tirto.id - Hukum menjalankan puasa Ramadan sebelum mandi wajib setelah berhubungan intim suami-istri, pada dasarnya diperbolehkan. Namun, mandi wajib mesti segera dilakukan sebelum datang fajar, agar salat Subuh bisa sah dilaksanakan.
Puasa Ramadhan, dalam makna sederhana, adalah ibadah yang dilaksanakan dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, termasuk makan, minum, hingga senggama, mulai dari terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) sampai datang waktu maghrib (matahari tenggelam).
Setiap muslim atau muslimah yang sudah mukallaf, wajib hukumnya menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Mukallaf merupakan keadaan di mana seorang muslim sudah dikenakan hukum wajib menjalankan rukun Islam seperti shalat fardhu dan puasa Ramadan, karena telah memenuhi syarat seperti baligh, berakal sehat, dan tidak memiliki uzur syar’i.
Hukum Puasa Sebelum Mandi Wajib Setelah Senggama
Meskipun dilarang bersenggama ketika menjalankan puasa Ramadan, pasangan suami istri masih tetap diperbolehkan berhubungan badan pada malam harinya.
Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mengenai hukum menjalankan puasa Ramadhan sebelum melaksanakan mandi junub (mandi wajib) setelah suami-istri berhubungan badan di malam hari.
Dalam situasi normal, mandi wajib sebaiknya segera dilakukan sebelum datang fajar shadiq, atau waktu mulai berpuasa. Namun, mandi wajib bisa saja tertunda karena ketiduran atau ada halangan lainnya.
Jika sampai fajar shadiq datang suami-istri yang baru berhubungan badan pada malam hari belum mandi junub, apakah puasanya sah? Jawabannya sesuai fikih adalah puasanya tetap sah.
Dalil yang mendasarinya ialah cerita Aisyah dan Ummu Salamah di sebuah hadis riwayat Muslim sebagai berikut:
“Rasulullah pernah berhadas besar (junub) pada waktu subuh di bulan Ramadan karena malamnya bersetubuh, bukan karena mimpi, lalu beliau berpuasa tanpa mandi sebelum fajar,” (H.R Muslim).
Jumhur ulama juga berpendapat bahwa suci dari hadas besar (dalam hal ini junub), tidak menjadi syarat sah pelaksanaan puasa.
Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Al Maj’um Syarah Al Muhadzdzab menjelaskan bahwa ketika suami-istri bersenggama di malam hari dan pagi harinya masih junub, maka puasanya sah. Meski demikian, hukum seperti ini sebaiknya disikapi dengan bijak.
Dua ahli fikih dari Madzhab Maliki, Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam kitab Ibanatul Ahkam (1996: jilid 2, hlm. 313) menyatakan, meski diperbolehkan menunda mandi junub, lebih utama untuk menyegerakan mandi wajib itu sebelum waktu subuh.
Sebab, jika mandi junub belum dilakukan saat fajar shodiq terbit, salat subuh tidak bisa dilakukan, di awal waktu. Padahal, sebaik-baiknya salat wajib adalah yang dikerjakan pada awal waktu.
Apalagi, jika mandi junub tidak dilakukan sampai waktu subuh lewat. Seorang yang meninggalkan shalat subuh secara sengaja, maka dosa besar baginya. Perlu diingat, waktu subuh tak panjang.
Bacaan Niat Mandi Junub atau Mandi Wajib
Bacaan niat mandi junub (mandi wajib) dalam bahasa Arab dapat dilafalkan sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Adapun tulisan arab-latin untuk bacaan niat mandi junub di atas adalah:
"Nawaitul gusla lirof'il hadatsil akbari minal jinabati fardlon lillahi ta'ala."
Artinya:
“Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari janabah, fardu karena Allah ta'ala.”
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom