Menuju konten utama

Hukum Memotong Kuku dan Rambut sebelum Hewan Kurban Disembelih

Penjelasan mengenai hukum memotong kuku dan rambut sebelum hewan kurban disembelih. Apakah diperbolehkan?

Hukum Memotong Kuku dan Rambut sebelum Hewan Kurban Disembelih
Warga merias sapi kurban di Papring, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (31/7/2020). Tradisi turun-temurun itu sebagai bentuk simbol-simbol doa untuk yang berkurban dan hewan yang dikurbankan agar dalam kondisi baik. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/pras.

tirto.id - Hukum memotong kuku dan rambut sebelum hewan kurban disembelih adalah perkara yang kerap dibahas dalam Islam setiap menjelang awal Zulhijah. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal tersebut, mulai dari yang membolehkan hingga yang mengharamkan pemotongan kuku dan rambut.

Secara sederhana, terdapat hadis yang diriwayatkan Ummu Salamah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Apabila masuk 10 hari pertama Zulhijah, apabila seorang di antara kamu hendak berkurban, janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikit pun, sampai ia [selesai] berkurban," (H.R. Ibnu Majah dan Ahmad).

Hadis di atas adalah larangan yang cukup ambigu, entah ditujukan kepada orang yang berkurban atau larangan memotong kuku atau rambut itu ditujukan pada hewan kurban, bukan umat Islam.

Penjelasan mengenai perbedaan pendapat tersebut dirangkum Hengki Ferdiansyah dalam "Hukum Potong Kuku dan Rambut Ketika Kurban" yang terbit di NU Online.

Hukum Memotong Kuku dan Rambut sebelum Hewan Kurban Disembelih

Meskipun ada perbedaan pendapat, namun yang jelas terdapat larangan untuk tidak memotong kuku dan rambut mulai dari awal hingga 10 Zulhijah.

Selain itu, larangan ini juga dapat berlaku hingga momen kurban usai. Bagaimanapun juga, pemotongan hewan kurban dapat dilakukan sejak 10 Zulhijah (Hari Raya Idul Adha) hingga 11-13 Zulhijah (hari-hari tasyrik).

Jika merujuk pada penanggalan masehi, berdasarkan versi Muhammadiyah, larangan memotong kuku dan rambut ini berlaku sejak Kamis, 30 Juni hingga 9 Juli 2022.

Sementara itu, jika merujuk pada versi Pemerintah, seorang muslim dilarang memotong rambut sejak 1-10 Juli 2022.

Lantas, kepada siapa larangan ini ditujukan? Para ulama berbeda pendapat mengenai hal tersebut.

Pertama, pendapat pertama menyatakan bahwa larangan mencukur rambut dan memotong kuku berlaku untuk semua orang Islam.

Kedua, larangan itu hanya berlaku pada orang yang akan berkurban, tidak untuk semua orang.

Ketiga, larangan itu ditujukan pada hewan kurban, bukan untuk manusia.

Dalam hal ini, ada sebagian adat istiadat yang memotong kuku atau hewan kurban agar rapi sebelum disembelih.

Sebagian daerah malah menghiasi hewan kurban tersebut agar cantik dan menarik ketika disembelih atau dikurbankan.

Merespons hal tersebut, para ulama mengaitkan bahwa hadis di atas ditujukan sebagai larangan memotong kuku atau rambut hewan kurban, serta mesti dibiarkan utuh dan tidak dikurangi apa pun.

Pasalnya, dijelaskan bahwa bulu, kuku, hingga kulit pada hewan tersebut bakal menjadi saksi bagi orang yang berkurban saat di akhirat.

Hal itu tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut [bulu hewan kurban] adalah kebaikan," (H.R. Tirmidzi).

Hadis versi lainnya dalam riwayat Aisyah, ia menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idul Adha kecuali berkurban.

"Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban," (H.R. Ibnu Majah).

Selanjutnya, apabila berbicara mengenai kadar larangannya pun, para ulama juga berbeda pendapat.

Pertama, menurut Imam Ahmad (mazhab Hanbali), larangan itu bersifat haram. Pendapat Imam Ahmad ini adalah yang paling tegas dari ulama mazhab lainnya.

Kedua, menurut Imam Malik (mazhab Maliki) dan Imam Syafi'i (mazhab Syafi'i), larangan itu bersifat makruh. Makruhnya pun tidak kuat, serta digolongkan sebagai makruh paling sederhana.

Ketiga, menurut Imam Abu Hanifah (mazhab Hanafi), larangan itu sekadar imbauan, serta keutamaan amal. Orang yang melakukannya diperbolehkan dan tidak berdosa.

Baca juga artikel terkait IBADAH KURBAN atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom