potensi. Potensi itu kita satukan dengan baik dengan niat bersama-sama untuk membesarkan Golkar bukan menguasai.

Kalau membesarkan itu tidak boleh ada satupun di antara potensi-potensi itu yang terpinggirkan harus ada di tengah semua sebagai satu kekuatan politik partai Golkar yang akan digunakan untuk menghadapi seluruh pertarungan politik ke depan. Dan kita pastikan yakin Golkar akan menggunakan seluruh pertarungan politik.

Bang Idrus sepertinya punya kedekatan lebih kepada Pak Bahlil, karena Abang saat ini sebagai Sekretaris TKS Prabowo-Gibran?

Saya dengan Pak Bahlil tentu komunikasi saya lebih dekat karena apalagi dalam menghadapi Prabowo-Gibran ini hampir setiap saat komunikasi dan lain-lain sebagainya. Komunikasi-komunikasi itu dan juga hubungan selama ini memang lebih produktif.

Saya kira itu ya, tidak bisa juga kalo ada orang mengatakan hubungannya Idrus dengan Bahlil itu juga tidak realistis karena memang faktanya dekat. Dekat secara fungsional dan dekat sebagai adik meskipun sekarang posisinya sebagai menteri saya hormati.

Nah, di sini juga jangan setelah merasa senior terus. Ini kan ada perputaran hari ini senior tetapi dalam perputaran yang ada perjalanannya luar biasa karena itu kita harus hormat.

Sehingga dengan demikian kalau dalam pertarungan politik saya dorong dengan kedekatan-kedekatan yang ada saya ingin gunakan dengan baik supaya komunikasi dengan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum, komunikasi dengan Bahlil ini juga jalan dengan baik.

Apakah perlu ada restu Pak Jokowi dalam Munas?

Jadi begini masalah restu dan tidak restu itu kan masalah bagaimana orang memaknai bagaimana orang menafsirkan. Tetapi kalau komunikasi diskusi tentang itu terdepan siapa saja kan tidak ada masalah apalagi Golkar dalam posisi sebagai koalisi melanjutkan.

Kalau kita melanjutkan ada diskusi bagaimana misal program-program pembangunan yang dilaksanakan Pak Jokowi selama 10 tahun akan dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Di mana di dalam koalisi salah satu di antaranya adalah Golkar. Dan Golkar berkomitmen untuk berperan jauh lebih besar lagi melalui pikiran-pikiran yang ada.

Tentu nanti kan ada diskusi, kita bicara kira-kira kader-kader yang potensial yang ber kompeten untuk mendorong peran-peran melanjutkan ini siapa ada diskusi.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri