Menuju konten utama

Apa Hukum Puasa Ramadhan Bagi Orang Islam?

Hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib. Barang siapa yang meninggalkannya tanpa udzur syar'i diancam dengan dosa besar oleh Allah SWT

Apa Hukum Puasa Ramadhan Bagi Orang Islam?
Ilustrasi Puasa. foto/istockphoto

tirto.id - Setiap muslim wajib menjalankan puasa Ramadan, kecuali jika terdapat alasan syar'i yang membenarkannya untuk berbuka atau meninggalkan puasa. Hukum puasa Ramadan adalah wajib dan berdosa jika ada yang meninggalkannya.

Setiap tahun, umat Islam bertemu dengan bulan Ramadan. Pada bulan ini, terdapat kewajiban yang mesti dilaksanakan dan menjadi bagian dari rukun Islam, yaitu puasa. Puasa Ramadan dikerjakan setiap hari selama sebulan penuh sebagai bentuk ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Perintah menjalankan puasa Ramadan terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 183. Di dalam ayat tersebut Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Dalam bahasa Arab, puasa atau shaum bermakna menahan diri dari sesuatu hal, sebagaimana dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2017) yang ditulis Muhammad Ahsan dan Sumiyati.

Kemudian, secara istilah, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Beberapa hal yang membatalkan puasa adalah makan dan minum, muntah dengan sengaja, berhubungan suami istri di siang hari, keluar darah haid atau nifas bagi perempuan, mengalami gangguan jiwa (gila), serta mengeluarkan sperma dengan sengaja.

Hukum Puasa Ramadhan dalam Islam

Perintah menjalankan puasa Ramadan adalah wajib bagi seluruh umat Islam yang berakal sehat, balig, dan mampu menjalankannya.

Dalil wajibnya puasa ini terdapat dalam banyak ayat Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW, di antaranya adalah sebagai berikut:

”Islam itu dibangun di atas lima dasar, yaitu persaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, haji (ke Baitullah) dan puasa pada Ramadan,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Meskipun pengerjaannya sangat ditekankan, ada sejumlah kondisi yang membuat seorang muslim memperoleh keringanan untuk tidak berpuasa.

Kondisi syar'i yang dapat menjadi alasan meninggalkan puasa atau berbuka di siang hari adalah sebagai berikut:

1. Orang sakit, dalam perjalanan (musafir), atau pada keadaan fisik yang sangat berat untuk menjalankannya.

Seorang muslim yang berada dalam tiga keadaan tersebut, boleh meninggalkan puasa seperti disebutkan dalam surah Al Baqarah ayat 184.

"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (QS. Al-Baqarah [2]: 184).

2. Anak kecil yang belum balig dan orang gila.

Anak yang belum mencapai masa pubertas dan orang gila tidak terkena kewajiban puasa maupun aturan syariat lainnya.

Nabi Muhammad bersabda: "Diangkat kalam (taklif hukum) dari tiga orang: (1) dari orang yang tidur hingga ia bangun; (2) dari anak kecil hingga ia balig; (3) dari orang gila sampai dia waras," (H.R. Ashabus Sunan dan Hakim).

3. Wanita haid atau nifas.

Wanita yang sedang haid atau nifas baru berkewajiban puasa ketika sudah suci kembali.

Sebuah hadits dari sahabat Muadz menyebutkan bahwa Aisyah RA pernah berkata, “Kami haid pada masa Rasulullah SAW, lalu kami diperintahkan supaya mengqada puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqada salat,” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Kendati demikian, muslim yang tidak berpuasa atas alasan syar'i di atas wajib mengganti puasanya pada hari lain di luar Ramadan.

Puasa pengganti atau qada dijalankan sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Lalu, apabila orang tersebut memiliki halangan yang berat dan tidak mampu mengganti puasanya, ada kewajiban untuk membayar fidyah.

Berkaitan dengan fidyah sendiri, takarannya adalah sebesar satu mud atau sekitar 675 gram makanan pokok.

Fidyah menjadi bentuk tebusan karena telah meninggalkan ibadah puasa Ramadan dengan memberi makanan kepada fakir miskin.

Contoh orang yang wajib membayar fidyah adalah lansia yang fisiknya sudah lemah, ibu hamil dan menyusui, atau pengidap penyakit tertentu yang jika berpuasa justru memperparah sakitnya.

Ancaman bagi yang Meninggalkan Puasa tanpa Alasan Syar'i

Apabila terdapat seorang muslim tidak mau berpuasa dan tidak ada alasan syar'i, maka dia berada dalam ancaman berat dalam Islam.

Orang tersebut dianggap telah melanggar sendi dasar dan pilar agama Islam. Dalam kitab At-Targhîb wa At-Tarhib (2021) yang ditulis Imam Al-Mundziri dinyatakan bahwa jika seseorang meninggalkan kewajiban puasa sengaja secara i’tiqâdi (sengaja mengingkari kewajiban puasa), maka dirinya terjatuh dalam kekufuran..

Sebuah hadits riwayat Ad-Dailami dan disahihkan oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ibnu ‘Abbas telah menerangkan tentang hal tersebut, Nabi Muhammad bersabda:

عُرَى اْلإِسْلاَمِ وَقَوَاعِدُ الدٍّيْنِ ثَلاَثَةٌ عَلَيْهِنَّ أُسُسُ اْلإِسْلاَمِ مَنْ تَرَكَ مِنْهِنَّ وَاحِدَةً فَهُوَ بِهاَ كَافِرٌ حَلاَلُ الدَّمِ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَالصَّلاَةُ اْلمَكْتُوْبَةُ وَصَوْمُ رَمَضَانَ

"Sendi-sendi dan dasar-dasar agama Islam ada tiga dan Islam dibangun di atas tiga sendi ini. Siapa saja yang meninggalkan salah satu dari ketiganya adalah kufur yaitu: mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, salat fardu, dan puasa Ramadan," (H.R. Abu Ya’la).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Abdul Hadi