tirto.id - Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G) Menyampaikan catatan kritis pada Hari Guru Nasional (HGN) hari ini, Jumat, 25 November 2022. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan saat ini terdapat sejumlah permasalahan yang menjerat guru.
Pertama, maraknya guru yang terjebak pinjaman online (pinjol). Satriwan mengatakan guru sebagai figur pendidik yang semestinya bertindak rasional dan melek literasi finansial ternyata sebaliknya.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan sebanyak 42 persen masyarakat yang terjerat pinjol ilegal adalah guru. Satriwan menilai hal ini sangat menyedihkan sekaligus menimbulkan pertanyaan lebih lanjut.
"Jika yang kena guru honorer, kami rasa pantas saja, dampak buruk rendahnya gaji mereka. Gelap mata, pakai jalan pintas. Gaji sebulan Rp500 ribu punya anak lebih dua orang. Upah minimum pun tidak. Apalagi sejahtera, solusi memenuhi kebutuhan hidupnya ya ikut pinjol,” kata Satriwan melalui keterangan tertulis, Jumat (25/11/2022).
Kedua, P2G sangat menyayangkan masih terjadinya kekerasan atau perundungan (bullying) di satuan pendidikan baik yang korbannya siswa maupun guru. Organisasi profesi guru didesak terlibat memberikan pemahaman mengenai hak-hak anak seperti Undang-Undang Perlindungan Anak bagi guru agar tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik siswa.
“Kekerasan di sekolah makin menjadi-jadi, sekolah sudah keadaan darurat. Kemdikbud, Kemenag dan Pemda mesti gercep. Jangan sampai kita menormalisasi kekerasan apapun bentuknya. Banyak sekolah yang belum sadar kewajiban mereka mencegah dan menanggulangi kekerasan sesuai Permendikbud 82 Tahun 2015,” ucap Satriwan.
Ketiga, P2G menilai kebijakan Kemendikbudristek melakukan digitalisasi pendidikan khususnya melalui kanalisasi tunggal Platform Merdeka Mengajar (PMM) justru kontraproduktif.
P2G menerima laporan dari para guru di daerah termasuk anggotanya, keberadaan PMM menyulitkan dan menambah beban administratif guru dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru diwajibkan oleh Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah mengisi sampai tuntas PMM. Bahkan kepala sekolah akan diberi sanksi jika guru terlambat atau tidak mengisi konten PMM.
"Dulu kami dibebani administrasi, sekarang guru dibebani aplikasi,” tuturnya.
Keempat, P2G mendesak Kemdikbudristek untuk membuka kembali dan melanjutkan uji publik Rancangan Undang-undang (RUU) Sisdiknas bersama semua stakeholder pendidikan.
Usai ditolaknya RUU Sisdiknas oleh Badan Legislasi Nasional DPR RI pada September lalu, Kemdikbudristek tidak lagi mengadakan uji publik dan dialog mengenai RUU Sisdiknas.
Padahal ditundanya RUU masuk Prolegnas hendaknya dijadikan momentum bagi Kemdikbudristek memperbaiki Naskah Akademik dan Batang Tubuh RUU Sisdiknas agar sesuai dengan aspirasi seluruh pemangku kepentingan pendidikan nasional.
“Kami meminta Mas Nadiem melanjutkan dialog uji publik dan membentuk Tim Kerja atau Pokja RUU Sisdiknas yang mewakili semua unsur stakeholders pendidikan, agar partisipatif sesuai dengan konsep meaningful participation. Perbaikan naskah RUU mutlak dilakukan, termasuk isu Tunjangan Profesi Guru,” kata Satriwan.
Kelima, P2G meminta Kemdikbudristek, Kemenag, dan Pemda bersama BNPB dan lembaga terkait gencar memberikan sosialisasi dan pelatihan bagi warga sekolah terkait kesiapsiagaan bencana.
P2G mengapresiasi Kemdikbudristek yang sudah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Bahkan Kemdikbudristek sebenarnya bersama BNPB sudah membuat Sekretariat Bersama SPAB.
“Tapi kami merasakan di lapangan, para guru, kepala sekolah, orang tua, siswa, bahkan pengawas belum mengetahui Permendikbud dan Seknas SPAB. Padahal keberadaan regulasi dan lembaga ini akan membantu warga sekolah memberi wawasan kesiapsiagaan bencana," ujar Satriwan.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan