Menuju konten utama
Hukum Puasa Bagi Pekerja Berat

Hukum Buka Puasa Karena Kerja Berat di Siang Hari: Apa Ada Rukhsah?

Berikut ini penjelasan tentang hukum buka puasa karena kerja berat di siang hari bulan Ramadhan.

Hukum Buka Puasa Karena Kerja Berat di Siang Hari: Apa Ada Rukhsah?
Ilustrasi. foto/istockphoto.

tirto.id - Hukum buka puasa karena kerja berat pada siang hari bulan Ramadhan diperbolehkan, jika kondisi tubuh tidak kuat dan dalam kondisi kepayahan. Namun, rukhsah (keringanan) puasa bagi pekerja berat ini tidak menggugurkan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi setiap orang Islam yang telah mukallaf. Makna dari mukallaf adalah kondisi saat seorang muslim atau muslimah dikenakan hukum wajib menjalankan rukun Islam karena telah memenuhi syarat, seperti baligh, berakal sehat, dan tidak memiliki uzur syar’i.

Sebenarnya uzur syar’i memiliki makna luas. Secara umum uzur syar'i merupakan keadaan di luar kemampuan manusia yang menyebabkan seorang muslim/muslimah boleh meninggalkan ibadah wajib dalam Islam. Dalam konteks puasa Ramadhan, uzur syar’i itu seperti sakit parah, berada di perjalanan (musafir), haid, dan lain sebagainya.

Dikutip dari laman Muhammadiyah (2021), apabila seseorang tidak mampu menjalankan puasa karena ketidakmampuan dan risiko menimbulkan petaka (seperti sakit), ia boleh tidak berpuasa demi menjaga keamanan dan keselamatan.

Keringanan bagi umat Islam untuk tidak menjalankan puasa Ramadhan karena sebab tertentu ini dijelaskan dalam Surah Al Baqarah ayat 184 sebagai berikut:

"(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS Al Baqarah [2]:184).

Hukum Puasa Bagi Pekerja Berat di Bulan Ramadhan

Para ulama ahli fikih memasukkan aktivitas pekerjaan berat sebagai uzur syar'i yang bisa menjadi alasan seorang muslim/muslimah boleh meninggalkan puasa Ramadhan. Namun, seorang pekerja berat tidak serta merta boleh meninggalkan kewajiban menjalankan puasa.

Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin dalam kitab Busyra al-Karim, menjelaskan hukum puasa bagi pekerja berat, seperti dikutip dari NU Online, sebagai berikut:

"Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya [tetap berpuasa]."

Aktivitas pekerjaan berat dapat dikatakan sebagai uzur syar’i yang bersyarat. Apabila pekerja berat masih kuat, ia wajib menjalankan puasa Ramadhan. Namun, jika pekerja berat mengalami kondisi kepayahan dan berisiko menemui keadaan berbahaya, ia boleh segera berbuka atau membatalkan puasanya.

Sebagaimana dilansir NU Online, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain fi Irsyadin Mubtadi’in memasukkan pekerja berat ke dalam golongan orang sakit yang boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan.

Berikut kutipan penjelasan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab tersebut:

"Ulama membagi tiga keadaan orang sakit. Pertama, kalau misalnya penyakit diprediksi kritis yang membolehkannya tayamum, maka penderita makruh untuk berpuasa. Ia boleh tidak berpuasa."

"Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau kuat diduga kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuh, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya."

"Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayamum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah."

"Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka."

Meski boleh membatalkan puasa Ramadhan, pekerja berat tetap wajib membayar utang itu dengan melaksanakan puasa qadha di bulan lainnya. Waktu qadha puasa yang paling tepat ialah sesegera mungkin setelah bulan suci dan sebelum Ramadan tahun berikutnya tiba.

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab menyebutkan: "Jika ia mengakhirkan puasa qadha sampai datang Ramadan berikutnya tanpa uzur, ia telah berdosa [....]."

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom