Menuju konten utama

Bagaimana Hukum Vaksin Saat Puasa, Apakah Boleh?

Hukum melakukan vaksinasi COVID-19 bagi umat Islam yang berpuasa dengan injeksi intramuskular adalah boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar).

Bagaimana Hukum Vaksin Saat Puasa, Apakah Boleh?
Ilustrasi dokter sedang menyuktikkan vaksin COVID-19. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Menjelang puasa Ramadan 1443 hijriah ini, kadang kala terbersit kekhawatiran mengenai hukum vaksinasi Covid-19 di siang hari Ramadan. Apakah vaksin membatalkan puasa atau tidak?

Permasalahan vaksin ini merupakan perkara krusial di tengah masyarakat. Di tengah pandemi Covid-19 yang belum mereda, ditambah lagi varian Omicron yang masih berkembang di Indonesia, pemerintah masih menggenjot vaksinasi Covid-19.

Bagaimanapun juga, hingga Sabtu (12/3/2022), vaksinasi Covid-19 tahap 1 sudah mencapai 193,2 juta. Sementara tahap 2 adalah 150,7 juta dan tahap 3 (booster) adalah 14,3 juta.

Jumlah orang yang divaksin di atas belum mencapai target nasional, yakni sebanyak 208,2 juta penduduk untuk mencapai herd immunity.

Hukum Vaksin Saat Berpuasa: Tidak Batal

Untuk mempercepat pemulihan dari pandemi Covid-19, pada Ramadan tahun ini, proses vaksinasi corona Sars-CoV-2 tetap dilanjutkan.

Lantas pertanyaannya, apakah vaksin Covid-19 di siang hari Ramadan membatalkan puasa?

Untuk menentukan suatu aktivitas membatalkan puasa atau tidak, kita harus mengetahui apa saja jenis-jenis pembatal puasa dalam Islam.

Dalam kitab fikih ringkas mazhab Syafi'i atau Kitab Al-Ghayah Al-Ikhtisar yang ditulis Al-Qadhi Abu Syuja disebutkan 10 pembatal puasa sebagai berikut:

  1. Masuknya suatu benda hingga sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala
  2. Pengobatan dengan memasukkan sesuatu pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur)
  3. Muntah secara sengaja
  4. Melakukan hubungan seksual secara sengaja pada alat kelamin
  5. Keluar sperma sebab sentuhan kulit
  6. Haid
  7. Nifas
  8. Gila
  9. Pingsan seharian
  10. Murtad

Permasalahan injeksi atau suntik vaksin merupakan perkara kontemporer yang tidak terdapat pada zaman Rasulullah SAW.

Dengan demikian, para ulama berupaya menafsirkan hukumnya berdasarkan telaah dalil dan teks-teks Islam terdahulu.

Ada banyak kajian dan musyawarah ulama yang membahas hukum vaksin selama puasa ini, di antaranya adalah bahasan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta, kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga kajian PP Muhammadiyah.

Pada intinya, lembaga Islam dan para ulama bersepakat bahwa vaksin Covid-19 selama puasa diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa di siang hari Ramadan.

Hal itu disebabkan injeksi vaksin tidak termasuk dalam 10 pembatal puasa di atas dan tidak mendekati salah satu di antaranya.

Secara umum, yang membatalkan puasa adalah masuknya suatu benda pada rongga tubuh yang lazim, misalnya mulut, hidung, telinga, kubul, atau dubur.

Sementara itu, injeksi vaksin adalah memasukkan obat di luar bagian tubuh yang umum di atas sehingga tidak dianggap sebagai pembatal puasa.

Hal ini juga pernah dibahas oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Raudlatu Al-Thalibin 'Umdatu Al-Muftin (Juz 2/Hlm. 358), yang mana beliau menjelaskan bahwa memasukkan obat melalui salah satu bagian tubuh (yang tak lazim) tidak membatalkan puasa.

Ia mencontohkan proses memasukkan obat di masa tersebut dengan melukai betis dengan pisau, kemudian obat dimasukkan di bagian luka tersebut.

Selain itu, analogi lainnya adalah dengan mengoleskan minyak obat di perut hingga meresap di pori-pori perut.

Hal itu juga tidak membatalkan puasa karena benda itu (cairan obat) tidak masuk melalui rongga tubuh yang lazim, sebagaimana disebutkan di atas.

Hukum bolehnya vaksin selama puasa ini dikonfirmasi dengan Fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi COVID-19 dari MUI.

Di dalam fatwa itu disebutkan bahwa hukum melakukan vaksinasi COVID-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar).

Baca juga artikel terkait VAKSIN SAAT PUASA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom