Menuju konten utama

Hukum Tidak Baca Niat Puasa Ramadhan: Apakah Sah atau Tidak?

Apa hukum tidak niat berpuasa Ramadan? Apakah puasa tetap sah ataukah tidak?

Hukum Tidak Baca Niat Puasa Ramadhan: Apakah Sah atau Tidak?
Ilustras Dzikir. foto/IStockphoto

tirto.id - Apakah seseorang yang tidak membaca niat puasa Ramadan pada malam sebelum hari berpuasa, meski sudah menahan lapar dan haus, tidak sah puasanya? Apakah niat puasa wajib derajatnya sama dengan niat puasa sunah, seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidh?

Puasa pada 29 atau 30 hari bulan Ramadan hukumnya wajib bagi umat Islam yang sudah balig kecuali mereka yang memiliki uzur syar'i. Sepanjang Ramadan, sejak fajar shadiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (magrib) seorang muslim tidak makan, minum, atau berhubungan badan dengan suami/istri.

Jika seseorang mengalami sakit berat, dalam perjalanan (musafir), tengah haid atau nifas, hamil atau menyusui, juga melakukan pekerjaan berat, terdapat keringanan untuk tidak mengerjakan puasa Ramadan pada hari tersebut. Sebagai ganti, seorang muslim yang terkena halangan demikian dapat membayar kekurangan puasanya (mengqadha) pada hari-hari selain bulan Ramadhan.

Niat puasa Ramadan dilafakan dalam hati, dan dapat diucapkan secara lisan. Jika menggunakan bahasa Arab, yang paling umum dibaca oleh masyarakat Indonesia adalah yang berbunyi berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Transliterasi: "Nawaitu shauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala"

Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala."

Lalu, bagaimana hukum seseorang yang tidak membaca niat berpuasa? Apakah puasa tersebut sah atau tidak?

Niat puasa dapat dibedakan menjadi niat puasa wajib dan niat puasa sunah. Seseorang dapat saja tiba-tiba memiliki keinginan puasa sunah pada pagi hari, lantas tidak makan dan minum hingga tiba waktu azan magrib untuk berbuka.

Diriwayatkan dari jalur Aisyah, ia berkata bahwa suatu hari Rasulullah saw. bertanya kepadanya, "Wahai Aisyah, apkah kalian memiliki suatu makanan?"

Aisyah menjawab, "Kami tidak memiliki sesuatu wahai Rasulullah".

Mendengar hal ini, Nabi kemudian bersabda, "kalau begitu aku puasa (H.R. Muslim).

Dari riwayat tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa apabila seseorang belum meneguk air dan makanan sampai waktu duha, kemudian ia berniat berpuasa maka hukumnya sah.

Namun, dalam konteks puasa wajib seperti puasa Ramadan, qadha', puasa kafarat, atau puasa nazar, puasa fidyah, puasa tidak akan sah jika tidak terlebih dahulu berniat untuk mengerjakannya.

Niat secara bahasa berarti “menyengajakan”. Secara istilah merupakan tindakan sengaja (bermaksud) untuk melakukan sesuatu disertai dengan perilaku melaksanakanya.

Dalam puasa Ramadan terdapat dua rukun pengerjaannya yaitu membaca niat dan menahan hal-hal yang membatalkan puasa dari waktu subuh hingga waktu magrib saat berbuka puasa.

Diriwayatkan, "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya,” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Terdapat pula riwayat lain, "Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa sejak malam.”

Imam an-Nawawi dalam Al Majmu' SyarahAl Muhadzdzab menyebutkan pendapatnya bahwa tidak sah puasa tanpa niat, baik itu puasa wajib pada bulan Ramadan, puasa wajib lainnya dan puasa sunah.

Dalilnya adalah hadis Nabi "Sesungguhnya amal perbuatan disertai niat, dan seseorang mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya."

Niat sendiri termasuk ke dalam rukun puasa Ramadhan. Selain itu, batasan terakhir pembacaan niat adalah sebelum waktu fajar (Subuh). Niat seyogianya diucapkan di dalam hati, namun dalam mazhab Syafi'i apabila diucapkan dengan lisan itu bersifat sunah.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2021 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus