tirto.id - Hari Deman Berdarah Dengue (DBD) diperingati oleh negara-negara anggota ASEAN setiap tanggal 15 Juni sejak tahun 2010. ASEAN Dengue Day (ADD) digagas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 di Hanoi, Vietnam, pada 30 Oktober 2010.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit berbahaya yang dapat mengakibatkan kematian. Penyebabnya adalah virus dengue yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albocpictus.
Dalam lima dekade terakhir, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menuliskan bahwa penyakit DBD ini mengalami peningkatan 30 kali lipat. Setiap tahunnya, ratusan ribu kasus DBD menjangkiti penduduk dunia, termasuk 20.000 di antaranya yang merenggut nyawa penderitanya.
Di Indonesia sendiri, data kasus DBD pada 2020 di pekan ke-49 sudah menyebabkan 661 orang meninggal dunia. Totalnya mencapai 95.893 kasus yang tersebar di 472 kabupaten/kota dari 34 provinsi di Indonesia.
Indonesia adalah salah satu wilayah endemik DBD, sebagaimana dilansir WHO. Kasus DBD ini akan mengalami peningkatan saat musim pancaroba atau peralihan musim hujan ke musim kemarau.
Karena termasuk penyakit berbahaya dan kerap menjangkiti masyarakat, maka ada baiknya setiap orang berwaspada terhadap DBD dan mengenali gejala dan ciri yang menyertainya.
Gejala dan Ciri DBD
Gejala penyakit DBD ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Gejala demam berdarah klasik
- Demam tinggi hingga 400C
- Sakit kepala parah
- Nyeri pada retro-orbital (bagian belakang mata)
- Nyeri ulu hati, otot & sendi
- Mual dan muntah
- Ruam (muncul setelah demam hari ke-4)
Gejala dengue hemorrhagic fever ini meliputi gejala DBD klasik, serta ditambah:
- Kerusakan pada pembuluh darah dan getah bening
- Perdarahan dari hidung, gusi, atau di bawah kulit, menyebabkan memar berwarna keunguan
Gejala dengue shock syndrome ini meliputi semua gejala demam berdarah klasik dan dengue hemorrhagic fever, serta ditambah dengan:
- Kebocoran di luar pembuluh darah
- Perdarahan parah
- Shock (tekanan darah sangat rendah)
- Segera bawa ke rumah sakit, apabila mengalami tanda/gejala:
- Demam tinggi 3 hari terus menerus
- Nyeri perut/muntah
- Terjadi perdarahan
- Tidak enak badan (lesu, mengantuk/kesulitan bernapas)
- Nafsu makan/minum buruk Kedinginan yang ekstrem
Bagaimana Mencegah DBD?
DBD merupakan masalah kesehatan serius bagi masyarakat Indonesia. Apalagi hingga sekarang, vaksin DBD belum ditemukan, sebagaimana dilansir Bayer Environmental Science. Karena itulah, masyarakat harus proaktif melakukan pencegahan sebelum DBD ini berkembang masif.
Kemenkes mewanti-wanti masyarakat Indonesia untuk melakukan aksi 3M+ untuk mencegah timbulnya DBD. Upaya 3M+ ini terdiri dari aktivitas menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang bekas.
Pertama, untuk mencegah DBD, masyarakat diajak untuk menguras dan membersihkan penampungan air, seperti bak mandi, kendi, tong air, toren, dan penampungan lainnya yang berpotensi menjadi lahan berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk.
Upaya pengurasan ini sebaiknya digalakkan di musim hujan atau pancaroba. Jangan lupa juga menggosok dinding penampungan. Sebab, bisa jadi sewaktu-waktu telur nyamuk menempel di dinding penampungan tersebut.
Kedua, setelah melakukan pembersihan penampungan air, hendaknya juga menutup rapat-rapat penampungan tersebut. Jika tidak tertutup, maka genangan air di penampungan akan menjadi lahan bertelur nyamuk.
DBD dapat berkembang pesat di lingkungan kotor. Karena itu juga, masyarakat sebaiknya mengubur barang-barang bekas di dalam tanah. Tujuannya agar membuat lingkungan tidak semakin kotor dan tidak menjadi sarang nyamuk.
Ketiga, jika memungkinkan, usahakan agar memanfaatkan kembali barang bekas dan mendaur ulangnya. Jika tidak terpakai lagi, hendaknya membuang barang bekas atau sampah rumah tangga di pembuangan sampah yang disediakan.
Selain itu, pencegahan demam berdarah juga dapat dilakukan dengan penyemprotan obat nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, menanam tanaman pengusir nyamuk, serta membersihkan lingkungan sekitar secara umum.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dipna Videlia Putsanra