tirto.id - Sebagaimana ibadah lainnya, terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi setiap muslim agar ibadah puasanya sah dan diterima Allah SWT. Berdasarkan hal itu, lantas apa saja syarat wajib puasa Ramadhan yang harus diketahui umat Islam?
Ibadah puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dikerjakan setiap muslim. Dalil wajibnya puasa tertera dalam banyak ayat Al-Quran dan hadis Rasulullah SAW.
Salah satu ayat yang menjelaskan mengenai kewajiban puasa tertera dalam surah Al-Baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Tahun ini, Ramadan 1443 hijriah diperkirakan akan jatuh pada awal April 2022.
Berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 1 Ramadan jatuh pada 2 April 2022.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) baru akan melakukan sidang isbat pada 1 April 2022 untuk penetapan 1 Ramadan dengan menggabungkan metode rukyatul hilal dan metode astronomis.
Syarat-syarat Wajib Puasa Ramadhan
Syarat wajib adalah ketentuan yang mesti dipenuhi seorang muslim sebelum melaksanakan suatu ibadah. Orang yang belum memenuhi syarat wajib puasa, maka kewajiban puasanya gugur dan ia tidak diharuskan menjalankan puasa.
Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2007) yang diterbitkan Kementerian Agama RI, syarat-syarat wajib puasa Ramadhan adalah sebagai berikut:
1. Beragama Islam
Karena puasa termasuk rukun Islam, hanya orang muslim dan muslimah yang wajib menunaikan ibadah puasa. Orang non-muslim atau yang murtad, keluar dari Islam, kewajiban puasa baginya gugur dan ia tidak memenuhi syarat wajib puasa.
Syarat keislaman ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin 'Umar bin Khattab bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Islam didirikan dengan 5 hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya salat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya haji di Baitullah [Ka’bah], dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadan,” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Berakal sehat
Syarat wajib puasa yang kedua bagi seorang muslim dan balig, adalah ia harus memiliki akal yang sehat, sempurna, dan tidak gila. Selain itu, ia juga tidak mengalami gangguan mental dan tidak hilang kesadarannya karena mabuk.
Seorang muslim yang mabuk tidak terkena hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa. Namun, terdapat pengecualian pada orang mabuk dengan sengaja, misalnya karena konsumsi minuman keras. Jika sengaja mabuk, ia wajib mengganti (qada) puasanya di hari selain bulan Ramadan.
Syarat wajib ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: "Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sapai ia terbangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia balig,” (H.R. Abu Daud dan Ahmad).
3. Balig atau mencapai masa pubertas
Syarat wajib puasa yang ketiga ialah telah mencapai status balig atau pubertas. Bagi laki-laki, ia ditandai dengan keluarnya sperma dari kemaluannya, baik dalam keadaan tidur ataupun terjaga. Sementara itu, bagi perempuan, status balig ditandai dengan menstruasi.
Dalam uraian "Syarat Wajib dan Rukun Puasa Ramadhan" yang ditulis Ustaz Syaifullah Amin di NU Online, syarat keluar mani pada laki-laki dan haid pada perempuan ada di batas usia minimal 9 tahun. Di sisi lain, bagi laki-laki dan perempuan yang belum keluar sperma dan belum menstruasi, batas minimal dikatakan balig jatuh pada usia 15 tahun dari usia kelahiran.
4. Kuat dan Mampu Berpuasa
Islam tidak membebani umatnya di luar kemampuan orang bersangkutan. Karena puasa tergolong ibadah yang cukup berat: menahan lapar, haus, dan pembatal puasa lainnya, hanya orang yang mampu dan kuat dikenai kewajiban melaksanakan ibadah ini.
Sementara itu, golongan yang tidak mampu, mulai dari orang sakit, musafir, ibu hamil, hingga lansia yang sudah mencapai usia renta tidak diwajibkan menjalankan ibadah puasa. Sebagai gantinya, sebagian golongan ini wajib mengqada puasanya dan sebagian lagi membayar fidyah.
5. Mengetahui awal Ramadan
Terakhir, syarat wajib yang lain adalah mengetahui awal Ramadan dan hari pertama puasa hingga sebulan penuh, sebagaimana dinyatakan Agus Arifin dalam Step By Step Fiqih Puasa (2013).
Penetapan awal Ramadan mestilah berasal dari salah seorang terpercaya atau adil, serta mengetahui awal bulan Ramadan dengan melihat hilal.
Orang tersebut dipercaya karena melihat hilal secara langsung dengan mata biasa tanpa peralatan bantu. Kemudian, kesaksian orang itu dapat dipercaya, dengan terlebih dulu diambil sumpahnya. Setelah mengetahui kesaksian itu, umat Islam di satu wilayah wajib menunaikan puasa Ramadan.
Di Indonesia, ketetapan awal Ramadan dapat bersandar kepada sidang isbat atau penentuan awal puasa yang digelar Kementerian Agama (Kemenag). Sidang isbat biasanya menentukan posisi hilal dari Tim Falakiyah oleh Kementerian Agama.
Jikalau hilal tidak dapat dilihat karena tebalnya awan, untuk menentukan awal bulan Ramadan bisa dengan menyempurnakan hitungan tanggal bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Rujukannya adalah hadis Nabi Muhammad SAW: “Berpuasa dan berbukalah karena melihat hilal, dan apabila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah hitungannya bulan menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari).
Meskipun demikian, sebagian ulama berpendapat penentuan awal Ramadan bisa dilakukan tanpa metode rukyatul hilal (melihat bulan), yang dengan cara hisab. Hisab adalah metode perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan pada awal kalender hijriyah, termasuk bulan Ramadan.
Selain syarat, ada juga rukun puasa yang wajib dipenuhi agar ibadah puasa sah dikerjakan. Rukun puasa hanya ada dua yaitu berniat puasa dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal-hal yang membatalkan puasa, klik di sini.
Editor: Addi M Idhom