tirto.id - Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang—yang mengangkat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjadi ketua umum—lagi-lagi kalah dari kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ditambah penolakan dari Kementerian Hukum dan HAM pada 31 Maret lalu, geng Moeldoko kini tertinggal 0-3 dari AHY.
Kemarin (4/5/2021), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan dua perkara terkait gugatan kubu Moeldoko kepada Ketua Umum Partai Demokrat AHY. Keduanya berakhir menjadi kabar buruk bagi kubu Moeldoko.
Pertama, PN Jakpus menolak gugatan Jhoni Allen Marbun yang merupakan mantan kader Partai Demokrat. Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tertulis bahwa pengadilan tak berwenang mengadili perkara yang diajukan oleh Jhoni Allen.
Majelis hakim yang terdiri dari Buyung Dwikora, Bambang Sucipto, dan Bernadette Samosir, juga mengabulkan eksepsi AHY, Teuku Riefky Harsya, dan Hinca Pandjaitan—pejabat teras Partai Demokrat. Isi eksepsi tertulis: “Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan mengadili gugatan penggugat dalam perkara ini (kompetensi absolut).”
Usai dipecat sebagai kader Partai Demokrat, Jhoni Allen menggugat bekas partainya itu ke pengadilan karena merasa dirugikan. Posisinya sebagai anggota Komisi V DPR RI hingga 2024 terancam, dan karenanya ada hak-hak yang mungkin tak bakal lagi didapatkan. Ia meminta ganti rugi Rp55,8 miliar.
Kedua, sejumlah mantan kader Partai Demokrat menggugat AD/ART tahun 2020, yang melegitimasi AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Dalam SIPP PN Jakpus, mejalis hakim yang terdiri dari Saifudin Zuhri, Makmur, dan Fahzal Hendri menyatakan bahwa gugatan tersebut gugur. Para penggugat juga harus membayar biaya perkara.
Lima penggugat bernama La Moane Sabara, Jefri Prananda, Laode Abdul Gamal, Muliadin Salemba, dan Ajrin Duwila. Satu lagi bernama “Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat”—bukan individu. Mereka semua dipecat oleh AHY karena dianggap merongrong partai dari dalam dengan mendukung KLB.
Kekalahan mereka sebenarnya sudah bisa diprediksi karena memang gugatan terhitung lemah.
Kubu Moeldoko: Masih Banyak Gugatan Antre
Ketua Tim Advokasi DPP Partai Demokrat kubu AHY, Mehbob, mengatakan bahwa dua gugatan yang ditolak dan dianggap gugur oleh pengadilan dikarenakan pengacara dari para penggugat tak pernah hadir ke persidangan sebanyak tiga kali.
“Aneh, kalau sudah berani gugat, mengapa tidak berani hadir?” kata Mehbob lewat keterangan tertulis, Rabu (5/5/2021) siang.
Ada lagi alasan tambahan bagi kekalahan Jhoni Allen Marbun. “Undang-Undang Parpol tegas mengatur bahwa kalau mau protes tentang pemecatan, ya, ke Mahkamah Partai. Kalau ke pengadilan tentu salah kamar.”
Selain itu ia mengatakan pihaknya juga sedang menggugat 12 mantan kader di PN Jakpus terkait perbuatan melawan hukum. Mereka digugat atas dugaan melaksanakan KLB ilegal dengan peserta ‘abal-abal’ dan melakukan serangkaian kebohongan dengan mencitrakan diri sebagai pengurus partai yang sah.
“Kami tidak gentar. Kami siap membuktikan dengan fakta hukum bahwa tidak ada dualisme di dalam Partai Demokrat dan AHY adalah ketua umum yang sah,” kata dia.
Juru bicara Partai Demokrat kubu KLB Muhammad Rahmad membela diri dengan mengatakan bahwa gugatan yang digugurkan PN Jakpus itu sesungguhnya adalah gugatan yang telah dicabut oleh para penggugat pada 16 April 2021. “Pencabutan gugatan dilakukan atas permintaan penggugat sendiri. 3 orang penggugat menarik gugatannya. Lagi pula pada saat itu ada materi gugatan penting yang belum sempat dimasukkan ke dalam gugatan,” kata Rahmad lewat keterangan tertulis, Rabu siang.
Dia bilang di luar dua kasus itu masih ada perkara lain yang tetap jalan. “Gugatan kami terhadap AD/ART 2020 jalan terus dan bahkan jumlah penggugatnya sekarang menjadi lebih banyak dan bahkan ada gugatan yang langsung dilakukan oleh ketua-ketua DPC,” tambah dia.
Gugatan yang dia maksud dilayangkan Ketua DPC Halmahera Utara. Kata dia, orang ini dipecat AHY karena mengikuti dan mendukung KLB Deli Serdang. “Ketua-ketua DPC lainnya juga sedang antre menggugat AHY ke PN Jakpus. Yang digugat adalah keabsahan AD/ART 2020 dan keabsahan pemecatan oleh Kubu AHY. Ini membuktikan kepada kubu AHY bahwa peserta KLB Deli Serdang adalah ketua-ketua DPC dan bukanlah peserta abal abal sebagaimana yang dikoar-koarkan kubu AHY selama ini.”
Menurut Rahmad, strategi tempur seorang mantan mayor seperti AHY, yang belum pernah bertempur, akan kalah dari strategi tempur seorang jenderal bintang empat yaitu Moeldoko.
“Karena itu, terlalu prematur bagi kubu AHY untuk menyebut DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko adalah pepesan kosong. Bagi kami, ini baru latihan pemanasan,” kata Rahmad.
Game Over
Pengajar ilmu politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai sebaliknya, bahwa masa depan Partai Demokrat kubu Moeldoko makin suram. Dengan putusan PN Jakpus tersebut, opsi hukum untuk menggusur kepemimpinan AHY semakin menipis.
Dari sisi politik, kubu Moeldoko pun kehilangan pamornya di mata publik sejak gagal mendapat restu dari Kemenkumham. Sebelumnya kubu ini mengklaim diri sebagai penyelamat partai, tapi sejak dianulir oleh Kemenkumham agresivitasnya menciut.
Adi menilai keoknya Partai Demokrat kubu Moeldoko dari sisi politik disebabkan oleh Moeldoko sendiri. Sejak awal, mantan Panglima TNI itu jarang sekali muncul ke permukaan bicara sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Yang lebih sering muncul adalah “pemain lapis kedua,” kata Adi.
“Jadi agak berat [menggusur AHY] secara hukum lemah dan secara politik lemah. Jadi Demokrat kubu Moeldoko memang gelap gulita sejauh ini,” kata Adi kepada reporter Tirto, Rabu.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Jakarta Ujang Komaruddin pun berpendapat Partai Demokrat kubu Moeldoko sudah tamat. Indikasinya, keengganan mereka untuk hadir dan bertarung di pengadilan gugatan AD/ART beberapa waktu lalu. Selain itu, gagalnya Moeldoko meraih restu Kemenkumham juga mengisyaratkan nihilnya dukungan politik, padahal di sisi lain kubu AHY tampak solid.
“Game is over. Sepertinya kubu Moeldoko sudah menyerah dan bisa tamat,” kata Ujang kepada reporter Tirto, Rabu.
Penulis: Haris Prabowo & Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino