tirto.id - Nasib para guru honorer belum ada perubahan menuju perbaikan pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) hari ini, Jumat, 25 November 2022. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan kesejahteraan guru, khususnya honorer masih jauh panggang dari api.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan negara berutang besar kepada guru honorer yang berjumlah lebih dari 1 juta orang.
"Mereka masih digaji jauh di bawah UMP/UMK daerah. Rata-rata Rp500 ribu-1 juta per bulan," kata Satriwan melalui keterangan tertulis, Jumat (25/11/2022).
Padahal berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14: "Guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial."
Satriwan mengatakan saat ini Indonesia tengah mengalami darurat kekurangan guru Aparatur Sipil Negara (ASN) di sekolah negeri. Proses dan keberlanjutan pembelajaran di sekolah selama ini sangat ditopang oleh tenaga Guru Honorer.
Sampai 2024, Indonesia membutuhkan 1,3 juta guru ASN di sekolah negeri. Pada 2021 saja Indonesia membutuhkan 1.002.616 guru ASN PPPK secara nasional.
"Tapi sialnya, hanya 293.860 guru yang lulus dan dapat formasi dari Pemda. Lebih mengenaskan, sebanyak 193.954 guru lulus tes PPPK namun tak kunjung mendapatkan formasi hingga November 2022 ini,” ucap Satriwan.
Menurut Satriwan, janji Mendikbudristek dan Menpan RB akan mengangkat 1 juta guru ASN PPPK tinggal janji saja.
"Lagi-lagi para guru honorer di-ghosting oleh pemerintah. Janji mengangkat 1 juta guru gagal total. Sementara itu nasib dari 193.000 guru tidak jelas, terombang-ambing oleh kacaunya seleksi PPPK hingga sekarang, belum lagi guru madrasah swasta yang enggak bisa ikut, terkesan diskriminatif,” ujarnya.
Satriwan menjelaskan mestinya tiga tahapan proses seleksi guru PPPK tuntas pada 2021. Namun, faktanya sampai November 2022, pemerintah baru membuka tahapan yang ketiga atau molor 1 tahun.
Sementara itu, 193.000 guru yang tak mendapat formasi tidak jelas nasibnya seperti apa. Sebagian dari mereka bahkan sudah tak lagi mengajar karena sudah dipecat yayasan sekolah. Bukannya untung ikut seleksi PPPK, kata Satriwan malahan buntung.
P2G menilai skema P1, P2, P3, dan umum dalam seleksi Guru PPPK tahapan ketiga justru menimbulkan ketidakadilan baru. Sebanyak 193.000 guru yang masuk kategori P1 anehnya banyak yang turun level ke P2 dan di bawahnya.
“Mestinya 193 ribu guru itu dulu yang dipastikan tuntas dibuka formasi dan ditempatkan oleh pemda. Jadi pansel urai satu persatu dulu, jangan yang 193 ribu P1 belum beres, ini malah membuka prioritas 2 dan 3,” tuturnya.
P2G berharap Presiden Joko Widodo turun tangan menuntaskan karut-marut pengelolaan guru di tanah air, termasuk menuntaskan persoalan seleksi Guru PPPK dan manajemen PPPK yang berantakan hingga sekarang. Nasib guru masih jauh dari sejahtera.
“Sebab Pak Presiden [Jokowi] pernah punya legacy baik di masa lalu, tercatat dalam sejarah guru memberikan peningkatan kesejahteraan guru saat menjabat Gubernur DKI Jakarta. Semoga Pak Presiden juga meninggalkan legacy kebaikan serupa, di akhir masa periode beliau sebelum 2024 nanti,” kata Satriwan.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan