Menuju konten utama

Gus Yahya Harap Publik Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12%

Gus Yahya menilai, penjelasan utuh pemerintah bisa membuat masyarakat memahami logika berpikir kenaikan PPN 12 persen yang berlaku pada 2025 mendatang.

Gus Yahya Harap Publik Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12%
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kiri) didampingi Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (kanan) menyampaikan keterangan pers hasil Rapat Pleno PBNU 2024 di Jakarta, Minggu (28/7/2024). Dalam rapat pleno yang berlangsung tertutup itu PBNU menghasilkan sejumlah keputusan diantaranya seperti peraturan PBNU untuk kinerja organisasi, desain strategi transformasi digital NU, dan desain akademi kepemimpinan nasional NU. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/YU

tirto.id - Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, meminta masyarakat perlu mendengar penjelasan pemerintah secara utuh agar memahami konteks kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Pria yang dikenal dengan panggilan Gus Yahya menilai, penjelasan utuh pemerintah akan membuat publik memahami urgensi penyesuaian kenaikan PPN serta nalar fiskalnya.

Hal ini menanggapi aksi pemerintah yang akan memberlakukan penerapan kebijakan kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen pada Januari 2025.

"Tentu saja, terkait juga dengan benefit apa yang ditawarkan kepada rakyat sebagai hasil dari kebijakan tersebut. Masyarakat perlu mendengar penjelasan dari pemerintah tentang keseluruhan konteks kebijakan yang tengah mendapat atensi luas masyarakat ini," kata Gus Yahya, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/12/2024).

Gus Yahya berharap, masyarakat bisa memahami kebijakan pemerintah terkait kenaikan pajak ini, setelah mendengar penjelasan utuh pemerintah.

Pria yang pernah menjadi bagian Wantimpres di era pemerintahan Presiden Joko Widodo ini menambahkan, aksi masyarakat yang ramai menolak kenaikan PPN 12 persen itu hanya tuntutan parsial. Ia mengeklaim tuntutan parsial itu bisa berakibat terganggunya hubungan dialogis pemerintah dengan masyarakat.

"Dengan penjelasan dan diskusi yang komprehensif, semua pihak diharapkan berpikir lebih jernih tentang apa yang secara objektif dibutuhkan oleh negara," tutur Gus Yahya.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, menerangkan, kenaikan PPN diperlukan sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional. Menurut perempuan yang karib disapa Srimul itu, kenaikan pajak 12 persen itu sejalan dengan amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Langkah ini dinilai menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global.

Srimul juga mengatakan kenaikan PPH ini bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium. Barang dan jasa kategori mewah atau premium itu seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal. Srimul mengatakan setiap melakukan pemungutan pajak, pemerintah selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong.

Pemerintah, tambah Srimul, juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah. Perlindungan itu di antaranya bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen.

Selain itu, pemerintah juga akan memberi insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM, insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya, serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 T untuk tahun 2025. Insentif perpajakan 2025, lanjut dia, mayoritas dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan.

"Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” tutur Srimul.

Baca juga artikel terkait PPN 12 PERSEN atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher