tirto.id - Hakim Konstitusi Arsul Sani membantah isu yang beredar bahwa ia menggunakan ijazah palsu saat memperoleh gelar doktor dari Collegium Humanum - Warsaw Management University, Polandia.
Arsul menegaskan bahwa ijazah yang ia peroleh adalah sah dan bukan hasil manipulasi seperti tudingan yang beredar. Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (17/11/2025).
Untuk membuktikan bahwa ijazahnya diperoleh dengan cara sah, mulanya Arsul menjelaskan bahwa studi doktoralnya dimulai pada 2011 di Glasgow Caledonian University, Skotlandia, melalui program professional doctorate di bidang justice policy and welfare. Program itu berlangsung dengan sistem blok dan berbasis riset.
Perjalanan doktoral tersebut kemudian terganggu setelah ia maju menjadi caleg, terpilih sebagai anggota DPR, dan terlibat dalam berbagai tugas legislasi, termasuk pembahasan RUU KUHP serta revisi UU Terorisme. Kesibukan itu membuatnya berhenti sementara dari riset dan penulisan disertasi.
“Nah karena dengan kesibukan-kesibukan di DPR itu, maka saya kemudian di tahun 2017 itu saya memutuskan untuk exit dari program professional doctorate di Glasgow Caledonian University,” kata Arsul di Gedung MK, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Namun, karena Arsul telah memiliki kredit hingga 180 poin, maka ia tetap diberikan ijazah untuk gelar master dari universitas di Skotlandia itu.
“Tentu dengan apa, karena saya sudah mencapai 180 kredit, saya mendapatkan gelar award ijazah Master,” tuturnya.
Lalu, pada Agustus 2020, Arsul kembali mendaftarkan diri untuk mengikuti program doktoral. Kali ini, ia mendaftarkan diri di Collegium Humanum - Warsaw Management University, Polandia.
Ia masuk sebagai mahasiswa transfer doktor, sehingga tidak diwajibkan mengulang mata kuliah yang setara dengan capaian sebelumnya.
“Saya mendaftar sebagai mahasiswa program transfer doktor, karena saya hanya mau itu saya tidak mau ngulang dari nol, maka karena ini skemanya adalah program transfer doktoral ya, maka apa yang sudah saya capai di Glasgow Caledonian University itu kemudian diakui,” jelas Arsul.
Untuk menyelesaikan program doktoralnya, Arsul kemudian menulis disertasi bertema kebijakan hukum kontraterorisme di Indonesia, berdasarkan riset normatif dan wawancara dengan berbagai tokoh.
“Nah, jadi kalau dibilang abal-abal ya silakan dicek saja dengan beliau-beliau itu, saya benar-benar melakukan wawancara atau tidak,” tegasnya.
Ujian disertasi yang diberi judul “Re-Examining the Consideration of National Security Interest and Human Rights Protection in Counter-Terrorism Legal Policy: A Case Study on Indonesia with Focus on Post-Bali Bombing Development” itu dilakukan secara daring pada Juni 2021 karena pandemi Covid-19.
Arsul kemudian resmi diwisuda pada Maret 2023 di Warsawa. Dalam wisuda itu, turut hadir Duta Besar RI untuk Polandia pada masa itu, Anita Lidya Luhulima. Saat momen wisuda tersebut, Arsul kemudian menerima ijazah asli dari program doktoral yang telah ia selesaikan.
“Dan kemudian kami hadir, ini foto-foto wisudanya juga ada ya. Di sanalah diberikan ijazah asli itu, ijazah asli ya. Kemudian ini foto dengan Ibu Anita Lidya Luhulima Dubes RI di Polandia pada saat itu ya,” kata Arsul sambil menunjukkan bukti ijazah asli dan foto wisudanya.
Arsul menambahkan, disertasinya kemudian turut diterbitkan menjadi buku oleh Penerbit Buku Kompas dengan judul yang disesuaikan untuk pembaca umum.
Arsul menegaskan bahwa seluruh berkas pendukung, termasuk catatan komunikasi dan legalisasi, telah ia serahkan kepada Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Sebagai informasi, sebelumnya Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi melaporkan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri karena dituduh menggunakan ijazah palsu saat mendapatkan gelar doktornya.
Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi, Bertrand Sulani, mengaku telah mengantongi bukti bahwa Arsul telah menggunakan ijazah palsu.
“Kami menduga ya, menduga bahwa salah satu hakim yang berinisial AS itu diduga menggunakan ijazah palsu, ada beberapa bukti yang sudah kami temukan melalui informasi yang kami dapatkan. Dan ini yang menjadi landasan kami sehingga kami coba untuk membuat laporan,” kata Bertrand di Mabes Polri, Jumat (14/11/2025) lalu.
Salah satu bukti yang dimiliki oleh para pelapor disebut Bertrand adalah pemberitaan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi di Polandia tengah memeriksa legalitas universitas yang menjadi tempat Arsul menjalani program doktoral.
“Salah satu [bukti] itu adalah pemberitaan, pemberitaan terkait dengan penyelidikan salah satu Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada di Polandia yang coba untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan legalitas kampus, yang mana kampus tersebut itu merupakan kampus yang di mana salah satu hakim berkuliah,” sebutnya.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































