tirto.id - Amnesty International Indonesia merespons soal pelaporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti atas dugaan pencemaran nama baik.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pelaporan ini kembali menunjukkan kecenderungan pejabat pemerintah menjawab kritik dengan ancaman pidana. Ini bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan yang sering diulang Presiden Jokowi dan pejabat lainnya tentang komitmen kebebasan berpendapat.
“Bahkan jika ancaman pemidanaan ini diteruskan hingga berujung pemenjaraan, hanya akan menambah penuh tahanan dan penjara yang ada. Padahal pemerintah juga berjanji untuk mengurangi populasi tahanan dan lembaga pemasyarakatan,” kata Usman dalam keterangan tertulis, Rabu (22/9/2021).
Bila ada yang kurang akurat, pejabat itu cukup mengoreksi dengan data kementerian yang dipimpinnya, yaitu Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Tidak sulit bagi kementerian ini untuk membuka data tentang perusahaan mana saja yang berinvestasi di Blok Wabu, baik negara maupun swasta, serta siapa saja pihak yang terkait.
Dari situ, lanjut Usman, masyarakat bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Dengan kekuasaan yang dia miliki, Luhut tidak seharusnya mengancam aktivis seperti Haris dan Fatia dengan pidana. Diskusi mereka bukan pencemaran nama baik,” sambung dia.
Upaya Luhut justru memperburuk citra pemerintah dan mengurangi partisipasi masyarakat. Berbagai survei belakangan ini termasuk survei Indikator Politik Indonesia pada Oktober 2020 menunjukkan mayoritas masyarakat, yaitu 79.6% responden, semakin takut menyatakan pendapat.
“Pelaporan ini akan meningkatkan ketakutan tersebut sehingga enggan memberikan masukan kepada pemerintah, apalagi mengungkapkan kritik terhadap pihak berkuasa,” ujar Usman. Luhut mengadukan Haris dan Fatia, hari ini.
"Saya melaporkan pencemaran nama baik saya. Haris Azhar dan Fatia (yang dilaporkan)," kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021). Sebelum menempuh upaya ini, Luhut telah dua kali menyomasi terlapor lantaran dianggap menyinggung nama baik dirinya dan keluarganya. Surat somasi dikirimkan pada Agustus lalu.
Penyebabnya, si pejabat publik merasa pernyataan Fatia dalam tayangan Youtube tidak benar dan tidak berdasar. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!
Kuasa hukum Luhut menyomasi Fatia dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan. Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua.
Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.
Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk bahkan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Karena tak terima namanya disangkutpautkan dengan hal itu dan somasi tak membuahkan hasil, maka ia memilih menempuh jalur hukum.
"Saya harus mempertahankan nama baik saya, anak-cucu saya. Saya kira sudah keterlaluan karena dua kali saya sudah minta (untuk) minta maaf. Tidak mau minta maaf, sekarang kami ambil jalur hukum, saya pidanakan dan perdatakan," ujar Luhut.
“Tidak ada kebebasan absolut, saya ingatkan kepada publik. Semua kebebasan bertanggung jawab. Saya punya hak membela hak asasi saya, karena saya tak melakukan (yang dituduhkan) itu,” sambung dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz