Menuju konten utama

Ibu Kota Pindah Kalimantan: 3 Hal yang Perlu Dipertimbangkan Jokowi

WRI Indonesia mengungkapkan 3 hal yang perlu dipertimbangkan Pemerintah Jokowi dalam rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan.

Ibu Kota Pindah Kalimantan: 3 Hal yang Perlu Dipertimbangkan Jokowi
Foto udara kawasan Bukit Nyuling, Tumbang Talaken Manuhing, Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Kamis (25/7/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan. Namun Mantan Gubernur DKI Jakarta itu belum memutuskan lokasi pasti untuk ibu kota baru.

Isu pemindahan ibu kota bukanlah ide baru. Di masa pemerintahan Presiden Soekarno, usulan ini telah beberapa kali diutarakan sejak tahun 1957. Ide ini juga telah beberapa kali dikemukakan oleh presiden-presiden selanjutnya.

Menurut Jokowi, pemindahan ibu kota terkait dengan pemerataan pembangunan dan penurunan populasi di Pulau Jawa yang menampung 57 persen dari total populasi di Indonesia.

Selain itu, Jakarta juga menghadapi sejumlah masalah seperti banjir, kualitas air buruk, menurunnya permukaan tanah, meningkatnya permukaan laut dan kemacetan.

Terkait rencana tersebut, WRI Indonesia mengingatkan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan tiga hal dalam pemindahan ibu kota.

Hal itu tertuang dalam tulisan berjudul Hal yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Memindahkan Ibu Kota. Tulisan itu ditulis oleh Direktur WRI Indonesia Nirarta Samadhi, Senior Manajer Iklim & Hutan Arief Wijaya, Spesialis Komunikasi Reidinar Juliane, dan Koordinator Sains & Penelitian Dean Affandi.

Dalam tulisannya, WRI menyampaikan agar, pertama, pemerintahan Jokowi mempertimbangkan soal pengembangan infrastruktur jangan sampai mengorbankan hutan dan lahan gambut.

Pengembangan infrastruktur secara menyeluruh diperlukan untuk membangun kota baru sebagai pusat administrasi. Meskipun begitu, upaya ini jangan sampai membahayakan hutan.

Dengan luas wilayah hutan ketiga terbesar di dunia, hutan-hutan di Indonesia menyimpan karbon dalam jumlah besar dan berperan penting dalam memerangi krisis iklim global yang sudah menyebabkan peningkatan risiko banjir, kemarau dan bencana alam lainnya di dalam negeri.

Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, untuk pemindahan ibu kota tersebut diperlukan wilayah seluas 60.000-100.000 hektare, atau setara dengan ukuran Kota New York.

Jika pemindahan dilakukan ke Kalimantan Timur, pembukaan hutan utuh dan lahan gambut besar-besaran mungkin harus dilakukan untuk mengakomodasi pengembangan yang diperlukan.

Penebangan hutan lebat seluas 100.000 hektare di Kalimantan Timur berpotensi melepaskan 48 juta ton CO2 ke atmosfer atau setara dengan emisi yang dikeluarkan oleh 9,3 juta pengguna kendaraan dalam satu tahun. Selain itu, perusakan lahan gambut yang penting bagi provinsi tersebut juga akan melepaskan emisi dalam jumlah besar.

Kedua, pemerintah juga harus mempertimbangkan overpopulasi dan kemacetan lalu lintas di Jakarta belum tentu terselesaikan. Pemerintah menekankan pentingnya memindahkan ibu kota untuk mengurangi dan mengatasi overpopulasi di pulau Jawa dan Jakarta.

Menurut WRI Indonesia target tersebut belum tentu tercapai. Pemindahan pusat pemerintahan ke kota lain belum tentu diikuti dengan perpindahan penduduk.

Dengan lebih dari 30 juta jiwa yang bermukim di Jabodetabek, penuntasan overpopulasi dan masalah-masalah terkait bukan hal yang mudah.

"Untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas, pemindahan ibu kota saja tidak cukup. Pendekatan yang menyeluruh dan masif sangat diperlukan," tulis WRI Indonesia.

"Beberapa langkah yang biasa dilakukan adalah pembangunan moda transportasi umum terintegrasi, penggunaan lahan yang lebih efisien untuk membangun compact city dan transformasi pusat kota menggunakan konsep Transit-Oriented Development. Menciptakan sistem pemantauan kualitas udara juga penting untuk dilakukan."

Ketiga, pemerintah juga perlu mempehatikan pentingnya pengelolaan air berkelanjutan di Jakarta untuk mencegah banjir dan menyediakan air bersih.

Penilaian lingkungan untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Indonesia tahun 2020-2024 menunjukkan tingkat kekurangan air (water stress) yang tinggi di Pulau Jawa. Jakarta sendiri mengalami kekurangan air di tingkat yang mengkhawatirkan.

Pemerintah juga menyebutkan kelangkaan air tanah dan kerentanan terhadap banjir sebagai masalah-masalah yang mungkin dihadapi kandidat ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Rencana pengelolaan air yang berkelanjutan, termasuk pengelolaan hidrologi yang menyeluruh di lahan gambut, harus dibuat untuk menciptakan ibu kota yang layak huni dan berkelanjutan.

"Patut diingat bahwa memindahkan ibu kota dari Jakarta tidak berarti semua masalah akan langsung terselesaikan. Bahkan, memindahkan ibu kota ke kota lain mungkin saja meningkatkan dampak lingkungan dan sosial yang terjadi.," tulis WRI Indonesia.

Baca juga artikel terkait PEMINDAHAN IBUKOTA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH