Menuju konten utama

HUT Bhayangkara ke-73 Polri & Sejarah Pasukan Elite Majapahit

HUT Bhayangkara ke-73 Polri diperingati tanggal 1 Juli 2019. Sejarah Bhayangkara berasal dari nama pasukan elite Kerajaan Majapahit.

HUT Bhayangkara ke-73 Polri & Sejarah Pasukan Elite Majapahit
Relief Gajah Mada di Monumen Nasional, Jakarta. FOTO/Wikipedia

tirto.id - Tanggal 1 Juli 2019 diperingati oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-73. Sejarah penamaan Bhayangkara sendiri berasal dari nama pasukan elite yang pernah dipimpin Mahapatih Gajah Mada pada zaman Kerajaan Majapahit di abad ke-14 Masehi.

Istilah Bhayangkara pada akhirnya melekat dengan institusi Polri seiring berlakunya Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 yang diteken Presiden Sukarno. Sebelumnya, kepolisian dinaungi Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara dan hanya bertanggung jawab atas masalah administrasi, sedangkan untuk masalah operasional berada di bawah wewenang jaksa agung.

Setelah Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 diterapkan, dikutip dari buku Perkembangan Kepolisian di Indonesia (1952) karya M. Oudang, kepolisian bertanggung jawab langsung kepada perdana menteri terhitung sejak 1 Juli 1946. Maka itu, setiap 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara oleh segenap elemen Polri.

Sejarah Bhayangkara: Pasukan Elite Pengawal Raja Majapahit

Sebelum zaman Majapahit, istilah Bhayangkara sebenarnya sudah dikenal pada era Kerajaan Singasari, tepatnya pada masa pemerintahan Raja Kertanegara yang dalam Kitab Negarakertagama disebut bertakhta sejak 1254 hingga 1292 Masehi. Namun, dalam riwayatnya nanti, Bhayangkara justru lekat dengan sosok Gajah Mada.

Gajah Mada mengawali kariernya pada 1313 sebagai prajurit, kemudian ditunjuk sebagai bekel atau komandan Bhayangkara, pasukan elite pengawal raja. Di bawah komando Gajah Mada, Bhayangkara semakin kuat dan solid. Ia menanamkan empat prinsip yang disebut Catur Prasetya kepada para personel Bhayangkara.

Catur Prasetya, dikutip dari Sejarah Kepolisian di Indonesia (1999) buku terbitan Polri, kemudian diadaptasi sebagai salah satu Landasan Kerja Kepolisian RI yang diresmikan pada tanggal 4 April 1961.

Adapun bunyi dari Catur Prasetya yang dirumuskan Gajah Mada itu antara lain: Satya Haprabu (setia kepada pemimpin negara), Hanyaken Musuh (mengenyahkan musuh-musuh negara), Gineung Pratidina (mempertahankan negara), dan Tan Satrisna (sepenuh hati dalam bertugas).

Purwadi dalam Sejarah Raja-Raja Jawa (2007) memaparkan, Gajah Mada yang memimpin kesatuan Bhayangkara beberapa kali berhasil mencegah ancaman dan upaya-upaya pemberontakan terhadap kekuasaan Majapahit, juga menjaga ketenteraman warga.

Puncaknya pada 1319. Kala itu, menurut buku Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979) yang ditulis Slamet Muljana, Gajah Mada bersama 15 orang prajurit Bhayangkara sukses mengamankan Raja Jayanegara dari pemberontakan yang dimotori salah seorang petinggi istana bernama Ra Kuti.

Setelah menumpas aksi pembangkangan Ra Kuti, Gajah Mada menyatakan berhenti sebagai komandan pasukan Bhayangkara. Namun, Jayanegara –putra Raden Wijaya yang melanjutkan takhta ayahnya sebagai penguasa Majapahit sejak 1309– kemudian justru mengangkatnya sebagai patih.

Tahun 1328, Jayanegara ditemukan tewas di kamarnya. Konon, pelaku atau otak pembunuhan ini adalah Ra Tanca, tabib pribadi raja yang juga seorang komandan Bhayangkara, jabatan yang pernah diemban oleh Gajah Mada.

Purwadi dalam bukunya yang lain, Jejak Nasionalisme Gajah Mada (2004), menuliskan bahwa Gajah Mada menangkap Ra Tanca, lantas dihukum mati. Adik Jayanegara, Tribhuwana Tunggadewi (1328-1351), dinobatkan sebagai penguasa Majapahit selanjutnya.

Di masa inilah Gajah Mada diangkat sebagai mahapatih dan mengucapkan Sumpah Palapa yang melegenda itu. Ikrar menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit mulai terwujud saat Gajah Mada mendampingi raja berikutnya yang juga putra Ratu Tribhuwana Tunggadewi, yakni Hayam Wuruk (1350-1389)

Maka, keberadaan patung Mahapatih Gajah Mada di depan Markas Besar (Mabes) Polri di Jakarta Pusat bukan tanpa alasan. Pamor dan karier militer serta politik Gajah Mada melesat berkat kiprahnya saat memimpin pasukan Bhayangkara, yang kemudian diadaptasi oleh Polri sejak 1 Juli 1946.

Baca juga artikel terkait HUT BHAYANGKARA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Humaniora
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH